Sabtu, 18 Mei 2013

Regenerasi Saraf Perifer

Regenerasi Saraf Perifer

Regenerasi merupakan suatu kemampuan dari neuron untuk memperbaiki dirinya sendiri, termasuk pembentukan kembali koneksi yang masih fungsional. Segera setelah suatu axon terputus, ujung proximal dari axon akan terbentuk pembengkakan atau suatu kerucut pertumbuhan (Thompson, 2006). Kerucut ini membentuk suatu psudopodia yang menyerupai kerucut pertumbuhan pada perkembangan saraf normal. Setiap kerucut pertumbuhan axon dapat membentuk banyak cabang dan tumbuh menjauhi dari lokasi potongan axon. Ketika cabang ini dapat melewati jaringan parut dan masuk pada ujung distal potongan saraf, maka regenerasi dengan pemulihan fungsi dapat terjadi.(Zochodne, 2008) 

Proses perkembangan pertumbuhan saraf dan regenerasi saraf sepertinya serupa, akan tetapi terdapat perbedaan yang bermakna. Sel saraf embrionik dituntun oleh suatu faktor neurotropik, yang digunakan axon untuk inisiasi pertumbuhan kemudian mencapai targetnya. Sumber dari substansi neurotropik ini, yang dapat menstimulasi atau menginhibisi sinaps, termasuk kerucut pertumbuhan axon, dan matriks jaringan konektid atau sel stroma seperti sel glial dan fibroblast. Kemungkinan suatu axon tidak mencapai target perifer sangat dibatasi selama perkembangannya, dan hal ini diatur oleh pola genetik yang memberikan arah spesifik dari pertumbuhannya. (Thompson, 2006; Geuna, 2009)

 Regenerasi, lebih terbatas pada inisiasi pertumbuhannya dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Tidak seperti sel satelit pada otot, fibroblast pada kulit, dan hepatosit pada liver, saraf tidak memiliki cadangan sel untuk regenerasi. Sel Schwann yang mengalami degenerasi pada perifer dan faktor kemotaktik lainnya memberi sinyal adanya kerusakan axon pada motor neuron melalui transport retrograde dalam medulla spinal. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan inisiasi regenerasi. Teori yang paling umum adalah adanya NGF dan komponen kemotaktik lainnya yang terdapat pada target perifer dan didalam selubung yang meliputi sel Schwann berkontribusi terhadap inisiasi dan keberlangsungan regenerasi saraf.(Zochodne, 2008)

Proses regenerasi idealnya mencakup beberapa tahapan penting yaitu sprouting awal, elongasi axon, pertumbuhan kaliber axon, remyelinasi dari kaliber axon, pemulihan saraf dengan axon yang matang dan kontak dengan jaringan target. Selama regenerasi axon mendapatkan kembali properti elektrofisiologisnya yang telah rusak sebelumnya. Pada akhirnya penting untuk diketahui bahwa telah terjadi pemulihan total dari saraf dengan melihat respon fungsional dari jaringan target.(Zochodne, 2008) 

Dasar Seluler dan Biomolekuler Proses Regenerasi Saraf 
Terdapat beberapa interaksi seluler yang menandai tahap dini regenerasi saraf setelah terjadi cedera saraf perifer. Elemen utama yang tejadi adalah pembentukan membran baru untuk sprouting, ekspresi gen yang berubah pada seluruh neuron, sintesis axonal, pergerakan konus pertumbuhan, dan perubahan fenotip pada sel Schwann yang memfasilitasi dan menuntun pertumbuhan axon baru. Semua elemen ini harus terkoordinasi untuk terjadinya regenerasi yang bermakna. (Zochodne, 2008) 

Segera setelah cedera saraf, akan terjadi perubahan patofisiologis yang kompleks mencakup perubahan morfologi dan metabolik pada lokasi cedera. Perubahan ini juga terjadi pada sel tubuh saraf, segmen proksimal dan distal dari lokasi cedera, dan pada ujung distal dari muscle end plate atau reseptor sensorik. Perubahan pada lokasi cedera terjadi paling pertama. Organel dan metabolit berakumulasi pada bagian proksimal dan distal ujung saraf yang rusak, menyebabkan terjadinya pembengkakan saraf. (Jaweed, 2001) 

Seluruh segmen distal lesi perlahan mengalami degenerasi. Dalam 6 jam setelah cedera, sel tubuh neuronal mengalami perubahan, tubuh Nissle dan neurofilamen terurai, akhirnya nukleus berpindah lokasi dari tengah sel menuju ke perifer sel untuk persiapan perubahan metabolik dari sintesis neurotransmitter menjadi produksi materi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan elongasi axon. Sel harus mensintesis mRNA, lipid, dan protein terutama protein sitoskeletal seperti tubulin dan actin, neurofilamen, dan protein gap-associated. (Zochodne, 2008) 

Sel Schwann yang berespon terhadap perubahan degenerasi axon dan myelin terlepas dari axon dan mulai bermultiplikasi, sehingga meningkatkan sintesis protein dalam selubung basal lamina. Proses ini disebut dengan degenerasi wallerian, sehingga menyebabkan axon mengalami degenerasi dibawah lesi. (Thompson, 2006) Sel Schwann berperan dalam memberi pola dan mendukung terjadinya regenerasi pada saraf perifer. Penelitian tekini mengindikasikan bahwa sel ini memiliki peran krusial dalam mempertahankan perkembangan axon. Ketergantungan motor axon terhadap keberadaan sel Schwann terlihat pada hewan dewasa, ketika terjadi sel Schwann patologis maka akan terjadi axon patologis, pada akhirnya menyebabkan kematian saraf. Penelitian lain menyebutkan bahwa pertumbuhan axon sebenarnya terjadi pada lamina basalis sel Schwann bukan pada permukaan sel Schwann. Tidak seperti kecepatan pertumbuhan yang normal, yakni 2-3 mm perhari, regenerasi axon yang tumbuh pada daerah luka lebih lambat yaitu sekitar 0,25 mm per hari. (Jaweed, 2001; Zochodne, 2008) 

