Selasa, 20 Oktober 2009

Preeklampsia

Preeklampsia

Preeklampsia merupakan salah satu bentuk hipertensi yang hanya terjadi pada wanita hamil. Preeklampsia dapat bermanifestasi sebagai sindrom maternal (hipertensi dan proteinuri dengan atau tanpa abnormalitas multisistem lainnya) dan gangguan pada janin (pertumbuhan janin terhambat, berkurangnya cairan amnion, dan oksigenasi yang abnormal). Preeklampsia merupakan suatu keadaan heterogen dimana patogenesisnya dapat berbeda-beda bergantung faktor resiko yang dimiliki. Patogenesis preeklampsia pada wanita nulipara kemungkinan berbeda dengan wanita yang memiliki penyakit vaskuler sebelumnya, pada wanita diabetes, atau riwayat preeklampsia sebelumnya.

Preeklampsia terjadi pada 5-7% dari seluruh kehamilan. Trias diagnostiknya mencakuup hipertensi, proteinuri, dan edema. National High Blood Pressure Education Working Group baru saja merekomendasikan untuk meniadakan edema sebagai kriteria diagnostik karena kejadiannya seringkali ditemukan pada kehamilan normal. Frekuensi kejadian preeklampsia meningkat pada wanita muda dan nullipara. Akan tetapi distribusi frekuensinya berdasar usia bersifat bimodal, dengan peningkatan berikutnya pada wanita multipara dengan usia diatas 35 tahun. Pada wanita yang memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, resiko preeklampsia lebih besar dibandingkan dengan populasi wanita pada umumnya. Faktor predisposisi preeklampsia adalah sebagai berikut :

  • Usia > 35 tahun
  • Nullipara
  • Kehamilan Kembar
  • Mola hidatiformis
  • Diabetes mellitus
  • Penyakit thyroid
  • Hipertensi kronik
  • Gangguan ginjal
  • Penyakit vaskuler kolagen
  • Sindroma Antiphospholipid
  • Riwayat keluarga dengan preeklampsia
Etiologi

Penyebab pasti dari preeklampsia belum diketahui. Banyak teori yang telah dikemukakan, akan tetapi kebanyakan tidak teruji dengan waktu. Penyebab yang paling sering diketahui adalah adanya gangguan pada perubahan vaskulatur uterus. Placenta mendapatkan suplai darah dari beberapa arteri uteroplacenta yang terbentuk akibat migrasi endovaskuler trophoblas pada dinding dari arteriol spiral. Hal ini merubah arteri uteroplacenta menjadi sistem dengan tahanan dan tekanan rendah dengan aliran yang tinggi. Konversi arteriol spiral pada uterus nongravid menjadi arteri arteri uteroplacenta diketahui sebagai perubahan fisiologis. Pada kehamilan normal, perubahan vaskularisasi yang diakibatkan oleh trophoblas ini meluas mulai dari ruang intervilli hingga ujung arteriol spiral pada arteri radialis di sepertiga bagian dalam dari myometrium. Dikatakan bahwa perubahan vaskularisasi ini dipengaruhi di dua stadium: konversi dari segmen desidua dari arteriol spiral oleh suatu gelombang migrasi endovaskuler pada trimester pertama dan segmen myometrium oleh gelombang berikutnya pada trimester kedua.". Proses ini dilaporkan terkait dengan pembentukan jaringan ikat yang luas dan degenerasi dari lapisan muskuler dari dinding arteri. Perubahan vaskuler ini mengakibatkan konversi dari sekitar 100 hingga 150 arteriol spiral menjadi pembuluh darah yang lebar, berkelok-kelok, dan berbentuk corong yang terhubung dengan ruang intervili.

Sebaliknya, pada wanita dengan preeklampsia atau dengan pertumbuhan janin terhambat menunjukkan adanya respon maternal yang tidak adekuat terhadap pembentukan placenta. Pada kehamilan ini, perubahan vaskuler yang dijelaskan diatas biasanya hanya ditemukan pada segmen desidua dari arteri uteroplasenta. Akibatnya, segmen myometrium dari arteri spiral tetap memiliki struktur yang muskuloelastik sehingga menyebabkannya sangat responsif terhadap pengaruh hormonal. Sebagai tambahan, jumlah arteriol yang berkembang dengan baik lebih sedikit dibandingkan pada wanita hamil normotensif. Kong et al telah mempostulasi bahwa kerusakan vaskuler ini terjadi akibat adanya gangguan dari gelombang migrasi endovaskuler trofoblas yang normalnya terjadi sekitar usia kehamilan 16 minggu. Perubahan patologis ini akan membatasi peningkatan suplai darah yang dibutuhkan oleh unit fetoplasenta pada usia kehamilan lanjut, dan terkait dengan penurunan aliran darah uteroplasenta. Frusca et al mempelajari biopsi vaskularisasi plasenta yang diambil pada saat sectio sesar dari kehamilan normal (n=14), kehamilan dengan preeklampsia (n=24), dan kehamilan dengan hipertensi kronik (n=5). Biopsi dari kelompok preeklampsia menunjukkan adanya perubahan vaskuler yang abnormal pada setiap kasus, 18 diantaranya memiliki perubahan aterosklerotik akut. Sebaliknya, 13 dari 14 biopsi darikehamilan normotensif memiliki perubahan vaskuler yang fisiologis. Penting diketahui bahwa gangguan vaskularisasi ini dapat pula terjadi pada kehamilan normotensif tetapi disertai dengan perkembangan janin terhambat. Menggunakan mikroskop elektron, Shanklin and Sibai mempelajari perubahan struktur vaskularisasi plasenta dan perbatasan uterus pada 33 kehamilan preeklampsia dan 12 kehamilan normotensif. Mereka menemukan adanya kerusakan endotel baik pada semua spesimen wanita preeklampsia, dimana tidak didapatkan pada semua biopsi wanita normotensif. Kerusakan ini sepertinya mempengaruhi mitokondria endotel,dimana menandakan kemungkinan adanya gangguan metabolisme.

Patofisiologi

Otak

Gambaran patologis pada kerusakan serebral akibat preeklampsia mencakup nekrosis fibrinoid, thrombosis, mikroinfark, dan perdarahan peteki, terutama pada korteks serebral. Edema serebral juga dapat ditemukan. Pada CT-scan kepala dapat ditemukan hipodensitas fokal pada bagian hemisfer posterior serebral, lobus temporal, dan batang otak, kemungkinan menandakan adanya perdarahan peteki yang mengakibatkan edema lokal. MRI dapat memperlihatkan abnormalitas arteri serebral mayor pada bagian occiput dan parietal, begitu pula lesi pada batang otak dan ganglia basalis. Perdarahan subarachnoid dan intraventricular dapat terjadi pada beberapa kasus yang berat.

Jantung

Preeklampsia ditandai dengan ekspansi volume intravaskuler yang abnormal, penurunan volume darah yang bersirkulasi, dan buruknya resistensi terhadap vasopressor endogen, termasuk angiotensin II. Pengawasan hemodinamik invasif pada pasien preeklampsia dapat memberikan informasi tersebut. Bergantung dari tingkat keparahan penyakit, efek dari terapi sebelumnya, dan faktor lainnya, preeklampsia dapat mengakibatkan cardiac output yang tinggi dan resistensi vaskuler sistemik yang rendah, atau cardiac output yang rendah dan resistensi vaskuler sistemik yang meningkat, atau cardiac output yang tinggi dan resistensi vaskuler sistemik yang tinggi. Adanya perbedaan manifestasi ini menegaskan kembali kompleksitas dari penyakit ini.

Paru-paru

Perubahan pada tekanan onkotik-koloid, integritas endotel kapiler, dan tekanan hidrostatik intravaskuler pada pasien preeklampsia meningkatkan resiko edema pulmoner nonkardiogenik. Pada wanita dengan preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik, keberadaan penyakit jantung hipertensif dapat memperburuk keadaan, edema pulmoner nonkardiogenik. Pada wanita dengan superimpose preeklampsia pada hipertensi kronis, penyakit jantung hipertensif yang telah ada sebelumnya dapat memperburuk keadaan. Pemberian cairan intravena yang berlebihan dapat meningkatkan resiko edema pulmoner. Pada eklampsia, jejas pulmoner dapat terjadi akibat aspirasi kandungan gaster, menyebabkan pneumonia, pneumonitis, atau sindroma distress pernapasan.

Hepar

Lesi histologis pada hepar ditandai dengan adanya deposisis fibrin sinusoidal pada daerah periportal dengan perdarahan pada wilayah sekitar dan thrombi kapiler portal. Nekrosis sentrilobular dapat terjadi akibat perfusi yang menurun. Peradangan bukan karakteristik. Hematoma subkapsuler dapat terjadi. Pada kasus berat dengan adanya nekrosis hepatoseluler dan DIC, hematoma intrahepatik dapat berlanjut menjadi ruptur hepar. Nyeri pada kuadran atas atau nyeri epigastrik merupakan gejala klasik yang disebabkan oleh adanya regangan pada kapsula Gllison. Peningkatan serum transminase merupakan tanda adanya sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets)

Ginjal

Perubahan histologis dapat ditemukan pada ginjal seorang wanita dengan preeklampsia. Lesi ginjal dari preeklampsia adalah "glomeruloendotheliosis" yang ditandai oleh adanya pembengkakan dan pembesaran dari kapiler glomerulus, menyebabkan penyempitan lumen kapiler. Terdapat peningkatan sitoplasma yang mengandung vakuola terisi lemak. Sel Mesangial kemungkinan membengkak pula. Immunoglobulins, komplemen, fibrin, and produk degradasi fibrin kemungkinan ditemukan pada glomeruli, akan tetapi keberadaannya tidak ditemukan pada semua wanita dengan preeklampsia

Penatalaksanaan

Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia, melahirkan janin hidup, dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecil mungkin. Pada penanganan preeklampsia, dengan beberapa pengecualian, penyelamatan maternal paling baik dilakukan dengan pengakhiran kehamilan. Akan tetapi pendekatan ini kemungkinan kurang baik untuk janin. Pada kasus prematuritas ekstrim, janin dapat diselamatkan dengan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat maturasi janin. Keputusan untuk mengakhiri kehamilan atau penanganan konvensional didasarkan oleh beberapa faktor yaitu keparahan penyakit, keadaan ibu dan serviks, maturitas dan keadaan janin. Indikasi untuk pengakhiran kehamilan ialah 1) preeklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan; 2) preeklampsia dengan hipertensi dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan janin sudah cukup matur; 3) preeklampsia berat; 4) eklampsia. Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah sakit ialah: 1) tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih; 2) proteinuria 1+ atau lebih; 3) kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang; 4) penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba. Perlu diperhatikan bahwa apabila hanya 1 tanda ditemukan, perawatan belum seberapa mendesak, akan tetapi pengawasan ditingkatkan.

Untuk tujuan penatalaksanaan preeklampsia sebaiknya diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan berat.

Preeklampsia ringan

Wanita dengan preeklampsia ringan diopname untuk pemeriksaan lebih lanjut dan jika diindikasikan, terminasi kehamilan. Jika preeklampsia dikonfirmasi dan usia kehamilan 40 atau lebih maka diindikasikan untuk persalinan. Pada usia kehamilan 37-40 minggu, maka status servikal dinilai dan jika memungkinkan, induksi persalinan dilakukan. Jika keadaan serviks tidak mendukung, maka pemberian agen pematang serviks dapat digunakan secukupnya. Biasanya wanita dengan pemeriksaan serviks yang sangat tidak memungkinkan pada usia kehamilan 37 hingga 40 minggu dapat ditangani dengan istirahat ditempat tidur, pengawasan janin antepartum, dan pengawasan kondisi maternal yang ketat, termasuk tekanan darah setiap 4-6 jam dan penilaian harian refleks patella, berat badan, proteinuria, dan gejala subjektif. Darah lengkap dan kadar transaminase serum, laktat dehidrogenase, dan asam urat sebaiknya diperiksa setiap minggu atau dua kali seminggu. Persalinan diindikasikan jika keadaan serviks menjadi sangat mendukung, pemeriksaan antepartum abnormal, atau usia kehamilan diatas 40 minggu, atau adanya tanda preeklampsia yang memburuk.

Wanita dengan preeklampsia ringan dengan usia kehamilan dibawah 37 minggu, sebaiknya dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur, pemeriksaan antepartum dua kali seminggu, dan evaluasi maternal yang telah dijelaskan sebelumnya. Pemberian kortikosteroid dimulai jika usia kehamilan dibawah 34 minggu, amniosentesis dilakukan untuk menilai maturitas pulmoner janin. Ketika penanganan telah dilakukan, maka pertumbuhan janin dapat dinilai tiap 3-4 minggu. Kemungkinan, penanganan rawat jalan memungkinkan pada pasien asimptomatik dengan proteinuria minimal dan pemeriksaan laboratorium lainnya yang normal..Adanya tanda memburuknya preeklampsia merupakan indikasi rawat inap dan pertimbangan terminasi.

Pada ummnya pemberian diuretika dan antihipertensi pada preeklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan proses penyakit dan juga tidak memerbaiki prognosis janin. Selain itu, pemakaian obat-obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala preeklampsia berat.

Penanganan Preeklampsia Berat

Preeklampsia berat diharuskan untuk dirawat inap. Persalinan diindikasikan jika usia kehamilan diatas 34 minggu, status pulmoner janin yang matang, atau adanya tanda perburukan keadaan janin atau maternal. Pengendalian tekanan darah dapat diatasi dengan pemberian nifedipin, labetalol, atau hidralazine. Tujuan terapi antihipertensi adalah untuk mencapai tekanan darah sistolik <>30cc/jam) , refleks patella positif, kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit, dan ketersediaan antidotum kalsium glukonas. Ketika magnesium sulfat diberikan, maka keadaan janin harus dimonitor terus menerus, dan agen antihipertensi kemungkinan dibutuhkan untuk menjaga tekanan darah sistolik

Penanganan Intrapartum untuk Preeklampsia

Pada wanita dengan preeklampsia tanpa kontraindikasi persalinan, maka persalinan per vaginam merupakan pendekatan yang dianjurkan. Agen pematangan serviks dan oxytocin dapat digunakan jika dibutuhkan. Selama persalinan, magnesium sulfat diberikan sebagai profilaksis kejang dengan loading dose IV 4-6g selama 20-60 menit, diikuti dengan maintenance dose 1-2 g/jam. Jumlah urin dan kadar kreatinin serum dimonitor. Refleks patella dan pernapasan sebaiknya sering dinilai. Kalsium glukonas sebaiknya selalu tersedia untuk mengantisipasi hipermagnesia. Untuk mencegah edema pulmoner, cairan intravena sebaiknya tidak lebih dari 100 mL/jam.



Senin, 01 Juni 2009

Anamnesis

ANAMNESIS
Terjemahan dari Bates' Guide Physical Examination and History Taking Eight Editiom. Lippincott Williams and Wilkins oleh Husnul Mubarak,S.Ked

I. Pendahuluan
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi keluhan utama, informasi mengenai kelainan yang dialami sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, dan informasi mengenai keadaan tiap sistem tubuh pasien. 

Sebagai seorang dokter, anda akan membutuhkan keterampilan interpersonal yang dibutuhkan seriap hari dengan variasi yang unik dan beragam. Tidak seperti percakapan sosial, dimana anda memaparkan kebutuhan dan minat anda sendiri, anamnesis bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Komunikasi dan menjalin hubungan terapeutik dengan pasien merupakan suatu keterampilan yang sangat berharga dalam perawatan primer. Pada mulanya, anda akan berfokus untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dan secara bersamaan, anda menggunakan teknik untuk mengembangkan kepercayaan pasien terhadap anda. Menciptakan interaksi supportif akan mempercepat pengumpulan informasi dan memicu pasien untuk memberikan penjelasan yang menyeluruh. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dari proses terapeutik.

Sebagai dokter yang memfasilitasi wawancara pada pasien, anda akan menciptakan suatu rangkaian hipotesis mengenai penyebab timbulnya keluhan pasien. Anda kemudian akan membuat beragam dugaan dengan menyakan lebih banyak informasi yang lebih detail. Anda juga akan mengeksplorasi perasaan pasien dan kepercayaan mengenai masalahnya tersebut. Walaupun hanya sedikit yang dapat dilakukan terhadap keadaan pasien, mendiskusikan mengenai pengalaman pasien dengan penyakitnya tersebut dapat bersifat terapeutik. 

Format anamnesis merupakan suatu kerangka terstruktur untuk mengorganisir informasi yang diperoleh dari pasien dalam bentuk tertulis maupun lisan: Format ini mengarahkan dokter pada informasi spesifik yang harus diperoleh dari pasien. Anamnesis yang dapat mengarahkan dokter pada informasi tersebut sebenarnya sangatlah bervariasi. Keterampilan dalam melakukan hal ini membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenai informasi tersebut, kemampuan dalam mendapatkan informasi yang akurat dan mendetail, dan keterampilan interpersonal yang dapat memudahkan anda merespon perasaan pasien.

Jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis sangat beragam dan bergantung pada beberapa faktor. Cakupan dan banyaknya informasi dibutuhkan bergantung dari kebutuhan dan keluhan pasien, keadaan klinis yang ingin dicapai dokter, dan keadaan klinis ( mis. Pasien rawat inap atau rawat jalan, jumlah waktu yang tersedia, praktek umum atau spesialisasi). Untuk pasien baru, anda membutuhkan suatu anamnesis kesehatan komprehensif. Untuk pasien lain dengan kunjungan klinik karena keluhan spesifik seperti batuk atau sakit pada saat kencing, membutuhkan anamnesis yang lebih spesifik berdasar pada keluhan pasien tersebut, anamnesis seperti ini biasa disebut anamnesis berorientasi dari masalah (problem-oriented history. 

I. Melakukan Anamnesis Komprehensif
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jenis pertanyaan yang akan diberikan dalam anamnesis sangat beragam menyesuaikan dengan beberapa faktor. Cakupan dan luas informasi yang ingin diperoleh berdasarkan keluhan utama pasien, tujuan klinis seorang dokter, dan kondisi klinis. Untuk pasien baru, anda perlu melakukan anamnesis komprehensif. Untuk pasien yang mencari penanganan spesifik untuk keluhan tertentu, seperti batuk, wawancara berpola terkait dengan keluhan tersebut diperlukan. Pada pusat kesehatan masyarakat, dokter seringkali menekankan upaya dalam promosi kesehatan, seperti berhenti merokok atau mencegah perilaku seks yang tidak sehat. Pada klinik spesialis, doter perlu melakukan anamnesis mendalam mengenai keluhan yang dialami pasien dan mengaitkannya dengan informasi yang diperlukan dalam cakupan spesialisasi tersebut. 

Mengetahui makna dan relevansi dari tiap komponen anamnesis komprehensif yang dijelaskan berikut ini, akan membantu anda untuk memilih jenis infomasi yang paling berguna untuk mencapai tujuan klinis dokter dan pasien. 

A. Komponen Anamnesis Komprehensif
Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun informasi yang diperoleh dari pasien menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya tidak mendikte rangkaian anamnesis yang akan anda lakukan diklinik, karena biasanya wawancara akan lebih bervariasi dan anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen anamnesis komprehensif mencakup :

1. Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien, terutama dalam keadaan darurat atau pada rumah sakit. 

2. Mengidentifikasi data pribadi pasien
Komponen ini mencakup nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan pekerjaan. Sumber informasi dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga atau teman, atasan, konsultan, atau data rekam medis sebelumnya. 

3. Tingkat Reliabilitas (Dapat dipercaya atau tidak)
Sebaiknya dicatat jika dapat diketahui. Komponen ini penting untuk menentukan kualitas dari informasi yang diberikan oleh pasien dan biasanya ditentukan pada akhir anamnesis. Pasien yang ragu-ragu dalam menjelaskan gejala yang dialami dan tidak dapat menjelaskan secara detail apa yang dirasakan, mencerminkan bahwa informasi yang diperoleh dari anamnesis tidak dapat dipercaya sepenuhnya. Sebaliknya, pasien dengan yang menjelaskan keluhan yang dirasakan secara rinci dan meyakinkan mencerminkan kualitas informasi yang dapat dipercaya. Kedua keadaan tersebut hanyalah contoh, masih banyak keadaan dari pasien yang dapat memperlihatkan tingkat reliabilitas informasi yang diberikan pada anamnesis. 

4. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan klinik. Usahakan untuk mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien, misalnya “sakit perut” atau “badan panas”. Terkadang pasien yang datang tidak memiliki keluhan yang jelas seperti pada pemeriksaan rutin berkala dan pemeriksaan kepegawaian.

5. Anamnesis terpimpin
Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan bersifat kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien. Komponen ini harus mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu terjadinya keluhan, manifestasinya, dan pengobatan yang telah dilakukan. Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik yang menjelaskan (1) lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu terjadinya keluhan; (6) faktor lain yang memperberat atau memperingan gejala; (7) gejala lain yang terkait dengan keluhan utama. Ketujuh poin tersebut sangat penting diperoleh untuk memahami seluruh gejala pasien. Penting pula untuk menelusuri keberadaan gejala lain yang akan dibahas pada ulasan tiap sistem tubuh. Keberadaan atau absennya suatu gejala dapat membantu memikirkan diagnosis differensial, yang merupakan beberapa diagnosis yang paling dapat menjelaskan keadaan pasien. Anamnesis terpimpin harus dapat mengungkap respon pasien terhadap gejala yang ia alami atau dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupannya. Harus diingat, informasi mengalir secara spontan dari pasien, tetapi mengorganisir informasi tersebut merupakan tugas dokter.

Pengobatan yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi, termasuk nama obat, dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Catat pula mengenai vitamin, mineral, atau suplemen herbal, dan obat KB. Meminta pasien membawa seluruh obat yang dikonsumsi merupakan ide yang baik agar anda dapat secara langsung melihat obat apa yang digunakan. Alergi, termasuk reaksi spesifik untuk suatu pengobatan seperti gatal atau mual, harus ditanyakan, begitupula alergi terhadap makanan, serangga, atau faktor lingkungan lainnya. Tanyakan pula mengenai kebiasaan merokok, termasuk jumlah dan jenis rokok yang dikonsumsi. Jika ia telah atau pernah berhenti, tanyakan sejak kapan ia berhenti dan seberapa lama. 

6. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa kecil. Selain itu, informasi mengenai riwayat penyakit pada masa dewasa perlu didapatkan dan mencakup empat hal yaitu sebagai berikut
a. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi, asma, hepatitis, HIV, dan informasi riwayat opname. 
b. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis operasi yang dilakukan
c. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat menstruasi, keluarga berencana, dan fungsi seksual
d. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat opname, dan pengobatan yang dijalani
Selain keempat hal tersebut anda juga perlu memperoleh infomasi mengenai vaksinasi yang telah dilakukan, dan hasil pemeriksaan skrining yang pernah dijalani pasien.

7. Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian, atau penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek, saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang dicantumkan berikut: hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes, gangguan thyroid atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan alergi, serta keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.

8. Kepribadian dan Riwayat Sosial
Hal ini mencakup kepribadian pasien dan minat, sumber dukungan, cara mengatasi masalah, kekuatan, dan ketakutan. Sebaiknya ditanyakan mengenai: pekerjaan dan tingkat pendidikan; sumber stress, baik yang baru muncul atau yang telah kronik; pengalaman hidup penting; kegiatan pengisi waktu, dan aktivitas hidup sehari-hari (activities of daily living/ADL). Fungsi dasar minimal harus ditanyakan, terutama pada pasien lansia dan orang cacat. Kepribadian dan riwayat sosial juga melingkupi kebiasaan hidup yang sehat atau menciptakan resiko, seperti olahraga atau pola makan, tanyakan frekuensi olahraga, pola makan harian, suplemene, konsumsi kopi atau teh. Anda dapat pula menanyakan riwayat pengobatan alternatif yang pernah diikuti pasien. 

9. Ulasan Sistem Tubuh
Memahami dan menggunakan pertanyaan untuk memperoleh informasi dari sistem tubuh pada mulanya sulit dilakukan. Pikirkan mengenai rangkaian pertanyaan dari kepala hingga ujung jari kaki (head to toe) Penting untuk memberitahu pasien bahwa anda akan menanyakan banyak pertanyaan dan hal ini anda butuhkan untuk membuat anamnesis anda menjadi lengkap. 

Mulailah dari pertanyaan umum yang dapat anda berikan untuk tiap sistem tubuh yang berbeda-beda. Hal ini memfokuskan perhatian pasien dan mempermudah anda untuk menanyakan hal yang lebih spesifik. Contoh pertanyaan permulaan : “ada keluhan pada telinga atau pendengaran anda?”, “bagaimana pernapasan anda?”, “Ada masalah dengan pencernaan?”, dsb. Perlu diketahui anda perlu menambahkan beberapa pertanyaan tergantung dari usia pasien, keluhan, keadaan umum, dan keputusan klinis anda. 

Pertanyaan untuk setiap sistem tubuh dapat mengungkap permasalahan yang pasien tidak hiraukan, terutama daerah lain yang tidak terkait dengan keluhan utama. Kejadian medis penting seperti penyakit terdahulu yang bermakna atau kematian orang tua, membutuhkan eksplorasi penuh. Buat teknik pertanyaan anda menjadi lebih fleksibel. Mewawancarai pasien dengan beragam pertanyaan, penting bagi anda untuk mengorganisir menjadi format tertulis yang formal setelah anamnesis dan pemeriksaan diselesaikan.

Beberapa dokter juga melakukan anamnesis ini bersamaan dengan pemeriksaan fisik untuk tiap sistem. Jika pasien hanya memiliki sedikit gejala, kombinasi anamnesis dan pemeriksaan fisik mengefisiensikan waktu. Akan tetapi, jika terdapat banyak gejala, rangkaian pertanyaan dapat mengganggu pemeriksaaan dan pencatatan informasi akan kurang baik.