Pentingnya regenerasi axonal pada selubung sel Schwann yang liputi oleh basal lamina pada potongan distal menunjukkan terdapat beberapa tingkat regenerasi yang terlihat setelah saraf terperas dibandingkan transeksi saraf. Setelah cedera perasan, axon berada dalam keadaan parah, namun sel Schwann, lamina basalis sekitar, dan perineurium mempertahankan kontinuitas dalam lesi, sehingga dapat memfasilitasi regenerasi axon yang cedera. Berbeda ketika saraf terputus, maka kontinuitas dari mekanisme ini akan terganggu. (Jaweed, 2001) 

 
Gambar 1. Gambaran peranan sel Schwan dalam reiinervasi neuromuscular junction 


 dijelaskan bahwa ketika terjadi degenerasi pada saraf maka akan terjadi perselubungan pada bagian distal lesi, degenerasi ini diikuti oleh aktivasi dan proliferasi sel Schwann pada bagian potongan distal. Lebih lanjut lagi, ”selubung endoneurial” yang terbentuk dari basal lamina disusun oleh sel Schwann dan perineurium yang meliputi fasikel axon tetap bertahan. Perselubungan ini tetap berada pada bagian distal dari saraf yang cedera dan menjadi saluran dimana axon akan tumbuh kembali setelah melewati lokasi lesi. Pentingnya selaput saraf yang tua dalam mengarahkan pertumbuhan axon telah dijelaskan dalam penelitian Nguyen et al. Pada penelitian ini terlihat pada saraf otot tikus yang telah dirusak, nampak axon yang terputus melacak jalur saraf lama untuk menuju ke otot dan kemudian berakhir pada serat otot yang sama sebelum saraf tersebut dirusak. Peranan dari selubung endoneurial dalam mengarahkan regenerasi axon pada lokasi sinaptik dalam otot telah disimpulkan dari beberapa eksperimen pencitraan sebelumnya (Jaweed, 2001) Pertumbuhan axon didahului oleh pembentukan kerucut pertumbuhan pada ujung potongan proksimal. Kerucut pertumbuhan ini disebut sebagai “tangan penjelajah” axon yang berregenerasi. Memiliki pengaruh terutama bagaimana regenerasi akan terjadi. Kerucut pertumbuhan terdiri dari filopodia berupa jari motil yang meliputi aktin filamen yang berasal dari lamellipodium yang memanjang dari area pusat dimana mikrotubul dan axoplasma berakhir. Komponen ini kaya akan retikulum endoplasmik, mikrotubulus, mikrofilamen, mitokondria yang besar, lisosom, dan struktur vakuola yang belum diketahui fungsinya. (Zochodne, 2008)
Gambar 2. Struktur dari kerucut pertumbuhan 

Telah disimpulkan bahwa sebelum axon yang beregenerasi memanjang dari potongan proksimal, ujung dari kerucut pertumbuhan melekat pada kolagen yang meliputi potongan distal yang degeneratif. Filopodia pada kerucut pertumbuhan memanjang menuju potongan distal saraf setelah adanya peningkatan sitoskeletal protein yaitu aktin dan myosin pada tubuh sel. Kebanyakan kerucut pertumbuhan mencari ujung dari sel Schwann. Pergerakannya mendekati tempat dimana terdapat prekursor sel Schwann sehingga akhirnya kerucut pertumbuhan mendekati potongan distal dari saraf yang rusak. Dalam perjalanannya, dikatakan bahwa prekursor sel Schwann meliputi sekitar 80% dari permukaan kerucut pertumbuhan (Zochodne, 2008) 

Percabangan regeneratif (sprout) dapat terbentuk baik pada ujung distal axon atau pada bagian proksimal. Beberapa jam setelah cedera, axon pada segmen proximal menghasilkan sprouting yang bertumbuh ke arah distal melalui selubung di dalam basal lamina. Gelombang sprouting pertama diikuti oleh gelombang berikutnya dalam 2 hari pertama. Sprouting awal dapat mengalami degenerasi sebelum fase sprouting definitif terjadi. Selang waktu hingga sprouting definitif terjadi disebut “initial delay“. Terdapat beberapa jenis sprouting yang diamati terjadi pada saraf sciatic tikus percobaan. Sprouting dapat berupa proyeksi langsung yaitu axon tunggal melewati celah antar segmen distal proksimal, dan proyeksi kolateral dimana axon tunggal membentuk percabangan secara paralel menuju potongan segmen lainnya. Karena saraf yang dikultur mengalami cedera pada saat pengambilan spesimen, maka mekanisme collateral sprouting sulit diamati in vitro. Hal ini disayangkan karena proses ini diperlukan untuk memahami pemulihan lesi saraf pada manusia. (Zochodne, 2008; Thompson, 2006 ) .

Degenerasi Wallerian pada potongan distal menyebabkan akumulasi material kolagenosa sekitar axon yang berdegenerasi. Sekitar 28 – 35 hari setelah cedera, kolagen endoneurial terkumpul pada bagian distal, semakin memberi tekanan pada axon yang beregenerasi sehingga mengecilkan diameter dan meningkatkan jumlah sel Schwann untuk tiap panjang axon yang mengalami regenerasi. Axon baru memiliki panjang internodal yang lebih pendek dan suplai vaskularisasi yang lebih sedikit dibanding sebelum mengalami kerusakan, bahkan tetap seperti itu hingga remyelinasi. Penelitian terkini mengindikasikan bahwa asetilkolin dan adenosine triphosphat (ATP) dilepaskan dari axon yang tumbuh dan bekerja melalui reseptor untuk merubah sel Schwann dari pertumbuhan myelin menjadi bermyelin. Neuregulin berperan penting untuk remyelinisasi axon yang berregenerasi. (Zochodne, 2008) 

Tujuan akhir dari regenerasi saraf adalah untuk menciptakan kembali sinaps dengan organ target. Ujung saraf motorik tersambung dengan saraf di neuromuscular junction, dimana efek neurotropik bekerja pada otot. Ketika saraf motorik rusak, maka axon berregenerasi dan menciptakan sinaps lainnya, dapat pada lokasi sebelum cedera atau sekitarnya. Dalam waktu 2-3 minggu setelah denervasi, neuromuscular junction akan tercipta kembali dan konduksi saraf juga kembali normal.. (Zochodne, 2008) 
Faktor Penentu Regenerasi Saraf 
Pada saat terjadi degenerasi saraf perifer maka akan terjadi suatu lingkungan yang mendukung terjadinya regenerasi dan pertumbuhan kembali axon yang cedera. Faktor neurotrophik mendukung bertahannya neuron tertentu. Faktor neurotrophik yang dimaksud adalah neurotrophin (NGF, NPF, dan neurotrophin-4/5), insuline-like growth factor, ciliary neurotrophic factor, dan glial-cell derived growth factor (Zochodne, 2008). 
Perubahan molekul yang terjadi pada bagian distal potongan saraf termasuk regulasi neurotrophin, adhesi molekul sel neural, sitokin, dan faktor lainnya beserta reseptornya. Kecepatan pertumbuhan axonal dan restorasi koneksi perifer diregulasi oleh beberapa faktor biokimia dan biofisik tertentu. Sebagai contoh, regenerasi sangat terkait dengan integritas selubung endoneurial. Ketika endoneurium tidak mengalami kerusakan, maka regenerasi axon berlangsung lebih mulus, bertumbuh dengan selubung yang utuh, dan pada akhirnya menemukan targetnya. Sebaliknya, jika endoneurial dalam keadaan rusak parah, maka perjalanan regenerasi akan lambat. Maka dari itu, pemulihan yang fungsional, yang berarti konduksi saraf dapat terjadi hingga ke organ target, kemungkinan lebih cepat terjadi pada cedera kompresi axon dibandingkan cedera traumatik atau transeksi. (Jaweed, 2001) 
Neuron Growth Factor (NGF) disintesis pada jaringan target yang diinnervasi oleh neuron simpatetik atau sensorik dan mengalami transpor retrograde menuju ke neuron. NGF mempengaruhi navigasi neurite, morfologi kerucut pertumbuhan, dan elongasi axonal. Pemahaman mengenai biokimia dan faal NGF pada saraf perifer penting diketahui sebelum mengerti peranannya dalam mendukung terjadinya regenerasi saraf sensorik. NPF memiliki karakter yang serupa dengan NGF dimana mengikat pada substrat polikationik dalam kultur saraf dan pada lamina basalis dari sel Schwaan in vivo. Fibronectin, menyebabkan pemanjangan dari neurite pada kultur jaringan sehingga meningkatkan adhesi substrat atau matriks.(Geuna, 2009) Estrogen, testosteron, insulin, hormon adrenal dan thyroid, diketahui memiliki pengaruh terhadap regenerasi saraf dengan cara yang bervariasi. Sebagai contoh, estrogen dan insulin memfasilitasi pertumbuhan neurites pada kultur jaringan, dimana testosteron dan thyroid menstimulasi regenerasi nervus sciatic. Inhibitor protease seperti glial derive protease inhibitor dan leupeptin menghambat meluasnya degenerasi axon bagian distal, sehingga mempercepat terjadinya regenerasi. Fibroblast growth factor, nampaknya meningkatkan jumlah serat bermyelin pada tikus dan meningkatkan pertumbuhan neurite pada kultur sel PC-12. Efek FGF in vivo terkait dengan aktivasi sel Schwann dan memperkaya vaskularisasi. Inhibisi radikal bebas seperti catalase, rupanya mempercepat regenerasi karena mencegah terjadinya cedera oksidatif pada neuron yang rusak. (Jaweed, 2001) 

Komponen lain yang memiliki efek positif adalah gangliosida cerebral. Glikolipid ini merupakan komponen dari membran plasma neuronal, disintesis pada neural soma, dan ditransport menuju perifer oleh transpor axonal yang cepat. Gangliosida yang diberikan pada hewan, menunjukkan peningkatan pembentukan sprouting saraf dan neuromuskular junction, sehingga menyempurnakan reinnervasi otot. (Geuna, 2009) 
Regenerasi saraf perifer juga terkait oleh interaksi kompleks antara sel tubuh saraf, potongan proximal dan distal axon, dan faktor neurotrophic. Segera setelah cedera saraf, tubuh sel neuron pada medulla spinalis membengkak dan tubuh Nissl mulai mengalami degenerasi, dan nukleus bergerak menuju perifer untuk persiapan perubahan metabolisme dari sintesis neurotransmitter menjadi produksi materi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemanjangan axon (Geuna, 2009). 
Sel harus dapat mensintesis mRNA, lipid, dan protein yang baru, terutama protein sitoskeletal seperti tubulin, aktin, neurofilamen, dan protein gap-associated. Barrier antara darah dan saraf juga terbuka sepanjang saraf sehingga menyababkan invasi makrofag kemudian fagositosis aktif terjadi oleh sel ini. Faktor inhibisi terkait dengan myelin, dibuang dan sel Schwann secara progresif memanjang dan menyesuaikan basal lamina dari fibronektin dan laminin, sehingga terjadi lingkungan yang mendukung untuk axon yang berregenerasi dari potongan saraf bagian proksimal. (Zochodne, 2008)


FROZEN SHOULDER

FROZEN SHOULDER

Frozen shoulder, atau Adhesive capsulitis, merupakan gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi baik secara aktif maupun pasif yang disebabkan adanya perlekatan pada kapsul sendi bahu. Frozen shoulder menyebabkan kapsul sekitar sendi bahu mengalami pembentukan jaringan fibrotik. (Calliet, 1993)

Frozen shoulder dapat terjadi secara tiba-tiba, dapat pula disebabkan oleh cedera ringan pada bahu. Keadaan ini biasanya melalui tiga fase, dimulai dengan nyeri, lalu keterbatasan luas gerak sendi, dan fase resolusi pada saat nyeri meringan dan pergerakan kembali normal. Proses ini dapat terjadi dalam waktu yang lama. 