Dibawah ini merupakan daftar pertanyaan untuk tiap sistem. Jika anda telah berpengalaman, menanyakan hal-hal dibawah ini tidak memerlukan banyak waktu :
a. Keadaan umum, berat badan sebelum keluhan, perubahan berat badan. Kelemahan, kelelahan, demam
b. Kulit, gatal, bercak, benjolan, kering, perubahan warna, perubahan rambut dan kuku
c. Telinga-Hidung-Tenggorok-Mata-Kepala, Kepala: Sakit kepala, cedera kepala, pusing, merasa kepala ringan; Mata: tajam pandangan, penggunaan kaca mata, pemeriksaan terakhir, nyeri, kemerahan, air mata berlebih, penglihatan ganda, penglihatan kabur, katarak, dll; Telinga: pendengaran, suara mendengung, vertigo, nyeri, infeksi, cairan keluar dari telinga; Hidung dan sinus: riwayat flu, sumbatan hidung, hingus, gatal, hidung berdarah, dan masalah sinus;Tenggorok (atau mulut dan faring): keadaan gigi, gusi, riwayat nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan suara parau. 
d. Leher, benjolan, pembesaran kelenjar, gondok, nyeri, atau kekakuan pada leher.
e. Payudara, benjolan, nyeri, cairan puting, riwayat pemeriksaan mandiri (Sadari)
f. Respiratorik, batuk, sputum, batuk darah, sesak napas, mengik. Anda dapat pula menanyakan ada tidaknya riwayat tuberkulosis, pneumonia, emphisema, asma, dan bronkhitis.
g. Kardiovaskuler, permasalahan jantung, tekanan darah tinggi, demam rematik, nyeri dada atau rasa tidak nyaman, palpitasi, sesak pada saat baring, paroxismal nocturnal dispnea, edema, riwayat EKG atau pemeriksaan jantung lainnya.
h. Gastrointestinal, sulit menelan, nyeri perut dan lokasinya, nafsu makan, mual, muntah, warna dan konsistensi feses, perdarahan anus, hemorrhoid, konstipasi, diare. Nyeri perut, intoleransi makanan, sendawa berlebihan.
i. Urinarius, frekuensi berkemih, poliuria, nokturia, urgensi, nyeri pada saat berkemih, batu ginjal, inkontinensi.
j. Genitalia, Pria: hernia, cairan dari penis, nyeri penis atau testis, riwayat penyakit menular seksual, kebiasaan seksual, kepuasan, metode KB, penggunaan kondom. Wanita: usia menarke; keteraturan, frekuensi dan durasi haid; jumlah darah, perdarahan diantara masa haid atau setelah berhubungan seksual; dismenore, gangguan pre-menstruasi; usia menopause, gejala menopause, perdarahan post-menapuse; sekret vagina, gatal, perih, benjolan, riwayat penyakit menular seksual dan pengobatannya; jumlah kehamilan dan kelahiran, metode KB, riwayat keguguran, komplikasi kehamilan; preferensi seksual, fungsi, kepuasan, permasalahan lain seperti dispareunia; terpapar dengan infeksi HIV.
k. Vaskuler perifer, klaudikasio intermitten, keram, varises.
l. Muskuloskeletal, nyeri otot dan sendi, kekakuan, arthritis, riwayat gout, dan nyeri punggung. Jika dirasakan, tanyakan lokasi dari otot atau sendi yang mengalaminya, ada tidaknya bengkak, kemerahan, nyeri, kekakuan, kelemahan, atau pergerakan yang terbatas; termasuk waktu gejala tersebut terjadi, durasi, dan riwayat trauma
m. Neurologik, pingsan, kejang, kelemahan, paralisis, rasa baal, kesemutan, tremor atau pergerakan involunter lainnya.
n. Hematologik, anemia, gusi mudah berdarah, riwayat reaksi post transfusi
o. Endokrin, masalah thyroid, intoleransi panas dan dingin, keringat berlebih, haus dan lapar berlebih, poliuria, perubahan ukuran sepatu yang mendadak
p. Psikiatrik, kecemasan, ketegangan, mood termasuk deresi, gangguan memori, percobaan bunuh diri jika ada. 

B. Persiapan Anamnesis
Mewawancarai pasien untuk memperoleh infomasi kesehatan membutuhkan rencana. Anda sebaiknya mempertimbangkan beberapa poin penting dibawah ini sebelum menjalin hubungan yang baik dengan pasien, poin penting tersebut adalah:

1. Luangkan waktu untuk introspeksi. 
Sebagai seorang dokter, kita akan menghadapi beragam jenis orang, dan masing-masing memiliki keunikan. Mendirikan hubungan yang baik dengan keragaman usia, kelas sosial, ras, etnis, dan keadaan kesehatan atau penyakit merupakan kesempatan yang jarang dan suatu keistimewaan seorang dokter. Menjadi terbuka dan menghargai perbedaan merupakan suatu keterampilan yang cukup sulit. 

2. Membaca Rekam Medis Pasien
Sebelum bertemu pasien, bacalah rekam medisnya. Tujuan dari al tersebut untuk mengumpulkan informasi yang berharga untuk kemudian membantu kita mengembangkan pikiran mengenai apa yang perlu kita dapatkan dari pasien. Perhatikan data identitas, daftar keluhan, daftar medikasi, dan detil lainnya, seperti ada tidaknya alergi. Rekam medik seringkali memberikan informasi berharga mengenai diagnosis terdahulu dan penanganannya.
3. Menetapkan Tujuan Anamnesis
Sebelum memulai anamnesis, penting untuk mengklarfikasikan tujuan dalam wawancara. Sebagai seorang dokter, tujuan utama dapat mencakup hal yang sangat luas mulai untuk mengisi formulir yang dibutuhkan oleh fasilitas kesehatan hingga untuk membentuk hipotesis yang didasari oleh rekam medis yang telah dibaca sebelumnya. Dengan menggunakan sedikit waktu untuk menentukan tujuan anamnesis anda, anda akan merasa mudah untuk memunculkan pertanyaan yang akan megarahkan anda pada tujuan klinis anda.

4. Memperhatikan Perilaku dan Penampilan Diri
Seperti anda memperhatikan pasien anda selama anamnesis, pasien akan memperhatikan anda pula. Secara sadar atau tidak, anda mengirim pesan melalui kata-kata anda dan perilaku anda. Postur tubuh, gestur, kontak mata, dan nada suara dapat mengekspresikan minat, perhatian, penerimaan, dan pemahaman. Seorang pewawancara yang handal terlihat tenang dan tidak terburu-buru, bahkan ketika waktu terbatas. Reaksi yang dapat menunjukkan ketidaksetujuan, memalukan, ketidaksabaran, dan kebosanan seringkali dokter rasakan, dokter harus dapat menyembunyikan reaksi tersebut.

Penampilan anda juga mempengaruhi hubungan klinis anda. Dokter yang berpakaian rapi, bersih, konservatif, dan disertai papan nama dapat meyakinkan pasien. Pertimbangkanlah perspektif pasien. Ingat bahwa anda menginginkan pasien untuk mempercayai anda.

5. Memperbaiki Lingkungan Klinik
Buatlah klinik menjadi senyaman mungkin dan memberikan privasi pada pasien. Walaupun anda harus berbicara dengan pasien anda dalam keadaan yang menyulitkan, lingkungan yang memadai menunjang komunikasi. Jika terdapat tirai, tutuplah tirai tersebut sebelum memulai percakapan. Sebagai seorang “tuan rumah”, bagian dari pekerjaan anda adalah untuk mengatur lokasi “tamu” yang anda akan terima, dalam hal ini pasien yang mengunjungi anda.

6. Mempersiapkan catatan
Sebagai pemula anda mungkin membutuhkan catatan untuk menulis informasi yang anda temukan pada saat anamnesis. Walaupun seorang dokter yang berpengalaman dapat mengingat banyak informasi tanpa catatan, tidak ada seorang pun yan dapat mengingat seluruh detil informasi dari anamnesis komprehensif. Buatlah catatan yang ringkas, padat, dan mudah dipaham, jangan sampai perhatian anda dalam mewawancarai pasien terganggu dengan kesibukan anda dalam mencatat.

C. Proses Anamnesis
Setelah anda menyediakan waktu mempersiapkan wawancara, anda siap untuk mendengarkan pasien, menemukan permasalahannya, dan mempelajari penyakit yang dialaminya. Pada umumnya, anamnesis memiliki beberapa tingkat. Selama proses ini, sebagai dokter, anda haru selalu memahami perasaan pasien, membantu pasien mengungkapkan masalahnya, berespon terhadap isi anamnesis, dan menemukan hal yang bermakna. Berikut ini merupakan rangkaian tahapan dalam anamnesis :

1. Menyalami pasien dan menciptakan hubungan yang bersahabat
Momen awal yang anda miliki bersama pasien merupakan fondasi dari hubungan dokter-pasien selanjutnya. Bagaimana anda menyapa pasien dan pengunjung lain di ruangan anda akan memberikan kenyamanan pasien, dan akan membentuk kesan pertama pasien terhadap anda. 
Anda memulai dengan menya pa pasien anda dengan namanya dan memeperkenalkan nama anda. Jika memungkinkan, berjabat tangan. Jika ini adalah pertemuan pertama, jelaskan peranan anda dan bagaimana anda akan terlibat dalam proses terapeutik.

Ketika ada pengantar pasien di dalam ruangan, pastikan anda menyadarinya dan menyapa mereka menanyakan siapa namanya dan apa hubungannya dengan pasien. Biarkan pasien memutuskan apakah pengantarnya berada dalam ruangan atau diluar ruangan dan minta izin pada pasien untuk menganamnesis didepan pengantar pasien.

Penting untuk memperhatikan kenyamanan pasien. Lihat jika anda melihat tanda ketidaknyamanan seperti mengganti posisi duduk berulang kali atau ekspresi wajah yang menunjukkan perasaan kecemasan atau nyeri. Pikirkan mengenai tata ruang dan sejauh mana anda sebaiknya dengan pasien anda. Ingat bahwa latar belakang budaya dapat mempengaruhi jarak antar individu. Pilihlah jarak yang dapat memfasilitasi percakapan dan kontak mata yang baik. 

Jangan alihkan perhatian anda terhadap hal lain. Coba untuk tidak melihat ke bawah untuk mencatat atau membaca rekam medik, dan luangkan sedikit waktu untuk bercengkrama kepada pasien.

2. Mengundang Cerita Pasien
Setelah menciptakan hubungan yang bersahabat dengan pasien anda siap untuk mengejar alasan pasien untuk melakukan kunjungan klink, atau biasa disebut keluhan utama. Mulailah dengan pertanyaan terbuka yang membebaskan pasien untuk berespon. ”Keluhan apa yang membawa anda kesini hari ini, pak?” atau ”Ada yang bisa saya bantu,pak?”. Pertanyaan seperti diatas memacu pasien untuk mengungkapkan keluhannya dan tidak membatasi pasien pada jawaban yang terbatas dan tidak informatif seperti jawaban ”ya” atau ”tidak”. 

Penting bagi anda untuk berlatih mengikuti kemauan pasien. Teknik wawancara yang baik menggunakan petunjuk verbal dan non-verbal untuk mempersilahkan mereka berkeluh secara spontan. Sebaiknya anda terlihat mendengarkan secara aktif dengan menganggukkan kepala anda atau menggunakan kata seperti ”oh ya?”, ”terus?” dan ”oh begitu..”

Beberapa pasien mungkin hanya melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan tidak memiliki keluhan yang spesifik. Adapul pasien yang langsung menginginkan pemeriksaan fisik karena merasa tidak nyaman mengungkapkan keadaannya. Pada keadaan seperti ini, meminta pasien untuk mulai bercerita tetap penting dilakukan.

3. Menggunakan Waktu Seefektif Mungkin
Dokter biasanya melakukan anamnesis dengan tujuan tertentu dalam pikiran mereka. Pasien juga memiliki pertanyaan dan permasalahan tertentu. Penting untuk mengidentifikasi seluruh permasalahan ini pada saat permulaan. Melakukan hal tersebut memudahkan anda untuk menggunakan waktu yang tersedia secara efektif. Untuk semua dokter, pengaturan waktu selalu penting dilakukan. Sebagai dokter, anda harus memfokuskan wawancara pada permasalahan yang paling mencolok.

4. Memperluas dan Mengklarifikasi Anamnesis
Anda dapat memandu pasien untuk menjelaskan beberapa informasi yang sepertinya paling penting. Bagi seorang dokter, setiap gejala memiliki atribut yang harus diklarifikasikan, termasuk konteks, keterkaitan, dan kronologis, terutama keluhan nyeri. Untuk seluruh gejala, sangat penting untuk memahami karakteristik utamanya. Tujuh atribut untuk tiap gejala harus senantiasa ditanyakan. 


Ketika anda memulai mengeksplorasi atribut tersebut anda harus yakin bahwa anda menggunakan bahwasa yang sesuai dan dapat dimengerti oleh pasien. Bahasa yang teknis membingungkan pasien dan biasanya memperburuk komunikasi. Sedapat mungkin, gunakanlah kata-kata pasien dan pastikan anda mengklarifikasi apa yang diucapkannya

Untuk mengisi detail tertentu, fasilitasi pasien dengan mengarahkan pasien dari pertanyaaan terbuka menuju pertanyaan tertutup dan kemudian kembali ke pertanyaan terbuka lainnya.
Mendapatkan rangkaian waktu dan perjalanan gejala yang dialami pasien sangat penting. Anda dapat mengembangkan kronologis penyakit dengan memberi pertanyaan ”kemudian?” atau ”setelah itu, apa yang terjadi?”

5. Menciptakan dan Mengecek Hipotesis Diagnostik
Ketika anda mendengarkan permasalahan pasien, anda akan memulai ntuk menciptakan dan mengecek hipotesisi diagnostik mengenai proses penyakit apa yang sebenarnya menjadi penyebab. Mengidentifikasi beberapa atribut mengenai gejala pasien dan mengejar detil spesifik merupakan hal fundamental untuk mengetahui pola penyakit dan membedakan satu penyakit dengan penyakit lainnya. Ketika anda lebih mengetahui mengenai pola penyakit, mendengarkan pasien dan mengaitkan informasi dengan pola tersebut akan terasa menjadi lebih otomatis. Sebagai data tamahan yang akan bermanfaat bagi analisa anda gunakan pertanyaan yang relevan pada ulasan tiap sistem tubuh. Dengan cara ini anda akan menyusun bukti klinis dalam menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan diagnosis.

6. Memiliki Pemahaman yang Sama Terhadap Masalah Pasien
Dari beberapa literature terkini telah jelas bahwa memberikan fasilitas kesehatan yang baik membutuhkan pemahaman mendalam mengenai masalah yang ditimbulkan dari gejala yang dialami pasien. Tujuh atribut suatu gejala dapat memberikan detil yang bermanfaat dalam anamnesis pasien, selain itu dibutuhkan pemahaman mengenai perbedaan penyakit dan sakit sehingga dokter dapat memahami sepenuhnya apa yang perlu diketahui.

Penyakit merupakan penjelasan yang dimunculkan seorang klinis dalam menjawab gejala yang dialami pasien. Hal ini berasal dari cara dokter mengolah informasi yang ditemukan dari pasien dan menerjemahkannya menjadi diagnosis klinis dan rencana penatalaksanaan. Sakit dapat didefinisikan sebagai pengalaman yang dialami oleh pasien terhadap suatu gejala. Banyak faktor yang dapat membentuk pengalaman ini, termasuk riwayat kesehatan pribadi atau keluarga, efek dari gejala terhadap keseharian, pandangan individual, dan harapan dari penananganan medis.
Keluhan utama seperti nyeri tenggorokan dapat menggambarkan dua hal yang berbeda ini. Pasien kemungkinan paling memikirkan nyeri dan kesulitan menelan, pengalaman kerabatnya yang pernah diopname akibat tonsilitis, atau  tidak hadir di kantor. Dokter, kemungkinan hanya berpikir pada poin spesifik pada anamnesis yang membedakan antara faringitis streptococcus dengan etiologi lainnya. Untuk mengerti harapan pasien, dokter sebaiknya lebih memahami dari sekedar atribut suatu gejala. Mempelajari persepsi pasien terhadap sakit membutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang menjawab poin dibawah ini :
a. Pemahaman pasien mengenai penyebab permasalahan
b. Perasaan pasien, terutama ketakutan akan permasalahn
c. Hatapan pasien dari dokter dan penanganan 
d. Efek masalah terhadap kehidupan pasien
e. Pengalaman serupa yang pernah dialami keluarga atau kerabat
f. Respon terapeutik yang pernah pasien lakukan.
Pasien kemungkinan mengkhawatirkan bahwa suatu nyeri merupakan gejala dari penyakit yang serius dan ingin penanganan, di lain pihak, pasien mungkin kurang peduli dengan penyebab nyeri tersebut dan hanya ingin pereda nyeri. Anda harus mengerti apa yang diharapkan pasien dari anda

7. Menentukan Rencana Selanjutnya
Mempelajari penyakit dan mengkonseptualisasikan sakit memberikan anda dan pasien suatu kesempatan untuk menemukan gambaran permasalahan. Gambaran ini akan membentuk dasar dalam merencanakan pemeriksaan selanjutnya (pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium, konsul, dll) dan merancang penatalaksanaan. 

8. Menjadwalkan Pertemuan Berikutnya
Anda mungkin merasa mengakhiri suatu wawancara sulit dilakukan. Pasien kemungkinan memiliki banyak pertanyaan dan jika anda telah melakukan pekerjaan anda dengan baik, mereka akan nyaman berbicara terus dengan anda. Yakinkan bahwa pasien mengerti mengenai rencana yang telah anda kembangkan. Pada saat anda menutup pembicaraan, anda perlu menjelaskan kembali rencana ini.

Pasien sebaiknya memiliki kesempatan untuk memberikan pertanyaan terakhir, akan tetapi hal tersebut dapat memakan waktu jika pasien membawa topik baru. Jika hal tersebut terjadi, maka yakinkan pasien anda bahwa anda akan menyelesaikan permasalahan tersebut pada waktu yang akan datang.

Senin, 25 Mei 2009

Mencegah Gangguan Ingatan

Mencegah Gangguan Ingatan
Oleh Aaron P Nelson dalam Harvard Medical School Guide To Achieving Optimal Memory
Alih Bahasa oleh Husnul Mubarak, S.Ked

Tak peduli seberapa tua anda, tidak pernah terlambat untuk mengambil langkah untuk mencegah gangguan ingatan atau lupa. Pada bagian ini, Harvard membahas sembilanstrategi untuk menjaga dan mengoptimalkan ingatan. Beberapa dari tips ini merupakan kebiasaan menyehatkan yang dapat mengurangi resiko penyakit yang kemungkinan menggangu ingatan begitupula mengurangi kecenderungan anda untuk berobat akibat ingatan yang buruk. Terdapat pula strategi yang sepertinya menguatkan otak dan meningkatkan fungsi kognitif. Berita terbaiknya, strategi ini semuanya tidak mahal dan tidak sulit dilakukan.

Lakukan Olahraga Rutin

Didalam tubuh yang sehat terdapat pikiran yang kuat. Seseorang yang sering berolahraga dengan rutin cenderung memiliki ingatan yang tajam pada umur tujuh dan delapan puluhan tahun. Anda tidak perlu lari maraton atau mengerjakan hal-hal ekstrim lainnya, yang anda perlu lakukan adalah menjaga jantung tetap berdetak kencang dan mengeluarkan keringat. Suatu penelitian yang dilakukan oleh MacArthur Foundation Study of Aging di Amerika menyimpulkan bahwa peserta penelitian dengan fungsi kognitif yang kuat berolahraga hampir tiap hari.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 dari Case Western Reserve University School of Medicine menyimpulkan bahwa berolahraga dengan jogging atau terlibat dalam hobbi yang aktif secara fisik, seperti berkebun, memiliki resiko penyakit Alzheimer yang lebih rendah dibandingkan seseorang dengan gaya hidup bermalas-malasan. Mengapa olahraga fisik mempengaruhi kesehatan otak dan fungsi kognitif? Peneliti dari Universitas Illinois berpikir bahwa hubungannya melibatkan beberapa faktor, yang terkait dengan kemampuan olahraga untuk memaksimalkan plstisitas otak : meningkatkan pertumbuhan kapiler disekitar neuron, yang menyediakan oksigen dan gizi; meningkatkan kepadatan sinaptk, mempromosikan efek positif kolinergik. Peneliti mempublikasikan hasil dari dua penelitian ini pada tahun 2004.

Pada penelitian pertama, pada orang berusia empat puluh tahun keatas, ditemukan bahwa peserta dengan stamina kardiovaskuler yang lebih baik (sebagaimana yang digambarkan oleh uptake oksigen maksimal selama aktivitas aerobik) bekerja lebih baik pada tugas yang kompleks dan memperlihatkan aktivitas fMRI yang secara bermakna lebih tinggi pada regio otak yang berkaitan. Pada penelitian yang kedua, dua puluh sembilan orang dewasa, usia 58 hingga 77 tahun, secara acak dimasukkan dalam kelompok yang aktif berolahraga dan pada kelompok yang kurang beraktivitas. Setelah 6 bulan, kelompok aerobik yang memiliki peningkatan stamina kardiovaskuler dibandingkan kelompok kontrol.

Aktivitas fisik juga dikaikan dengan resiko perkembangan demensia. Peneliti pada Hawaii menemukan bahwa seorang lansia yang berjalan dengan jarak yang paling dekat memiliki peningkatan resiko demensia sebesar dua kali lipat dibandingkan pria yang berjalan dengan jarak yang lebih jauh. Peneliti dari Harvard melaporkan penemuan serupa dari Nurses’ Health Study, yang diikuti lebih dari 120.000 orang wanita Amerika sejak tahun 1976.

Banyak orang sulit menemukan waktu untuk berolahraga karena jadwal kerja yang padat dan kewajiban terhadap keluarga. Jawaban penulis adalah, pasti suatu saat tidak ada waktu untuk berolahrga, kana tetapi jangan biarkan kata-kata “Saya sangat sibuk” menjadi pembelaan anda untuk bermalas-malasan. Inilah cara untuk mulai aktif secara fisik :
- Ketika memungkinkan, pilih jalan kaki atau bersepeda, tidak menyetir atau naik motor.
- Berkeliling kompleks perumahan dengan berjalan tiap hari pada sore hari. Sebagai motivasi, minta pasangan atau teman anda untuk menemani anda berjalan.
- Gunakan tangga bukan lift jika ingin ke tempat kerja
- Berkebun
- Bergabung dengan kelompok senam
- Berenang secara rutin jika fasilitas memadai
- Lakukan olahraga yang membutuhkan tenaga seperti tenis, lari, atau bersepeda.

Tidak Merokok

Banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa perokok tidak memiliki daya ingat sebaik orang yang tidak merokok. Hal tersebut tidaklah mengejutkan jika anda berpikir bahwa merokok merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan penyakit lain yang berkontribusi secara langsung dan tidak langsung terhadap gangguan ingatan. Merokok juga merusak paru-paru dan menyempitkan pembuluh darah yang menuju ke otak, menurunkan suplai oksigen sehingga membahayakan neuron-neuron.

Peneliti kesehatan masyarakat dari British telah mengikuti lebih dari lima ribu orang yang lahir pada tahun 1946, mensurvey kebiasaan merokok mereka dari waktu ke waktu. Pada tahun 1999, ketika subjek penelitian telah berusia 53 tahun, peneliti mengeksplorasi hubungan antara keaktifan merokok dan kemampuan dalam tes kognitif. Peneliti menemukan bahwa merokok berhubungan dengan penurunan yang lebih berat dalam hal kemampuan memori verbal dan kecepatan pengolahan visual dan yang terpenting, mereka menemukan bahwa kemampuan kognitif yang lebih baik pada seseorang yang berhenti merokok pada jangka waktu peneitian.

Suatu penelitian besar di Eropa melaporkan hal yang serupa pada sampel lanjut usia. Perokok mengalami tingkat penurunan yang lebih besar dalam hal penilaian fungsi kognitif global dibandingkan yang tidak merokok. Penelitian ini mengatakan bahwa merokok dapat mempengaruhi fungsi kognitif dengan memicu cedera cerebrovaskuler akibat adanya atherosclerosis dan hipertensi.

Mengkonsumsi Vitamin

Dianjurkan untuk mengkonsumsi vitamin C karena banyak penelitian yang melaporkan bahwa antioxidant mencegah gangguan ingatan akibat penuaan dan demensia, termasuk penyakit Alzheimer. Antioxidant melawan radikal bebas, suatu molekul yang normal berada pada tubuh tetapi merusak jaringan tubuh yang sehat, termasuk jaringan otak. Kita ketahui bahwa radikal bebas mempercepat proses penuaan, dan maka dari itu, beralasan jika dikatakan antioxidant dapat mempercepat gangguan ingatan yang terkait penuaan. Sepertinya pula radikal bebas berkontribusi terhadap perkembangan penyakit Alzheimer, karena kerusakan oksidatif yang ditemukan pada otopsi otak pasie Alzheimer. Suatu penelitian menyebutkan bahwa vitamin E dan C bermanfaat dalam penatalaksanaan gangguan ingatan terkait penuaan. Penelitian pada tahun 2002 mempublikasikan pada Archieves of Neurology menyatakan bahwa vitamin E, bukan antioxidant lainnya, dapat memperlambat penurunan mental terkait penuaan. Peneliti mensurvey 2889 individu (rerata usia 74 tahun) terkait mengenai intake gizi dan penggunaan suplemen vitamin dan mineral kemudian mengevaluasi perubahan dalam hal fungsi kognitif dalam jangka waktu sekitar tiga tahun. Orang yang mengkonsumsi vitamin E paling banyak mengalami penurunan fungsi kognitif 36% lebih sedikit dibandingkan mereka yang mengkonsumsi paling sedikit.
Terdapat pula bukti bahwa vitamin C dan E, jika dikonsumsi bersamaan, akan mencegah demensia. Penelitian terhadap 3385 pria Amerika-Jepang usia 71 hingga 93 tahun, menyimpulkan bahwa konsumsi suplemen vitamin C dan E secara rutin memiliki insiden demensia 88% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi kedua suplemen tersebut. Tingkat demensia paling sedikit pada pria yang mengkonsumsi vitami C dan E paling lama, menyimpulkan bahwa konsumsi jangka panjang penting untuk menjaga fungsi kognitif.
Terdapat bukti penelitian lain yang mempertanyakan kemampuan suplemen antioxidan dalam mencegah penyakit Alzheimer. Suatu penelitian pada tahun 2003 terhadap 980 orang, melaporkan tidak ada keterkaitan antara intake antioxidant dengan perkembangan penyakit Alzheimer. Akan tetapi, penelitian pada tahun 2004 yang lebih besar yang dipublikasikan oleh Archieves of Neurologi menemukan bahwa seseorang yang mengkonsumsi suplemen vitamin C dan E memiliki resiko yang lebih rendah untuk mengalami Alzheimer dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi suplemen antioxidant. Pada penelitian ini sebanyak 4740 orang umur 65 tahun keatas disurvey mengenai konsumsi vitamin dan tanda Alzheimer serta bentuk demensia lainnya dievaluasi. Prevalensi pasien dengan penyakit Alzheimer lebih rendah 78% pada populasi yang mengkonsumsi vitamin C dan E dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi. Insiden penyakit Alzheimer selama penelitian ini 64% lebih rendah pada kelompok pengkonsumsi vitamin C dan E. Jika anda mengalami masalah dengan pembekuan darah – sebagai contoh terkait dengan defisiensi vitamin K atau anda mengkonsumsi obat yang dapat mengencerkan darah- anda sebaiknya mengkonsultasikan dengan dokter anda mengenai konsumsi vitamin E karena dapat mengganggi pembekuan darah.
Vitamin B juga penting sebagai proteksi neuron serta menghancurkan homosistein, suatu asam amino pada darah yang dalam kadar yang tinggi menjadi faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung, stroke, dan penyakit vaskuler perifer. Walaupun kadar vitamin B dapat disediakan oleh pola makan yang seimbang, defisiensi juga dapat dipengaruhi oleh usia.

Melibatkan diri Anda dengan Orang Lain (Bersosialisasi)

Tanpa perlu dikatakan, menjaga hubungan positif dengan keluarga dan sahabat secara emosional dan sosial merupakan suatu hadiah. Akan tetapi mungkin belum diketahui, bahwa hal tersebut baik pula untuk tubuh dan bermanfaat bagi otak anda. Penelitian yang dilakukan oleh MacArthur mengenai penuaan dan penelitian-penelitian lainnya menyatakan bahwa dukungan sosial yang baik dapat memperbaiki kemampuan ingatan.