Penanganan frozen shoulder dapat mencakup farmakoterapi, rehabilitasi, dan operasi. Antiinflamasi seperti aspirin dan ibuprofen dapat membantu meringankan nyeri dan radang terkait dengan Frozen shoulder.  Injeksi steroid intra-articular dapat meringankan nyeri dalam jangka waktu yang lebih panjang dibanding pemberian oral. Penatalaksanaan rehabilitasi medik bertujuan untuk mengembalikan fleksibilitas sendi bahu.sehingga mencapai luas gerak sendi aktif dan pasif yang normal. Pada kasus frozen shoulder yang berat maka diperlukan operasi untuk membuang jaringan parut dan perlekatan pada sendi bahu

Etiologi
Etiologi dari Frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun fakor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, cedera atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit kardiovaskuler, clinical depression dan Parkinson.  Penggunaan bahu dalam periode yang intensif dapat pula menyebabkan inflamasi. 
Cyriax menyebutkan bahwa adanya riwayat trauma, seperti jatuh dengan bahu atau lengan yang teregang berlebihan dapat memicu onset capsulitis dalam waktu 6 bulan, namun banyak pasien tidak mengingat adanya cedera seperti itu, kemungkinan karena derajat trauma yang sangat ringan (Tanner, 2001). Kebanyakan penulis menganggap bahwa onsetnya terjadi tiba-tiba. Biasanya terjadi pada populasi diatas 40 tahun, mengenai kedua jenis kelamin. Kejadian Adhesive capsulitis lebih sering didapatkan pada pasien hemiparesis, penyakit jantung iskemik, penyakit thyroid, tuberculosis paru, bronkitis kronik, dan diabetes. 

Patomekanisme
Pada dasarnya, adhesive capsulitis merupakan penyakit self-limiting, dengan rerata waktu pemulihan sekitar 2 tahun, akan tetapi beragam dari 1 hingga 4 tahun. Kebanyakan pasien akan mengalami pemulihan fungsi total, namun beberapa lainnya mengalami defisit fungsional ringan. Pasien biasanya akan membutuhkan intervensi medis pada fase nyeri, yang berlangsung sekitar 2 hingga 9 bulan. 
Reeves (1975) menjelaskan dari temuan klinis terdapat 3 fase frozen shoulder yaitu : nyeri, kekakuan, dan pemulihan.  Nyeri mulai sejak onset dan berlangsung 2 hingga 6 bulan, dimana pada saat itu kapsul mulai membentuk jaringan fibrotik. Kekakuan sendi akan terjadi selama 4 hingga 12 bulan. Fase akhir perjalanan penyakit adalah pemulihan spontan yang berlangsung selama 5 hingga 26 bulan, pada fase ini terdapat pemulihan berangsur dari luas gerak sendi bahu, terutama pemulihan gerakan abduksi dan rotasi interna. 
Rotator cuff terletak di bawah arkus korakoakromial, yang terbentuk dari prosesus korakoideus, ligamen korakoakromial, dan akromion. Variasi anatomi dan fisiologi dapat mempersempit ruang antara tuberositas kaput humeri, rotator cuff,  dan arkus korakoakromial sehingga dapat berakibat pada otot-otot rotator cuff. Robekan  rotator cuff paling sering terjadi pada tendon supraspinatus yang diakibatkan oleh disfungsi skapular yang terjadi akibat penyempitan ataupun disfungsi rotator cuff yang terjadi karena pergerakan eksesif dari kaput humerus. (Braddom, 2011)
Neer membuat klasifikasi cedera rotator cuff menjadi 3 stadium, yaitu :
- Stadium I : Cedera ulangan mikroskopik/repetitive microtrauma dengan terbentuknya edema dan peradangan rotator cuff
- Stadium II : Terjadi pembentukan fibrosis dan tendinitis akibat cedera rotator cuff
- Stadium III : Terjadi robekan rotator cuff baik sebagian atau komplet

Diagnosa
Anamnesa
Keluhan utama yang paling sering dirasakan oleh pasien frozen shoulder adalah nyeri pada bahu. Keluhan ini disertai keterbatasan luas gerak sendi / kekakuan baik aktif maupun pasif, terutama pada malam hari. Nyeri akan bertambah bila lengan pada bahu yang sakit digerakkan. Kesulitan berbaring miring ke arah sisi  bahu yang sakit, memakai BH, menyisir rambut, mengambil dompet di saku belakang, atau mengangkat sesuatu dengan tangan yang sakit. Dan jika kondisinya lebih berat, nyeri akan dirasakan menjalar ke lengan bawah, cervical, scapula, dan nyeri ketika istirahat.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Pada fase akut dan nyeri, bahu pasien akan tampak adduksi dan internal rotasi, dapat pula tampak disuse atrophi pada deltoid dan supraspinatus. Kadang-kadang bahu yang sakit terlihat terelevasi akibat pemendekan otot trapezius dan levator scapulae. Adanya kemerahan dan pembengkakan menunjukkan keadaan peradangan akut pada jaringan lunak daerah sendi bahu. 
Palpasi : Pasien merasakan nyeri pada saat palpasi bahu yang merata di daerah sendi glenohumeral dan dapat meluas sampai uppertrapezius dan interscapular. 
Special test : Terdapat beberapa pemeriksaan klinis khusus yang dilakukan untuk mendiagnosis frozen shoulder dan mengeliminasi kemungkinan diagnosis banding lainnya. Pada frozen shoulder terdapat limitasi pada semua arah gerakan baik aktif maupun pasif, namun biasanya gerakan external rotasi yang paling sulit dilakukan. 
Pemeriksaan luas gerak sendi secara cepat bisa dilakukakan dengan Appley’s Scratch Test. 
Pasien diminta untuk menyentuh scapula sisi kontralateral dengan telunjuk. Nyeri akan terjadi ketika terdapat keterbatasan exorotasi dan abduksi. Hasil ini menandakan adanya kelainan rotator cuff. 
Pemeriksaan Drop Arm Test dilakukan untuk mendeteksi adanya defek pada supraspinatus, pada pemeriksaan ini pasien mengabduksikan lengannya hingga 1200 lalu diminta menurunkan dengan perlahan. Pemeriksaan positif ketika lengan pasien jatuh dengan cepat, dengan atau tanpa nyeri.  
Dapat dilakukan pula Coracoid Pain Test sebagai salah satu tanda patogmonis dari frozen shoulder. ( Carbone 2010 ). 
Special test juga bisa dilakukan untuk menyingkirkan gejala nyeri bahu karena penyakit lainnya, misalnya : Compression, Distraction, TOS I,II,III , Yergason Test, Painfull Arch, Drop Arm Test, Empty Can Test, Hawkins dan Neer Impingement Test. 
Dapat pula dilakukan pemeriksaan yang sifatnya invasif yaitu dengan injeksi anestesi lokal (10 ml lidokain 1%) ke dalam ruang subakromial. Bila terjadi peningkatan luas gerak sendi setelah injeksi maka menunjukkan bahwa kekakuan yang terjadi berhubungan dengan nyeri dan bukan karena restriksi dari kapsul sendi ataupun kontraktur dari soft tissue di sekitarnya. ( Buckup, 2004 ; Dias, 2005 ; Magee, 2008 ) 

Pemeriksaan Penunjang
X-Ray Bahu : Foto polos X-Ray bahu hanya memindai jaringan tulang, maka sering kali terlihat normal, namun dapat terlihat periarticuler osteopenia akibat efek disuse. ( Dias, 2005 )
USG : Mampu mendeteksi robekan pada otot rotator cuff, seringkali pada m.supraspinatus, dapat pula tampak gambaran adanya soft tissue yang hypoechoic pada tendon long head biceps dan hyperechoic pada joint fluid  serta peningkatan vaskularisasi disekitar rotator cuff pada pasien frozen shoulder ( Lee, 2005 ).
MRI : Adanya jaringan parut fibrovascular pada rotator cuff dapat dipakai sebagai tanda yang reliable untuk frozen shoulder. Bisa juga tampak adanya penebalan ringan dari kapsul sendi dan ligamen coracohumeral. ( Dias, 2005; Lee, 2005 )
Arthrography :  Tampak volume kapsul sendi yang berkurang secara signifikan.  ( Dias, 2005 )
Arthroscopy :  Merupakan gold standard untuk pemeriksaan frozen shoulder dimana terlihat kapsul sendi berwarna merah dan terjadi inflamasi sinovium.( Lee, 2005 )

Diagnosa Banding (Cailliet, 1993; DeLisa, 2005).
a. Rotator cuff disease
b. Osteoartritis glenohumeral
c. Referred pain
d. Subluksasi sendi glenohumeral
e. Neoplasma

Penatalaksanaan
Pencegahan merupakan terapi yang utama pada frozen shoulder. Menghindari immobilisasi bahu yang lama setelah trauma atau nyeri bahu adalah kuncinya. Meskipun frozen shoulder dinyatakan sebagai self limited disease, namun penyembuhan secara sempurna tanpa adanya disabilitas sangatlah jarang. Sehingga diperlukan terapi yang tepat untuk menanganinya, dengan dua proses yaitu terapi langsung ke bahu yang sakit dan terapi keseluruhan terhadap kondisi pasien.
Tujuan dari terapi adalah 
Menghilangkan nyeri 
Mengembalikan luas gerak sendi
Mengembalikan fungsi bahu
Mengidentifikasi fase frozen shoulder dari pasien adalah penting untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan ( Cailliet, 1993 ).

Non Operatif
Latihan
Pada fase akut atau awal, dapat diberikan latihan luas gerak sendi sesuai dengan toleransi pasien atau pain-free zone, mulai dari yang pasif sampai aktif. Latihan yang biasa diberikan adalah Codman’s pendulum exercise, over head pulley, dan finger ladder exercise. Koreksi postur untuk mengurangi postur kifosis dan posisi humerus kedepan juga perlu dilakukan. (Cailliet 1993; DeLisa, 2010; Braddom, 2011).
Setelah itu dapat diberikan stretching aktif dan pasif dengan tujuan untuk meningkatkan luas gerak sendi. Jika luas gerak sendi fungsional tercapai dan nyeri bahu menurun, dapat dimulai latihan penguatan untuk mengembalikan keseimbangan antara shoulder, scapula, dan spine (Harrast & Rao, 2004).
Medikamentosa
Analgesik seperti NSAIDS, umum digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi pada keluhan nyeri bahu. Menurut Buchbinder dan review Cochrane, steroid oral juga dapat dipakai sebagai manajemen nyeri, luas gerak sendi dan fungsi bahu pada frozen shoulder, namun efeknya tidak dapat dipertahankan jika pemberiannya lebih dari 6 minggu. (DeLisa, 2010; Braddom, 2011).
Injeksi
Umumnya digunakan kortikosteroid intraartikular, untuk mengurangi nyeri dan inflamasi pada fase awal (Cailliet, 1993; Braddom, 2011). 
Pada sebuah penelitian terbaru, botulinum toxin dipakai secara intraartikular untuk mengatasi nyeri (inhibition of neurotransmitter release), inflamasi (inhibition of C-fiber nociceptive transmission), dan fibrosis (inhibition of IL-1 & fibroblast growth) pada frozen shoulder  (Chen et al. 2011).
Modalitas
Icing digunakan pada fase akut untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. TENS sangat efektif untuk mengurangi nyeri akut  pada frozen shoulder, digunakan pada fase 1 dan 3. USD dipakai untuk mengatasi nyeri dan  memfasilitasi stretch pada frozen shoulder. Terapi panas dalam lainnya juga dapat digunakan, misalnya SWD. Efek panas dapat memberikan efek analgetik, merelaksasikan otot dan meningkatkan kapasitas sirkulasi darah. (Khan, 1987 ; Harras & Rao, 2004; DeLisa 2011).
Closed Manipulation Under Anesthesia
Terapi ini sebenarnya tidak disarankan namun bisa diberikan bila terapi nonoperatif tidak berhasil. Indikasinya adalah adanya gejala yang memburuk setelah paling sedikit 4 bulan menjalani terapi nonoperatif secara benar dan teratur  atau tidak ada perbaikan setelah 6 bulan terapi nonoperatif.
Setelah dilakukan manipulasi, dilanjutkan dengan terapi latihan dan kontrol nyeri (Cailliet, 1993; Harras & Rao, 2004; Braddom, 