Penelitian di Kanada yang dipublikasikan pada tahun 2003 mencoba mencari efek keterlibatan sosial terhadap fungsi kognitif pada kelompok lanjut usia dengan umur 65 tahun ke atas. Dalam kurun waktu empat tahun, peneliti menemukan bahwa ikatan sosial merupakan prediktor fugsi kognitif yang kuat. Dalam arti lain, probabilitas fungsi kognitif yang tetap kuat lebih tinggi pada lansia yang bersosialisasi lebih sering dan memiliki ikatan sosial yang baik, dan kecenderungan mengalami gangguan kognitif paling tinggi pada peserta penelitian yang secara sosial tidak terlibat. Peneliti menyimpulkan bahwa ikatan sosial dan aktivitas yang kurang merupakan faktor resiko terjadinya penurunan fungsi kognitif.

Terdapat beberapa alasan mengapa menjaga kehidupan sosial yang aktif dapat mencegah gangguan ingatan. Hubungan interpersonal dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk terlibat dalam aktivitas yang menstimulasi intelektual. Hubungan sosial juga mengurangi dampak dari peristiwa buruk dalam hidup sehingga mengurangi efek negatif stress terhadap otak.

Anda mungkin bertanya apakah semua hubungan sosial itu baik. Sebagai contoh, apakah sebaiknya anda berkawan dengan tetangga atau keluarga yang suka mengganggu karena anda berpikir hubungan tersebut akan bermanfaat bagi otak anda?Mungkin tidak, kecuali anda beranggapan bahwa hubungan tersebut dapat membaik. Hubungan yang terbaik adalah mereka yang dapat menghargai anda, membuat anda merasa dilibatkan dan dapat mendukung anda

Makan Makanan Bergizi

Makan banyak buah-buahan dan sayur-sayuran, disertai dengan gandum utuh; konsumsi lemak yang menyehatkan dari ikan dan kacang-kacangan. Makanan seperti ini menjaga kadar kolesterol anda dalam batas normal dan arteri tetap bersih. Manfaat ini kemudian menurunkan resiko terkena penyakit vaskuler dan stroke termasuk varian stroke yang ”tenang” yang dapat secara akumulatif merusak fungsi otak. Buah-buahan dan sayut-sayuran dapat bermanfaat dalam banyak hal; banyak yang menjadi sumber antioxidan yang baik, zat giiz yang mencegah efek buruk penuaan, begitu pula vitamin B-kompleks. Vitamin B juga ditemukan pada gandum utuh, nasi, kacang-kacangan, telur, daging, dan ikan. Kurangi mengonsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh atau lemak trans, yang dapat memicu atherosklerosis. Deposit lemak ini didalam pembuluh darah akan mempersempit aliran darah dan dapat menyebabkan stroke jika terlepas akibat menyumbat total aliran darah pada arteri-arteri kecil di otak.

Makan dengan sehat berarti mencegah kalori berlebihan sehingga anda dapat menjaga berat badan normal. Dibandingkan dengan orang yang overweight, seseorang dengan berat badan ideal cenderung jarang mengalami penyakit akibat penuaan, seperti diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan demensia.

Tidur Malam yang Berkualitas

Konsolidasi memori yang efektif bergantung pada kualitas tidur yang adekuat. Walaupun kebanyakan orang memiliki beragam durasi tidur yang dibutuhkan, seorang dewasa membutuhkan rerata durasi tidur sekitar tujuh setengah jam per malam. Peneliti menganjurkan enam jam tidur malam merupakan durasi minimal yang dibutuhkan kebanyakan orang untuk tetap awas pada hari berikutnya untuk menjaga memori tetap optimal. Kualitas tidur juga sama pentingnya dengan durasi tidur. Jika anda memeiliki permasalahan pernapasan pada saat anda tidur, seperti sleep apnea obstruktif, anda dapat tidur selama sepuluh jam semalam dan masih merasa tidak segar pada pagi hari. Jika anda menyadari anda mengalami hal tersebut (mungkin karena teman tidur anda mengeluh anda mendengkur), anda perlu segera mengunjungi dokter anda dan menangani permasalahan ini secepatnya.

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan dan mennjadi lebih sering seiiring penuaan. Sekitar satu dari tiga orang akan mengalami paling tidak satu fase insomnia dalam hidupnya. Kebiasaan sebelum tidur dibawah ini direkomendasikan untuk mereka :
• Menjaga dan konsisten dengan rutinitas jadwal tidur sehari-hari. Jika memungkinkan, pergilah tidur pada waktu yang sama tiap malam dan bangun pada waktu yang sama tiap pagi. Kebiasaan ini akan membantu seseorang untuk tidur dan bangun lebih mudah.
• Rencanakan olahraga pada permulaan hari. Olahraga yang berat sebelum tidur dapat mengganggu tidur. Olahraga pada pagi hari, meningkatkan kewaspadaan dan membantu tidur yang lebih baik pada malam hari.
• Mempernyaman tempat tidur anda. Atur suhu ruangan; kebanyakan orang lebih nyaman dengan suhu yang sejuk dibandingkan hangat. Atur pencahayaan-semakin gelap semakin baik. Remang-remang atau gelap total membantu banyak orang. Jika anda kesulitan tidur akibat adanya suara yang mengganggu, anda dapat membunyikan kipas angin dengan kecepatan rendah untuk menutupi suara tersebut.
• Hindari kopi dan sumber kafein lainnya setelah sore hari.
• Batasi konsumsi alkohol
• Hindari atau batasi tidur siang. Tidur siang dapat mengganggu siklus alami tidur anda dan membuat anda tidak merasa ngantuk pada saat anda benar-benar membutuhkan tidur.
• Minum sesuatu yang hangat sebelum tidur.
• Jangan memaksakan diri untuk tidur jika anda belum mengantuk. Jika anda sudah diatas tempat tidur tapi tetap terjaga dalam waktu tiga puluh menit lakukan aktivitas yang tidak merangsang. Kembali ke tempat tidur jika anda telah merasa mengantuk.
• Temukan cara anda untuk mendapatkan keadaan yang rileks.
• Perhatikan obat yang anda sedang konsumsi. Beberapa obat mengandung stimulans yang dapat mengganggu tidur seperti obat yang mengandung kafein dan pseudoefedrin.
Jika masalah tidur anda menetap, hubungi dokter anda. Anda akan mendapatkan penanganan terhadap gangguan tidur anda.

Pelajari Sesuatu yang Baru

Pada peneitian Mac Arthur, karakteristik yang paling berhubungan dengan fungsi kognitif yang baik terkait dengan penuaan adalah tingkat pendidikan seseorang. Kita berpikir bahwa pendidikan dapat menjaga memori tetap kuat dengan kebiasaan seorang pelajar seumur hidup – sebagai contoh, membaca banyak, terlibat dalam proyek intelekrual, dan secara intensif mengeksplorasi topik tertentu. Yaakov Stern dan kawan dari Universitas Columbia yang dilaporkan pada tahun 1994 meyatakan bahwa tingkat pendidikan dan pekerjaan yang tinggi terkait dengan penurunan resiko penyakit Alzheimer. Mereka berpendapat bahwa pendidikan yang tinggi memiliki kuasa untuk menjaga fungsi kognitif. Stern pula berhipotesis bahwa kuasa ini berdasar pada aktivasi jaringan otak yang lebih efisien atau kemampuan otak untuk memperbaiki jaringan jika dibutuhkan, misalnya pada trauma dan suatu penyakit. Beberapa pencitraan otak sepertinya membuktikan hipotesis ini. Pada pasien Alzheimer dengan tingkat keparahan penyakit yang sama, pencitraan fungsional dengan SPECT dan PET menunjukkan bahwa otak seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memperlihatkan perfusi darah dan aktivitas metabolisme yang lebih rendah dibandingkan pada otak seseorang dengan tingkat pendidikan yang rendah. Hal tersebut menyimpulkan bahwa kelainan vaskularisasi dan metabolisme otak harus lebih berat pada mereka dengan pendidikan yang lebih tinggi untuk menghasilkan gejala yang sama dengan seseorang dengan pendidikan yang lebih rendah.

Tanpa melihat tingkat pendidikan anda, anda juga dapat menjadi pelajar seumur hidup. Anda tidak perlu kembali sekolah (walaupun hal tersebut dapat sangat bermanfaat untuk memori anda). Usaha yang sedikit ambisius juga dapat bermanfaat seperti belajar memainkan alat musik atau melakukan hobby yang intelektual. Membaca secara rutin dan bermain game yang membutuhkan pemikiran strategis merupakan cara yang baik untuk melatih otak anda.

Memiiliki Semangat Hidup

Apakah ambisi anda? Apakah hal yang anda sangat minati sehingga konsentrasi anda akan otomatis menjadi penuh untuk melakukan hal tersebut? Untuk beberapa orang, hal tersebut dapat berupa seni rupa, musik, atau teater. Dapat pula berupa pengabdian rohani atau keterlibatan dalam politik. Dapat berupa atletik atau scientifik, organisasi kemanusiaan atau kesejahteraan anak. Kemungkinannya sangat tidak terbatas. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang memberikan tujuan dalam hidup anda. Yang terbaik adalah bagaimana menemukan cara hal-hal tersebut dapat menjembatani anda untuk berhubungan dengan orang lain dalam keluarga anda, komunitas anda, atau dunia luar.

Bagaimana hal ini dapat mencegah gangguan ingatan?Banyak. Pertama, memiliki semangat memberikan anda motivasi untuk mengejar pengetahuan baru dan mempelajarinya, Hal tersebut juga dapat memicu anda untuk berhubungan dengan orang lain yang dapat membagi minatnya kepada anda. Memiliki sesuatu hal yang dapat membuat hidup anda bermanfaat akan membantu anda melawan depresi dan berperan sebagai sawar terhadap stress, dua penyebab yang dapat mengganggu memori.

Mengatasi Stress

Sangat sulit untuk berkonsentrasi ketika anda dalam stress berat dan perhatian yang buruk merupakan penghalang utama dalam merekam memori baru. Gambaran fisiologis dari respon flight-or-fight mempengaruhi tingkat konsentrasi. Hidup dengan stress kronik dapat mengganggu memori anda dalam jangka panjang; kadar kortisol yang tinggi, berbahaya untuk hippocampus. Anda tidak dapat mengendalikan semua peristiwa yang memicu stress, akan tetapi anda dapat mengendalikan reaksi anda terhadapnya. Tidak ada penurun stress yang ampuh untuk seluruh orang. Anda perlu menemukan aktivitas dan strategi menghadapi stress yang efektif untuk anda. Pada beberapa orang, jawabannya dapat berupa yoga atau mengelilingi alam, mendengar musik atau curhat dengan sahabat dekat. Olahraga merupakan metode yang terbukti menurunkan stress. Latihan aerobik seperti berlari, bersepeda, dan berenang, merupakan cara yang sempurna untuk membakar seluruh stress dan emosi negatif.

Kamis, 14 Mei 2009

Lidah Putih


Warna Teks
Seorang pria dengan usia 55 tahun, tidak merokok, dengan multiple myeloma yang refrakter dengan kemoterapi, masuk rumah sakit untuk transplantasi stem-cell autolog. Palifermin diberikan sebelum dan setelah transplantasi. 3 hari setelah pemberian palifermin intravena pre-transplantasi, muncul plak putih lengket yang meliputi lidah. Kultur menunjukkan flora normal oral tanpa candida. Oral mucositis tidak dialami dan plak putih tersebut pudar tanpa penanganan dalam waktu 1 minggu dan tidak terjadi lagi setelah pemberian palifermin post-tranplantasi. Pasien dipulangkan 2 minggu setelah transplantasi sukses dilakukan. 

Palifermin, suatu rekombinan growth factor keratinocyte, digunakan untuk mencegah cedera mukosa oral yang dipicu oleh terapi sitotoksik pada pasien yang menjalani transplantasi stem cell hematopoetik. Palifermin memicu proliferasi dan differensiasi sel epitel. Lidah putih biasanya ditemukan pada pasien yang ditangani dengan palifermin dan kebanyakan bersifat sementara dan merupakan penebalan yang melindungi mukosa.

Rabu, 22 April 2009

Osteomyelitis

OSTEOMYELITIS

PENDAHULUAN

Osteomyelitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi piogenik atau non-piogenik seperti Micobacterium tuberkulosa atau Staphylococcus aureus. Infeksi dapat terbatas pada sebagian kecil tempat pada tulang atau melibatkan beberapa daerah seperti sum-sum, perioesteum, dan jaringan lunak disekitar tulang.
Awal tahun 1900 sekitar 20% pasien dengan osteomyelitis meninggal dan mereka yang selamat mengalami morbiditas yang bermakna. Sekarang ini, mortalitas dan morbiditas akibat osteomyelitis relatif rendah karena metode penanganan yang modern, termasuk penggunaan antibiotik dan intervensi invasif. Kunci keberhasilan penatalaksanaan osteomyelitis adalah diagnosis dini dan operasi yang tepat serta pemilihan jenis antibiotik yang tepat. Secara umum, dibutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan ahli orthopaedi, spesialis penyakit infeksi, dan ahli bedah plastik pada kasus berat dengan hilangnya jaringan lunak.
Gambar 1. Perbandingan antara tulang sehat dan tulang yang terinfeksi

PATOFISIOLOGI
Infeksi yang berhubungan dengan osteomyelitis dapat terlokalisir dan menyebar di periosteum, korteks, sum-sum tulang, dan jaringan kansellosa. Bakteri patogen yang menginfeksi bergantung pada usia pasien dan mekanisme infeksi.
Infeksi pada tulang dapat terjadi dengan dua mekanisme yaitu melalui aliran darah tulang dan melalui inokulasi langsung dari jaringan sekitar.
Osteomyelitis yang terjadi akibat infeksi melalui penyebaran darah terjadi disebabkan adanya bibit bakteri pada aliran darah, keadaan ini ditandai dengan infeksi akut pada tulang yang berasal dari bakteri yang berasal dari fokus infeks primer yang letaknya jauh dari tulang yang mengalami peradangan. Keadaan ini paling sering terjadi pada anak dan disebut dengan osteomyelitis hematogenous akut. Lokasi yang paling sering terkena adalah metaphyse yang bervaskularisasi tinggi dan dalam masa perkembangan yang cepat. Perlambatan aliran darah yang terjadi pada pada metaphyse distal menyebabkan mudahnya terjadi thrombosis dan dapat menjadi tempat bertumbuhnya bakteri.
Infeksi yang terjadi akibat inokulasi langsung dari jaringan sekitar terjadi akibat kontak langsung dari jaringan tulang dan bakteri akibat trauma atau post operasi. Mekanisme ini dapat terjadi oleh karena inokulasi bakteri langsung akibat cedera tulang terbuka, bakteri yang berasal dari jaringan sekitar tulang yang mengalami infeksi, atau sepsis setelah prosedur operasi.

Gambar 2. Perubahan patofisiologis pada osteomyelitis yang disebabkan oleh infeksi daerah sekitar.


KLASIFIKASI
Klasifikasi osteomyelitis berdasar dari beberapa kriteria seperti durasi dan mekanisme infeksi dan jenis respon host terhadap infeksi. Osteomyelitis berdasarkan durasi penyakit dapat diklasifikasi menjadi akut, subakut, dan kronik. Akan tetapi batas waktu untuk tiap klasifikasi masih belum tegas. Mekanisme infeksi dapat exogenous dan hematogenous. Osteomyelitis exogenous disebabkan oleh fraktur terbuka, operasi (iatrogenik), atau penyebaran infeksi dari jaringan lunak lokal. Jenis hematogenous terjadi akibat bakteremia. Osteomyelitis juga dapat dibagi berdasarkan respon host terhadap penyakit ini, pembagian tersebut adalah osteomyelitis pyogenik dan nonpyogenik. Cierny dan Mader mengajukan sistem klasifikasi untuk osteomyelitis kronis berdasarkan kriteria faktor host dan anatomis. Sistem klasifikasi yang lebih banyak digunakan adalah berdasarkan durasi (akut, subakut, dan kronis) dan berdasarkan mekanisme infeksi (exogenous dan hematogenous).

A. Osteomyelits Hematogenous Akut
Osteomyelitis hematogenous akut merupakan tipe infeksi tulang yang paling sering terjadi dan seringkali ditemukan pada anak. Infeksi ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding dengan wanita di segala kelompok usia. Penyebab terjadinya Osteomyelitis hematogenous akut ini adalah bakteremia, dimana keadaan ini umum ditemukan pada anak. Pertumbuhan bakteriologis dalam tulang pada umumnya terkait dengan beberapa keadaan yaitu trauma, penyakit kronik, malnutrisi, dan sistem imun yang inadekuat. Pada beberapa kasus, penyebab pasti dari penyakit ini tidak dapat ditentukan.

Patofisiologi

Patologi yang terjadi pada osteomyelitis hematogen akut bergantung pada umur, daya tahan tubuh, lokasi infeksi serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus ke tempat yang lain dalam tubuh pada fase bakteremia dan dapat menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk ke dalam luksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema di daerah metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh daragh tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Di samping proses yang disebabkan diatas, pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam perosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum di dalamnya. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus dari involucrum kelual melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.
Tahap selanjutnya, penyakit dapat berkembang menjadi osteomyelitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronik yang disebut abses Brodi.
Infeksi ini pada umumnya melibatkan metaphyse dari tulang panjang yang sedang berkembang terutama pada pasien pediatrik. Invasi bakteri mengakibatkan reaksi radang yang dapat menyebabkan nekrosis iskemik lokal pada tulang dan pembentukan abses. Semakin abses membesar maka tekanan intramedullare semakin meningkat dan mengakibatkan iskemia kortikal, yang kemudian mengakibatkan materi purulen keluar dari korteks masuk kedalam ruang subperiosteal. Abses subperiosteal pun terjadi. Jika dibiarkan tanpa penanganan proses ini akan mengakibatkan pembentukan sequestra yang luas dan osteomyelitis kronik. Efek ostemyelitis hematogenous akut pada anak tergantung pada suplai darah dan struktur anatomis tulang
Anak yang lebih muda dari 2 tahun memiliki beberapa pembuluh darah yang melintasi physis dan memudahkan tersebarnya infeksi pada epiphyse. Karena alasan ini, balita cenderung mengalami deformitas atau pemendekan tungkai jika physis dan epiphyse rusak akibat infeksi tersebut. Physis berperan sebagai barrier yang mencegah penyebaran langsung abses dari metaphyse ke epiphyse. Metaphyse memiliki sel fagosit yang relatif rendah dibanding physe dan diaphyse, keadaan ini menyebabkan infeksi lebih sering terjadi pada daerah ini. Abses yang terbentuk akan merusak korteks metaphyse yang tipis dan membentuk abses subperiosteal. Diaphyse sangat jarang terkena dan sekuestrasi jarang terjadi kecuali pada kasus-kasus yang berat
Anak dengan usia diatas 2 tahun memiliki physe yang secara efektif menjadi barrier terhadap penyebaran abses metaphyse. Akan tetapi, karena korteks metaphyse pada anak yang lebih tua semakin tebal, bagian diaphyse memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena infeksi. Jika infeksi mengenai diaphyse, suplai darah pada endosteal dipertaruhkan. Dengan adanya abses periosteal, suplai darah periosteal akan rusak dan mengakibatkan penyebaran yang lebih luas dan osteomyelitis kronis jika tidak ditangani dengan tepat.
Dari penelitian yang dilakukan Riise et al total insiden tahunan terjadinya osteomyelitis pada anak adalah 13 dari 100.000 orang. Osteomyelitis paling sering terjadi pada anak dibawah 3 tahun.
Setelah physis menutup, osteomyelitis hematogenous akut lebih jarang terjadi. Penyebaran bakteri secara hematogenous di tulang pada orang dewasa hanya ditemukan pada keadaan imun yang buruk. Walaupun infeksi ini dapat terjadi pada tulang mana saja ditubuh, pada umumnya corpus vertebra yang terkena. Pada pasien ini, abses menyebar secara perlahan, dan sekuestrasi yang luas jarang terjadi. Jika destruksi lokal pada tulang kortikal terjadi, maka akan menyebabkan fraktur patologis.
Infeksi akan menyebabkan terkumpulnya sel-sel inflamasi dan jika tidak diterapi, sel-sel inflamasi akan menghasilkan purulen. Pus ini akan menyebar melaui tiga jalan : melalui physis, kearah diaphysis, atau disekitar korteks. Purulen ini cenderung untuk mencari jalan yang minimal resistensinya, melalui korteks metaphysis, selanjutnya terbentuk pus subperiosteal. Walaupun hal ini merupakan rute yang biasanya terjadi, anak yang lebih muda ( kurang dari 1 tahun) dengan pembuluh darah transphyseal yang intak akan menunjukkan penyebaran epiphyseal dengan membentuk abses epiphyseal.
Penyebaran infeksi pada sendi juga dipengaruhi oleh usia seseorang. Pada anak dengan usia dibawah 2 tahun, suplai darah metaphyse dan epiphyse melintasi physis, memudahkan penyebaran abses metaphyse pada epiphyse dan pada akhirnya pada sendi. Sendi panggul yang paling sering terkena pada pasien usia muda, akan tetapi, physe humerus proximal, kolum radius, dan fibula distal berada intraartikuler dan infeksi pada daerah ini dapat mengakibatkan arthritis septik. Pada anak dengan usia yang lebih tua, sirkulasi seperti ini tidak ditemukan lagi dan arthritis septik jarang terjadi. Setelah physe menutup, infeksi dapat menyebar secara langsung dari metaphyse ke epiphyse dan kemudian melibatkan persendian.
Staphylococcus aureus merupakan organisme yang paling sering menginfeksi anak yang lebih tua dan orang dewasa dengan osteomyelitis. Bakteri gram negatif telah diketahui menjadi penyebab infeksi corpus vertebra pada orang dewasa. Pada bayi dengan ostemyelitis akut hematogenous, Staphylococcus aureus paling sering ditemukan, akan tetapi, kelompok streptokokkus dan koliform gram negatif juga sering didapati. Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif merupakan penyebab paling umum dari infeksi ortopedik pada bayi prematur yang dirawat pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU).
Pada dasarnya penyebaran agen bakteri ini memiliki dua cara yaitu penyebaran umum dan penyebaran lokal. Penyebaran umum yaitu melalui sirkulasi darah akibat bakteremia dan septikemia dan melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada daerah-daerah lain. Penyebaran lokal dengan adanya subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periosteum, selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit, penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septik, dan penyebaran ke medulla tulang sekitar.

Diagnosis

Evaluasi ostemyelitis hematogenous akut sebaiknya dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Gejala dan tanda dapat sangat beragam. Pada bayi, lansia, dan pasien dengan imunitas buruk, gambaran klinis minimal. Demam dan malaise dapat ditemukan pada stadium awal penyakit, namun kadangkala gejala ini juga tidak dirasakan. Adanya pembengkakan menandakan keadaan yang signifikan dimana sindrom kompartmen sering dilaporkan terjadi pada anak akibat osteomyelitis.
Pada pemeriksaan fisik biasa ditemukan adanya nyeri tekan pada palpasi daerah yang terinfeksi dan gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat jika terjadi spasme lokal. Gangguan pergerakan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau septik sendi.
Jumlah sel darah putih biasanya normal, akan tetapi nilai sedimentasi eritrosit (ESR) dan C-reactive protein (CRP) biasanya meningkat. CRP merupakan pengukuran respon fase akut dan berguna dalam mengawasi proses penyembuhan dari osteomyelitis akut karena nilainya kembali ke normal lebih cepat dibanding dengan ESR. Pada penelitian yang dilakukan oleh Orimolade et al pada pasien Osteomyelitis akut di Nigeria, ditemukan bahwa pasien osteomyelitis lebih cenderung mengalami anemia dibanding kelompok kontrol.
Gambaran radiologi polos biasanya tidak menunjukkan kelainan namun dapat ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Perubahan skelet seperti reaksi periosteal atau destruksi tulang biasanya tidak ditemukan pada foto polos hingga hari ke 10 dan 12 infeksi. Pemindaian tulang dengan menggunkan Technetium 99m dapat mengkonfirmasi diagnosis dalam 24 hingga 48 jam setelah terjadinya onset pada 90% hingga 95% pasien. MRI dapat memperlihatkan adanya perubahan akibat proses radang pada sum-sum tulang dan jaringan lunak.
Organisme penyebab dapat ditentukan pada sekitar 50% penderita melalui kultur darah. Aspirasi tulang biasanya memberikan diagnosis bakteriologis yang akurat dan sebaiknya dilakukan dengan abocath nomor 16 atau 18 pada tempat terjadinya pembengkakan dan nyeri yang maksimal, biasanya pada metaphyse tulang panjang. Ruang subperiosteal sebaiknya diaspirasi pertama kali dengan memasukkan jarum pada korteks bagian luar. Jika tidak didapatkan cairan atau material purulent, jarum diposisikan lebih dalam lagi untuk mengambil aspirat sum-sum tulang. Sampel yang diambil dikirim untuk dilakukan pewarnaan gram, kultur, dan tes sensitivitas antibiotik.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat segera setelah onset osteomyelitis hematogenous akut dapat memperkecil morbiditas. Operasi dan penanganan antibiotik merupakan penatalaksanaan terpenting dan pada beberapa pasien, dengan pemberian antibiotik saja dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Pemilihan antibiotik berdasar pada aktivitas bakteriosidal yang terkuat, toksisitas yang paling rendah, dan pertimbangan sosioekonomi.
Telah lama diketahui bahwa abses yang meluas membutuhkan drainase operatif. Akan tetapi, daerah peradangan ringan tanpa pembentukan abses dapat ditangani hanya dengan antibiotik. Pada tahun 1983 Nade menjelaskan mengenai lima prinsip dasar penanganan osteomyelitis hematogenous akut yang masih dapat diterapkan hingga saat ini: (1) Pemberian antibiotik yang tepat akan efektif sebelum pembentukan pus; (2) antibiotik tidak dapat mensterilkan jaringan yang tidak memiliki vaskularisasi atau abses dan daerah tersebut membutuhkan penanganan operatif; (3) Jika operasi berhasil, maka antibiotik sebaiknya diberikan untuk mencegah pembentukan ulang dan jahitan luka primer harus terjamin aman; (4) operasi sebaiknya tidak merusak tulang atau jaringan lunak yang iskemik; (5) antibiotik sebaiknya tetap diberikan setelah infeksi.
Pasien dengan osteomyelitis hematogenous akut sebaiknya mendapatkan perawatan supportif standar termasuk pemberian cairan intravena, analgetik yang tepat, dan penempatan tungkai atau ekstremitas yang terkena yang nyaman. Pemeriksaan berkala yang rutin sebaiknya dilakukan. Jika abses yang membutuhkan drainase operatif tidak ditemukan dengan aspirasi sum-sum tulang atau subperiosteal, maka pemberian antibiotik intravena berdasarkan pewarnaan gram diberikan. Antibiotik dengan spektrum yang sempit khusus untuk bakteri penyebab sebaiknya diberikan jika pewarnaan gram negatif, dan keadaan pasien tetap dimonitor. Kadar CRP serum sebaiknya diperiksa 2 – 3 hari setelah pemberian awal antibiotik. Jika dalam waktu 24 hingga 48 jam, tidak ada respon klinis yang bermakna terhadap pemberian antibiotik, maka abses yang tak terlihat sebaiknya dicari dan drainase operatif dipertimbangkan. Terdapat dua indikasi utama untuk operasi pada osteomyelitis hematogenous akut yaitu (1) keberadaan abses yang membutuhkan drainase dan (2) keadaan pasien tidak membaik walaupun telah diberikan antibiotik yang tepat.
Tujuan dari operasi adalah untuk drainase rongga abses dan membuang seluruh jaringan nekrotik. Ketika abses subperiosteal ditemukan pada bayi, beberapa lubang kecil sebaiknya dibuka melalui korteks hingga mencapai kanal meduller. Jika pus intrameduller ditemukan, maka sedikit bagian dari tulang diangkat. Kulit kemudian ditutup dengan longgar dan pada tungkai diberikan splint. Tungkai tersebut dijaga selama beberapa minggu agar terhindar dari fraktur patologis. Antibiotik intraavena sebaiknya diberikan setelah operasi. Durasi dari terapi antibiotik kontroversial, akan tetapi, saat ini cenderung mengarah pada terapi antibiotik yang semakin pendek, diikuti dengan antibiotik oral dan pengawasan kadar antibiotik serum. Hal ini sebaiknya ditentukan berdasar pada kebutuhan tiap individu dan dengan konsultasi dari ahli penyakit infeksi.
Setelah operasi dilakukan, splint tungkai posterior panjang diberikan pada tungkai dalam posisi anatomis, tumit dengan posisi 90 derajat dan jika pada siku dengan fleksi 20 derajat. Setelah luka telah sembuh, splint dilepas dan pasien diminta menggunakan tongkat bantu. Pasien di follow up selama 1 tahun dengan pemeriksaan radiologik.