Operatif
Jika tidak ada perbaikan setelah 6 bulan terapi dapat dipikirkan untuk tindakan atau terapi yang lebih agresif.
Arthroscopic Capsular Releases
Penggunaan terapi ini mempunyai peran besar pada tindakan operatif frozen shoulder. Aplikasi awal bersamaan dengan  manipulasi mempunyai keuntungan yaitu secara akurat menilai kelainan intra-articular lainnya.  Kelebihan lainnya dapat meningkatkan pergerakan dari unit muskulotendinosus tanpa mengganggu integritasnya, nyeri post operatif dan teknik invasi yang minimal, dan dapat segera diberikan terapi latihan (Harras & Rao, 2004).
Open Surgical Capsular Releases
Jika closed manipulation gagal, biasanya ahli bedah menyarankan tindakan ini. Keuntungannya adalah bisa melihat dengan jelas pergerakan humeroscapular, melakukan pemanjangan otot subscapular, eksisi bone spurs, dan bisa melihat dengan jelas struktur yang mengalami adhesi dan kontraktur (Harrast & Rao, 2004)

Selasa, 20 Oktober 2009

Preeklampsia

Preeklampsia

Preeklampsia merupakan salah satu bentuk hipertensi yang hanya terjadi pada wanita hamil. Preeklampsia dapat bermanifestasi sebagai sindrom maternal (hipertensi dan proteinuri dengan atau tanpa abnormalitas multisistem lainnya) dan gangguan pada janin (pertumbuhan janin terhambat, berkurangnya cairan amnion, dan oksigenasi yang abnormal). Preeklampsia merupakan suatu keadaan heterogen dimana patogenesisnya dapat berbeda-beda bergantung faktor resiko yang dimiliki. Patogenesis preeklampsia pada wanita nulipara kemungkinan berbeda dengan wanita yang memiliki penyakit vaskuler sebelumnya, pada wanita diabetes, atau riwayat preeklampsia sebelumnya.

Preeklampsia terjadi pada 5-7% dari seluruh kehamilan. Trias diagnostiknya mencakuup hipertensi, proteinuri, dan edema. National High Blood Pressure Education Working Group baru saja merekomendasikan untuk meniadakan edema sebagai kriteria diagnostik karena kejadiannya seringkali ditemukan pada kehamilan normal. Frekuensi kejadian preeklampsia meningkat pada wanita muda dan nullipara. Akan tetapi distribusi frekuensinya berdasar usia bersifat bimodal, dengan peningkatan berikutnya pada wanita multipara dengan usia diatas 35 tahun. Pada wanita yang memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, resiko preeklampsia lebih besar dibandingkan dengan populasi wanita pada umumnya. Faktor predisposisi preeklampsia adalah sebagai berikut :

  • Usia > 35 tahun
  • Nullipara
  • Kehamilan Kembar
  • Mola hidatiformis
  • Diabetes mellitus
  • Penyakit thyroid
  • Hipertensi kronik
  • Gangguan ginjal
  • Penyakit vaskuler kolagen
  • Sindroma Antiphospholipid
  • Riwayat keluarga dengan preeklampsia
Etiologi

Penyebab pasti dari preeklampsia belum diketahui. Banyak teori yang telah dikemukakan, akan tetapi kebanyakan tidak teruji dengan waktu. Penyebab yang paling sering diketahui adalah adanya gangguan pada perubahan vaskulatur uterus. Placenta mendapatkan suplai darah dari beberapa arteri uteroplacenta yang terbentuk akibat migrasi endovaskuler trophoblas pada dinding dari arteriol spiral. Hal ini merubah arteri uteroplacenta menjadi sistem dengan tahanan dan tekanan rendah dengan aliran yang tinggi. Konversi arteriol spiral pada uterus nongravid menjadi arteri arteri uteroplacenta diketahui sebagai perubahan fisiologis. Pada kehamilan normal, perubahan vaskularisasi yang diakibatkan oleh trophoblas ini meluas mulai dari ruang intervilli hingga ujung arteriol spiral pada arteri radialis di sepertiga bagian dalam dari myometrium. Dikatakan bahwa perubahan vaskularisasi ini dipengaruhi di dua stadium: konversi dari segmen desidua dari arteriol spiral oleh suatu gelombang migrasi endovaskuler pada trimester pertama dan segmen myometrium oleh gelombang berikutnya pada trimester kedua.". Proses ini dilaporkan terkait dengan pembentukan jaringan ikat yang luas dan degenerasi dari lapisan muskuler dari dinding arteri. Perubahan vaskuler ini mengakibatkan konversi dari sekitar 100 hingga 150 arteriol spiral menjadi pembuluh darah yang lebar, berkelok-kelok, dan berbentuk corong yang terhubung dengan ruang intervili.