B. Osteomyelitis Hematogenous Subakut
Dibandingkan dengan oseomyelitis hematogenous akut, osteomyelitis subakut memiliki onset yang lebih mendadak dan kurang memiliki gejala yang jelas, sehingga membuat diagnosis menjadi sulit. Osteomyelitis subakut ini cukup sering ditemukan. Jones et al melaporkan bahwa 35% pasien mereka dengan infeksi tulang memiliki osteomyelitis subakut

Diagnosis

Karena perjalanan penyakit yang samar dari osteomyelitis, diagnosis biasanya ditegakkan setelah 2 minggu. Tanda dan gejala sistemik minimal. Suhu tubuh hanya sedikit naik atau tidak sama sekali. Nyeri dengan derajat ringan sedang merupakan tanda yang konsisten mengarahkan diagnosis. Sel darah putih biasanya normal. ESR meningkat hanya pada 50% pasien dan kultur darah biasanya negatif. Bahkan dengan biopsi atau aspirat tulang yang sudah adekuat, organisme patogen hanya ditemukan pada 60% pemeriksaan. Pemindaian tulang dan foto radiologi polos pada umumnya positif.
Lambatnya perjalanan penyakit pada osteomyelitis subakut ini kemungkinan diakibatkan oleh peningkatan resistensi host, penurunan virulensi bakteri, atau pemberian antibiotik sebelum onset gejala penyakit muncul. Berkembang spekulasi bahwa kombinasi dari dua organisme dengan virulensi yang rendah disertai dengan daya tahan tubuh yang kuat mengakibatkan adanya peradangan pada tulang tanpa adanya tanda dan gejala yang bermakna. Akan tetapi, diagnosis yang akurat sangat bergantung dari kecurigaan klinis dan penemuan radiologis.
Klasifikasi radiologik dari osteomyelitis hematogenous subakut dideskripsikan oleh Gledhill dan dimodifikasi oleh Robert et al. Membedakan lesi ini dari tumor tulang primer kadang sulit dilakukan. Diagnosis seringkali harus ditegakkan dengan biopsi terbuka dan kultur. Material purulen tidak selalu diambil pada biopsi, jaringan granulasi yang paling sering ditemukan. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis adalah organisme yang dominan ditemukan pada osteomyelitis subakut.
Ross dan Cole merekomendasikan biopsi dan kuretase diikuti dengan penanganan antibiotik untuk semua lesi yang terlihat agresif. Untuk lesi yang terlihat seperti abses ringan pada epiphysis dan metaphysis, biopsi tidak direkomendasikan. Lesi seperti ini, yang merupakan karakteristik dari osteomuelitis subakut, sebaiknya ditangani dengan antibiotik intravena dalam 48 jam pertama dilanjutkan dengan pemberian antibiotik oral selama 6 minggu. Ross dan Cole memiliki angka kesuksesan sebesar 87% dengan regimen penanganan ini. Pada tahun 1996, Hamdy et al meneliti 44 pasien dengan osteomyelitis subakut dan menemukan tidak ada perbedaan pada outcome antara penanganan konservatif dan operatif pada lesi yang tampak jinak. Mereka menyarankan biopsi terbuka dan kuretase hanya pada lesi yang tampak agressif atau untuk yang tidak berespon terhadap pemberian antibotik.

Abses Brodie

Abses Brodie merupakan bentuk terlokalisir osteomyelitis subakut yang terjadi paling sering pada ekstremitas bawah dari seorang dewasa muda. Sebelum penutupan epiphyseal, metaphysis paling sering terkena. Pada orang dewasa, osteomyelitis subakut ini didapatkan pula pada daerah metaphyse – epiphyse. Pada gambaran radiologi polos, abses Brodie ini pada umumnya menyerupai lesi litik dengan lapisan tulang sklerotik akan tetapi dapat pula memiliki beragam jenis bentuk. Pemeriksaan secara saksama pada foto polos sangat penting dilakukan karena abses Brodie sering menyerupai gambaran tumor pada tulang.
Lesi ini diperkirakan disebabkan akibat organisme dengan virulensi yang rendah. Staphylococcus aureus ditemukan pada 50% kultur pasien, dan dalam 20% kultur tidak ditemukan. Keadaan ini sering membutuhkan biopsi terbuka dengan kuretase untuk menegakkan diagnosis. Luka sebaiknya ditutup dengan longgar dan menggunakan drain.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang dilakukan dapat berupa pemberian antibiotik yang adekuat selama 6 minggu. Apabila diagnosis meragukan maka dapat dilakukan biopsi dan kuretase. Walaupun gejala pasien dapat berkurang dengan pemberian antibiotik, penyembuhan radiologis tergolong lama yaitu selama 12 minggu, sehingga pada pasien Osteomyelitis subakut dibutuhkan follow-up yang cukup lama.

C. Osteomyelitis Kronik
Osteomyelitis kronik sulit ditangani dengan sempurna. Gejala sistemik mungkin dapat meringan, akan tetapi satu atau lebih fokus infeksi pada tulang memiliki material purulenta, jaringan granulasi yang telah terinfeksi, atau sequestrum. Eksaserbasi akut intermitten dapat terjadi dalam beberapa tahun dan seringkali membaik setelah beristirahat dan pemberian antibiotik. Tanda penting adanya osteomyelitis kronik adalah adanya tulang yang mati akibat infeksi di dalam pembungkus jaringan lunak. Fokus infeksi didalam tulang dikelilingi oleh tulang yang relatif avaskuler dan sklerotik, yang dibungkus oleh periosteum yang menebal dan jaringan parut otot dan subkutan. Pembungkus avaskuler jaringan parut ini dapat menyebabkan pemberian antibiotik menjadi tidak efektif.
Pada osteomyelitis kronik, infeksi sekunder sering terjadi dan kultur sinus biasanya tidak berkorelasi secara langsung dengan biopsi tulang. Beragam jenis bakteri dapat tumbuh dari kultur yang diambil dari sinus-sinus dan dari biopsi terbuka pada jaringan lunak sekitar dan tulang.

Klasifikasi
Cierny dan Mader mengembangkan sistem klasifikasi untuk osteomyelitis kronik, berdasar dari kriteria anatomis dan fisiologis, untuk menentukan derajat infeksi.
Kriteria fisiologis dibagi menjadi tiga kelas berdasar tiga tipe jenis host. Host kelas A memiliki respon pada infeksi dan operasi. Host kelas B memiliki kemampuan imunitas yang terbatas dan penyembuhan luka yang kurang baik. Ketika hasil penatalaksanaan berpotensi lebih buruk dibandingkan keadaan sebelum penanganan, maka pasien digolongkan menjadi host kelas C.
Kriteria anatomis mencakup empat tipe. Tipe I, lesi meduller, dengan ciri gangguan pada endosteal. Pada tipe II, osteomyelitis superfisial terbatas pada permukaan luar dari tulang, dan infeksi terjadi akibat defek pembungkus tulang. Tipe III merupakan suatu infeksi terlokalisir dengan lesi stabil, berbatas tegas dengan sequestrasi kortikal tebal dan kavitasi (pada tipe ini, debridement yang menyeluruh pada daerah ini tidak dapat menyebabkan instabilitas). Tipe IV merupakan lesi osteomyelitik difus yang menyebabkan instabilitas mekanik, baik pada saat pasien datang pertama kali atau setelah penanganan awal.
Pembagian berdasar kriteria fisiologis dan anatomis dapat berkombinasi dan membentuk 1 dari 12 kelas stadium klinis dari osteomyelitis. Sebagai contoh, lesi tipe II pada host kelas A dapat membentuk osteomyelitis stadium IIA. Sistem klasifikasi ini berguna untuk menentukan apakah penatalaksanaan menggunakan metode yang sederhana atau kompleks, kuratif atau paliatif, dan mempertahankan tungkai atau ablasi.

Diagnosis
Diagnosis osteomyelitis berdasar pada penemuan klinis, laboratorium, dan radiologi. Gold standar adalah dengan melakukan biopsi pada tulang yang terinfeksi untuk analisa histologis dan mikrobateriologis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya berfokus pada integritas dari kulit dan jaringan lunak, menentukan daerah yang mengalami nyeri, stabilitas abses tulang, dan evaluasi status neurovaskuler tungkai. Pemeriksaan laboratorium biasanya kurang spesifik dan tidak memberikan petunjuk mengenai derajat infeksi. ESR dan CRP meningkat pada kebanyakan pasien, akan tetapi WBC hanya meningkat pada 35% pasien.
Terdapat banyak pemeriksaan radiologik yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi osteomyelitis kronik; akan tetapi, tidak ada teknik satupun yang dapat mengkonfirmasi atau menyingkirkan diagnosis osteomyelitis. Pemeriksaan radiologik sebaiknya dilakukan untuk membantu konfirmasi diagnosis dan untuk sebagai persiapan penanganan operatif.
Radiologi polos dapat memberikan informasi berharga dalam menegakkan diagnosis osteomyelitis kronik dan sebaiknya merupakan pemeriksaan yang pertama dilakukan. Tanda dari destruksi kortikal dan reaksi periosteal sangat mengarahkan diagnosis pada osteomyelitis. Tomography polos dapat berguna untuk mendeteksi sequestra. Sinography dapat dilakukan jika didapatkan jejak infeksi pada sinus.
Pemindaian tulang dengan isotop lebih berguna pada osteomyelitis akut dibanding dengan bentuk kronik. Pemindaian tulang techentium 99m, yang memperlihatkan pengambilan yang meningkat pada daerah dengan peningkatan aliran darah atau aktivitas osteoblastik, cenderung memiliki spesifitas yang kurang. Akan tetapi pemeriksaan ini, memiliki nilai prediktif yang tinggi untuk hasil yang negatif, walaupun negatif palsu telah dilaporkan. Pemindaian dengan Gallium memperlihatkan peningkatan pengambilan pada area dimana leukosit atau bakteria berakumulasi. Pemindaian leukosit dengan Indium 111 lebih sensitif dibanding dengan technetium atau gallium dan terutama digunakan untuk membedakan osteomyelitis kronik dari arthropathy pada kaki diabetik.
CT scan memberikan gambaran yang sempurna dari tulang kortikal dan penilaian yang cukup baik untuk jaringan lunak sekitar dan terutama berguna dalam identifikasi sequestra. Akan tetapi, MRI lebih berguna dibanding CT scan dalam hal penilaian jaringan lunak. MRI memperlihatkan daerah edema tulang dengan baik. Pada osteomyelitis kronik, MRI dapat menunjukkan suatu lingkaran hiperintens yang mengelilingi fokus infeksi (rim sign). Infeksi sinus dan sellulitis tampak sebagai area hiperintens pada gambaran T2-weighted.
Seperti yang sebelumnya dijelaskan, gold standard dari diagnosis osteomyelitis adalah biopsi dengan kultur atau sensitivitas. Suatu biopsi tidak hanya bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, akan tetapi juga berguna menentukan regimen antibiotik yang akan digunakan.

Gambar 3. Osteomyelitis pada pria berusia 84 tahun, foto CT Scantampak sagital (a) dan axial (b) memperlihatkan fraktur pada tulang metatarsal dan sesamoid. Selain itu terdapat reaksi periosteal dan erosi pada caput metatarsal yang mengindikasikan adanya osteomyelitis.

Penatalaksanaan
Osteomyelitis kronik pada umumnya tidak dapat dieradikasi tanpa operasi. Operasi untuk osteomyeritis termasuk sequestrektomi dan reseksi tulang dan jaringan lunak yang terinfeksi. Tujuan dari operasi adalah menyingkirkan infeksi dengan membentuk lingkungan tulang yang viable dan bervaskuler. Debridement radikal dapat dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Debridement yang kurang cukup dapat menjadi alasan tingginya angka rekurensi pada osteomyelitis kronik dan kejadian abses otak pada osteomyelitis tulang tengkorak.
Debridement adekuat seringkali meninggalkan ruang kosong besar yang harus ditangani untuk mencegah rekurensi dan kerusakan tulang bermakna yang dapat mengakibatkan instabilitas tulang. Rekonstruksi yang tepat baik untuk defek jaringan lunak maupun tulang perlu dilakukan,begitu pula identifikasi menyeluruh dari bakteri penginfeksi dan terapi antibiotik yang tepat. Rekonstruksi sebaiknya dilakukan setelah perencanaan yang baik dan identifikasi sequestra dan abses intraosseus dengan radiography polos, sinography, CT dan MRI. Prosedur ini sebaiknya dilakukan dengan konsultasi ahli infeksi dan untuk fase rekonstruksi, diperlukan konsultasi ahli bedah plastik mengenai skin graft, flap muskuler dan myocutaneus. Durasi pemberian antibiotik post-operasi masih kontroversi. Pada umumnya, pemberian antibiotik intravena selama 6 minggu dilakukan setelah debridement osteomyelitis kronik. Swiontkowski et al melaporkan angka kesuksesan sebesar 91% dengan hanya 1 minggu pemberian antibiotik intravena dilanjutkan dengan terapi antibiotik oral selama 6 minggu.
Semua jaringan nekrotik harus dibuang untuk mencegah residu bakteri yang dapat menginfeksi ulang. Pengangkatan semua jaringan parut yang melekat dan skin graft sebaiknya dilakukan. Sebagai tambahan dapat digunakan bur kecepatan tinggi untuk membersihkan untuk mendebridemen tepi kortikal tulang sampai titik titik perdarahan didapatkan. Irrigasi berkelanjutan perlu dilakukan untuk mencegah nekrosis tulang karena bur. Kultur dari materi yang didebridement sebaiknya dilakukan sebelum memulai terapi antibiotik. Pasien membutuhkan beberapa kali debridement, hingga luka cukup bersih untuk penutupan jaringan lunak. Soft tissue dibentuk kembali dengan simpel skin graft, tetapi sering kali membutuhkan transposisi lokal jaringan muskuler atau transfer jaringan bebas yang tervaskularisasi untuk menutup segment tulang yang didebridemen secara efektif Muscle flaps ini memberikan vascularisasi jaringan yang baru untuk membantu penyembuhan tulang dan distribusi antibiotik. Pada akhirnya stabilitas tulang harus di capai dengan bone graft untuk menutup gaps osseus. Autograft kortikal dan cancellous dengan transfer tulang yang bervaskularisasi biasanya perlu dilakukan. Walaupun secara tehnis dibutuhkan bone graft tervaskularisasi memberikan sumber aliran darah baru pada daerah tulang yang sebelumnya tidak memiliki vaskularisasi .

a. Sequestrektomi dan Kuretase untuk Osteomyeltis Kronik
Sekuestrektomi dan kuretase membutuhkan lebih banyak waktu dan menyebabkan lebih banyak kehilangan darah pada pasien yang biasanya tidak dapat diantisipasi oleh ahli bedah yang kurang berpengalaman, persiapan yang tepat sebaiknya dilakukan sebelum operasi. Infeksi sinus diberikan metilen blue 24 jam sebelum operasi untuk memudahkan lokalisasi dan eksisi.
Untuk melakukan teknik ini maka diperlukan torniket pneumatik. Buka daerah tulang yang terinfeksi dan eksisi seluruh sinus sekitar. Insisi periosteum yang indurasi dan naikkan 1,3 hingga 2,5 cm pada tiap sisi. Gunakan bor untuk memberi jendela kortikal pada lokasi yang tepat dan angkat dengan menggunakan osteotome. Buang seluruh sequestra, materi purulenta, dan jaringan parut dan nekrotik. Jika tulang yang sklerotik membentuk kavitas didalam kanal meduller, buka kanal tersebut pada kedua arah untuk memberikan tempat bagi pembuluh darah untuk tumbuh didalam kavitas. Bor berkecepatan tinggi akan membantu melokalisir perbatasan antara tulang iskemik dan sehat. Setelah membuang jaringan yang mencurigakan, eksisi tepi tulang yang menggantung secara hati-hati dan hindari membuat rongga kosong atau kavitas. Jika kavitas tidak dapat diisi dengan jaringan lunak sekitar, maka flap muskuler lokal atau transfer jaringan bebas dapat dilakukan untuk mengisi ruang kosong tersebut. Jika memungkinkan, tutupi kulit dengan renggang dan pastikan tidak ada tekanan kulit yang berlebihan. Jika penutupan kulit tidak memungkinkan, tutup luka dengan renggang atau berikan antibiotik dan rencanakan untuk penutupan kulit atau skin graft di masa yang akan datang.
Setelah penanganan, tungkai dipasangkan splint sampai luka sembuh dan kemudian dilindungi untuk mencegah fraktur patologis. Pemberian antibiotik dilanjutkan dalam periode yang panjang dan dimonitor dengan ketat.

Gambar 4. Teknik sekuestrektomi dan kuretase. A. Daerah tulang yang terinfeksi dibuka dan sequestrum dibuang; B. Semua material yang terinfeksi dibuang; C. Luka dapat dibungkus terbuka atau ditutup dengan longgar dan memakai drain

Defek jaringan lunak dan tulang harus diisi untuk mereduksi kemungkinan infeksi lanjutan dan kerusakan fungsi. Beberapa teknik telah dideskripsikan untuk penanganan defek tersebut dan terbukti berhasil jika dilakukan dengan benar. Metode untuk mengeliminasikan ruang kosong tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bone graft dengan penutupan primer dan sekunder;
2. Penggunaan antibiotik polymethylsmethacrylate (PMMA) sebagai saringan temporer sebelum rekonstruksi,
3. Flap muskuler lokal dan skin graft dengan atau tanpa bone graft,
4. Transfer mikrovaskuler flap muskuler, myokutaneus, osseous, dan osteocutaneous, dan
5. Penggunaan transport tulang (Illizarof technique).

b. Graft Tulang Terbuka
Papineau et al menggunakan teknik graft tulang terbuka untuk penatalaksanaan osteomyelitis kronik. Penggunaan prosedur ini berdasarkan prinsip sebagai berikut :
1. Jaringan granulasi dapat mencegah infeksi;
2. Graft tulang cancellous autogenous sangat cepat tervaskularisasi dan mencegah terjadinya infeksi;
3. Daerah terinfeksi dieksisi dengan sempurna;
4. Drainase yang adekuat;
5. Immobilisasi yang adekuat;
6. Antibiotik diberikan dalam jangka panjang.
Panda et al melaporkan angka kesuksesan dengan menggunakan teknik Papineau untuk penatalaksanaan 41 pasien dengan osteomyelitis kronik.2,6
Operasi tersebut dibagi menjadi tiga tahap yaitu sebagai berikut; (1) eksisi jaringan terinfeksi dengan atau tanpa stabilisasi dengan menggunakan fixator eksternal atau intramedullari rod, (2) cancellous autografting; dan (3) penutupan kulit.

c. Antibiotik Rantai Plymethylmethacrylate (PMMA)
Klemm dan investigator lainnya melaporkan hasil yang cukup baik dengan penggunaan antibiotik PMMA untuk penatalaksanaan osteomyelitis kronik. Rasionalisasi untuk penatalaksanaan ini adalah untuk memberikan antibiotik kadar tinggi secara lokal dengan konsentrasi yang melampaui konsentrasi inhibitorik minimal. Penelitian farmakokinetik telah menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik lokal yang diperoleh mencapai 200 kali lebih tinggi dibandingkan pemberian antibiotik sistemik. Penatalaksanaan ini memiliki keunggulan dalam hal memperoleh antibiotik dengan konsentrasi sangat tinggi sementara menjaga kadar toksisitas dalam serum dan sistemik tetap rendah. Antibiotik berasal dari PMMA bead ke dalam luka hematoma post operasi dan sekresi, yang berfungsi sebagai media tranport. Konsentrasi antibiotik yang sangat tinggi hanya dapat dicapai dengan penutupan luka primer; jika penutupan seperti demikian tidak dapat dilakukan maka luka dapat ditutup dengan perban kedap air. Sebelum PMMA bead diimplantasi, semua jaringan terinfeksi dan nekrotik telah di debridement dengan adekuat sebelumnya dan semua benda asing dibuang. Drain isap tidak direkomendasikan karena konsentrasi antibiotik dapat berkurang.
Golongan aminoglikosida merupakan jenis antibiotik yang digunakan bersama PMMA bead. Penisilin, cephalosporin, dan clindamisin terlarut dengan baik paad PMMA bead; vancomysin kurang terlarut dengan baik. Antibiotik seperti fluoroquinolon, tetrasiklin, polymixin B dirusak selama proses exothermik pada pengerasan PMMA bead sehingga jenis antibiotik tersebut tidak dapat digunakan.2,16
Implantasi antibiotik PMMA jangka pendek, jangka panjang, atau permanen dapat dilakukan. Pada implantasi jangka pendek, PMMA bead dibuang dalam 10 hari pertama, dan pada implantasi jangka panjang PMMA bead ini diberikan hingga 80 hari. Henry et al melaporkan hasil yang bagus pada 17 pasien dengan implantasi permanen antibiotik PMMA bead. Rasionalisasi pembuangan PMMA ini dipertimbangkan atas beragam faktor. Kadar bakteriosidal dari antibiotik ini hanya bertahan selama 2-4 minggu setelah impantasi dan setelah seluruh isi antibiotik keluar, maka butir PPMA akan dianggap benda asing dan merupakan tempat yang sesuai untuk kolonisasi bakteri pembentuk glykocalyx. PMMA juga terbukti menghambat respon imun lokal dengan mengganggu beberapa jenis sel imun yang fagositik.
Setelah pemberian antibiotik PMMA ini maka kantong bead perlu diganti dalam interval 72 jam dengan debridement berulang dan irigasi hingga luka siap ditutup.

d. Transfer Jaringan Lunak (Soft Tissue Transfer)
Transfer jaringan lunak untuk mengisi ruang kosong yang tertinggal setelah operasi debridement luas dapat mencakupi flap muskuler terlokalisir pada pedikel vaskuler hingga transfer jaringan lunak dengan mikrovaskuler. Transfer jaringan otot bervaskularisasi memperbaiki lingkungan biologis lokal dengan membawa suplai darah yang penting bagi mekanisme daya tahan tubuh, begitupula untuk pengangkutan antibiotik dan penyembuhan osseus dan jaringan lunak. Angka keberhasilan untuk teknik ini dilaporkan oleh literatur adalah sebesar 66% hingga 100%.
Kebanyakan flap muskuler lokal digunakan untuk penanganan osteomyelitis kronik pada tibia. Otot gastrocnemius digunakan untuk defek sekitar 1/3 proximal tibia, dan otot soleus digunakan untuk defek sekitar 1/3 medial tibia. Transfer jaringan lunak bebas dengan mikrovaskuler dibutuhkan untuk defek sekitar 1/3 distal tibia.
Beberapa penliti melaporkan angka keberhasilan yang tinggi pada penanganaan osteomyelitis kronik dengan penggunaan transfer jaringan bebas mikrovaskuler. Jaringan mikrovaskuler dapat mengandung otot yang menutupi skin graft atau flap myokutaneous, osseous, dan osteocutaneous. Debridement awal yang adekuat pada daerah yang terkena membantu meningkatkan angka keberhasilan teknik ini.

e. Teknik Lizarof
Teknik lizarof telah terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan osteomyelitis kronik dan nonunion yang terinfeksi. Teknik ini dilakukan dengan reseksi radikal pada tulang yang terinfeksi. Kortikotomi dimulai dari proximal jaringan tulang normal dan distal daerah yang terinfeksi. Tulang kemudian dipindahkan hingga union dicapai. 2
Kekurangan teknik ini yaitu waktu yang digunakan hingga terjadi union solid dan insiden komplikasi yang terkait Dendrinos et al melaporkan diperlukan rata-rata 6 bulan hingga terbentuknya union dengan beberapa komplikasi pada tiap pasien. Akan tetapi walaupun dengan kekurangan tersebut Prosedur Lizarof menguntungkan pasien yang membutuhkan reseksi luas dari tulang dan rekonstruksi untuk tercapainya stabilitas.

KOMPLIKASI
Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab.
Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan ke aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai berikut:
a. Abses Tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur Patologis
d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic)
e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.
f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium.

PROGNOSIS
Prognosis dari osteomyelitis beragam tergantung dari berbagai macam faktor seperti virulensi bakteri, imunitas host, dan penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien. Diagnosis yang dini dan penatalaksanaan yang agressif akan dapat memberikan prognosis yang memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun pada infeksi yang berat sekalipun. Sebaliknya, osteomyelitis yang ringan pun dapat berkembang menjadi infeksi yang berat dan meluas jika telat dideteksi dan antibiotik yang diberikan tidak dapat membunuh bakteri dan menjaga imunitas host. Pada keadaan tersebut maka prognosis osteomyelitis menjadi buruk.

PENCEGAHAN
Osteomyelitis hematogenous akut dapat dihindari dengan mencegah pembibitan bakteri pada tulang dari jaringan yang jauh. Hal ini dapat dilakukan dengan penentuan diagnosis yang tepat dan dini serta penatalaksanaan dari fokus infeksi bakteri primer.
Osteomyelitis inokulasi langsung dapat dicegah dengan perawatan luka yang baik, pembersihan daerah yang mengekspos tulang dengan lingkungan luar yang sempurna, dan pemberian antibiotik profilaksis yang agresif dan tepat pada saat terjadinya cedera.