Sebaliknya, pada wanita dengan preeklampsia atau dengan pertumbuhan janin terhambat menunjukkan adanya respon maternal yang tidak adekuat terhadap pembentukan placenta. Pada kehamilan ini, perubahan vaskuler yang dijelaskan diatas biasanya hanya ditemukan pada segmen desidua dari arteri uteroplasenta. Akibatnya, segmen myometrium dari arteri spiral tetap memiliki struktur yang muskuloelastik sehingga menyebabkannya sangat responsif terhadap pengaruh hormonal. Sebagai tambahan, jumlah arteriol yang berkembang dengan baik lebih sedikit dibandingkan pada wanita hamil normotensif. Kong et al telah mempostulasi bahwa kerusakan vaskuler ini terjadi akibat adanya gangguan dari gelombang migrasi endovaskuler trofoblas yang normalnya terjadi sekitar usia kehamilan 16 minggu. Perubahan patologis ini akan membatasi peningkatan suplai darah yang dibutuhkan oleh unit fetoplasenta pada usia kehamilan lanjut, dan terkait dengan penurunan aliran darah uteroplasenta. Frusca et al mempelajari biopsi vaskularisasi plasenta yang diambil pada saat sectio sesar dari kehamilan normal (n=14), kehamilan dengan preeklampsia (n=24), dan kehamilan dengan hipertensi kronik (n=5). Biopsi dari kelompok preeklampsia menunjukkan adanya perubahan vaskuler yang abnormal pada setiap kasus, 18 diantaranya memiliki perubahan aterosklerotik akut. Sebaliknya, 13 dari 14 biopsi darikehamilan normotensif memiliki perubahan vaskuler yang fisiologis. Penting diketahui bahwa gangguan vaskularisasi ini dapat pula terjadi pada kehamilan normotensif tetapi disertai dengan perkembangan janin terhambat. Menggunakan mikroskop elektron, Shanklin and Sibai mempelajari perubahan struktur vaskularisasi plasenta dan perbatasan uterus pada 33 kehamilan preeklampsia dan 12 kehamilan normotensif. Mereka menemukan adanya kerusakan endotel baik pada semua spesimen wanita preeklampsia, dimana tidak didapatkan pada semua biopsi wanita normotensif. Kerusakan ini sepertinya mempengaruhi mitokondria endotel,dimana menandakan kemungkinan adanya gangguan metabolisme.

Patofisiologi

Otak

Gambaran patologis pada kerusakan serebral akibat preeklampsia mencakup nekrosis fibrinoid, thrombosis, mikroinfark, dan perdarahan peteki, terutama pada korteks serebral. Edema serebral juga dapat ditemukan. Pada CT-scan kepala dapat ditemukan hipodensitas fokal pada bagian hemisfer posterior serebral, lobus temporal, dan batang otak, kemungkinan menandakan adanya perdarahan peteki yang mengakibatkan edema lokal. MRI dapat memperlihatkan abnormalitas arteri serebral mayor pada bagian occiput dan parietal, begitu pula lesi pada batang otak dan ganglia basalis. Perdarahan subarachnoid dan intraventricular dapat terjadi pada beberapa kasus yang berat.

Jantung

Preeklampsia ditandai dengan ekspansi volume intravaskuler yang abnormal, penurunan volume darah yang bersirkulasi, dan buruknya resistensi terhadap vasopressor endogen, termasuk angiotensin II. Pengawasan hemodinamik invasif pada pasien preeklampsia dapat memberikan informasi tersebut. Bergantung dari tingkat keparahan penyakit, efek dari terapi sebelumnya, dan faktor lainnya, preeklampsia dapat mengakibatkan cardiac output yang tinggi dan resistensi vaskuler sistemik yang rendah, atau cardiac output yang rendah dan resistensi vaskuler sistemik yang meningkat, atau cardiac output yang tinggi dan resistensi vaskuler sistemik yang tinggi. Adanya perbedaan manifestasi ini menegaskan kembali kompleksitas dari penyakit ini.

Paru-paru

Perubahan pada tekanan onkotik-koloid, integritas endotel kapiler, dan tekanan hidrostatik intravaskuler pada pasien preeklampsia meningkatkan resiko edema pulmoner nonkardiogenik. Pada wanita dengan preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik, keberadaan penyakit jantung hipertensif dapat memperburuk keadaan, edema pulmoner nonkardiogenik. Pada wanita dengan superimpose preeklampsia pada hipertensi kronis, penyakit jantung hipertensif yang telah ada sebelumnya dapat memperburuk keadaan. Pemberian cairan intravena yang berlebihan dapat meningkatkan resiko edema pulmoner. Pada eklampsia, jejas pulmoner dapat terjadi akibat aspirasi kandungan gaster, menyebabkan pneumonia, pneumonitis, atau sindroma distress pernapasan.

Hepar

Lesi histologis pada hepar ditandai dengan adanya deposisis fibrin sinusoidal pada daerah periportal dengan perdarahan pada wilayah sekitar dan thrombi kapiler portal. Nekrosis sentrilobular dapat terjadi akibat perfusi yang menurun. Peradangan bukan karakteristik. Hematoma subkapsuler dapat terjadi. Pada kasus berat dengan adanya nekrosis hepatoseluler dan DIC, hematoma intrahepatik dapat berlanjut menjadi ruptur hepar. Nyeri pada kuadran atas atau nyeri epigastrik merupakan gejala klasik yang disebabkan oleh adanya regangan pada kapsula Gllison. Peningkatan serum transminase merupakan tanda adanya sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets)

Ginjal

Perubahan histologis dapat ditemukan pada ginjal seorang wanita dengan preeklampsia. Lesi ginjal dari preeklampsia adalah "glomeruloendotheliosis" yang ditandai oleh adanya pembengkakan dan pembesaran dari kapiler glomerulus, menyebabkan penyempitan lumen kapiler. Terdapat peningkatan sitoplasma yang mengandung vakuola terisi lemak. Sel Mesangial kemungkinan membengkak pula. Immunoglobulins, komplemen, fibrin, and produk degradasi fibrin kemungkinan ditemukan pada glomeruli, akan tetapi keberadaannya tidak ditemukan pada semua wanita dengan preeklampsia

Penatalaksanaan

Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia, melahirkan janin hidup, dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecil mungkin. Pada penanganan preeklampsia, dengan beberapa pengecualian, penyelamatan maternal paling baik dilakukan dengan pengakhiran kehamilan. Akan tetapi pendekatan ini kemungkinan kurang baik untuk janin. Pada kasus prematuritas ekstrim, janin dapat diselamatkan dengan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat maturasi janin. Keputusan untuk mengakhiri kehamilan atau penanganan konvensional didasarkan oleh beberapa faktor yaitu keparahan penyakit, keadaan ibu dan serviks, maturitas dan keadaan janin. Indikasi untuk pengakhiran kehamilan ialah 1) preeklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan; 2) preeklampsia dengan hipertensi dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan janin sudah cukup matur; 3) preeklampsia berat; 4) eklampsia. Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah sakit ialah: 1) tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih; 2) proteinuria 1+ atau lebih; 3) kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang; 4) penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba. Perlu diperhatikan bahwa apabila hanya 1 tanda ditemukan, perawatan belum seberapa mendesak, akan tetapi pengawasan ditingkatkan.

Untuk tujuan penatalaksanaan preeklampsia sebaiknya diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan berat.

Preeklampsia ringan

Wanita dengan preeklampsia ringan diopname untuk pemeriksaan lebih lanjut dan jika diindikasikan, terminasi kehamilan. Jika preeklampsia dikonfirmasi dan usia kehamilan 40 atau lebih maka diindikasikan untuk persalinan. Pada usia kehamilan 37-40 minggu, maka status servikal dinilai dan jika memungkinkan, induksi persalinan dilakukan. Jika keadaan serviks tidak mendukung, maka pemberian agen pematang serviks dapat digunakan secukupnya. Biasanya wanita dengan pemeriksaan serviks yang sangat tidak memungkinkan pada usia kehamilan 37 hingga 40 minggu dapat ditangani dengan istirahat ditempat tidur, pengawasan janin antepartum, dan pengawasan kondisi maternal yang ketat, termasuk tekanan darah setiap 4-6 jam dan penilaian harian refleks patella, berat badan, proteinuria, dan gejala subjektif. Darah lengkap dan kadar transaminase serum, laktat dehidrogenase, dan asam urat sebaiknya diperiksa setiap minggu atau dua kali seminggu. Persalinan diindikasikan jika keadaan serviks menjadi sangat mendukung, pemeriksaan antepartum abnormal, atau usia kehamilan diatas 40 minggu, atau adanya tanda preeklampsia yang memburuk.

Wanita dengan preeklampsia ringan dengan usia kehamilan dibawah 37 minggu, sebaiknya dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur, pemeriksaan antepartum dua kali seminggu, dan evaluasi maternal yang telah dijelaskan sebelumnya. Pemberian kortikosteroid dimulai jika usia kehamilan dibawah 34 minggu, amniosentesis dilakukan untuk menilai maturitas pulmoner janin. Ketika penanganan telah dilakukan, maka pertumbuhan janin dapat dinilai tiap 3-4 minggu. Kemungkinan, penanganan rawat jalan memungkinkan pada pasien asimptomatik dengan proteinuria minimal dan pemeriksaan laboratorium lainnya yang normal..Adanya tanda memburuknya preeklampsia merupakan indikasi rawat inap dan pertimbangan terminasi.

Pada ummnya pemberian diuretika dan antihipertensi pada preeklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan proses penyakit dan juga tidak memerbaiki prognosis janin. Selain itu, pemakaian obat-obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala preeklampsia berat.

Penanganan Preeklampsia Berat

Preeklampsia berat diharuskan untuk dirawat inap. Persalinan diindikasikan jika usia kehamilan diatas 34 minggu, status pulmoner janin yang matang, atau adanya tanda perburukan keadaan janin atau maternal. Pengendalian tekanan darah dapat diatasi dengan pemberian nifedipin, labetalol, atau hidralazine. Tujuan terapi antihipertensi adalah untuk mencapai tekanan darah sistolik <>30cc/jam) , refleks patella positif, kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit, dan ketersediaan antidotum kalsium glukonas. Ketika magnesium sulfat diberikan, maka keadaan janin harus dimonitor terus menerus, dan agen antihipertensi kemungkinan dibutuhkan untuk menjaga tekanan darah sistolik

Penanganan Intrapartum untuk Preeklampsia

Pada wanita dengan preeklampsia tanpa kontraindikasi persalinan, maka persalinan per vaginam merupakan pendekatan yang dianjurkan. Agen pematangan serviks dan oxytocin dapat digunakan jika dibutuhkan. Selama persalinan, magnesium sulfat diberikan sebagai profilaksis kejang dengan loading dose IV 4-6g selama 20-60 menit, diikuti dengan maintenance dose 1-2 g/jam. Jumlah urin dan kadar kreatinin serum dimonitor. Refleks patella dan pernapasan sebaiknya sering dinilai. Kalsium glukonas sebaiknya selalu tersedia untuk mengantisipasi hipermagnesia. Untuk mencegah edema pulmoner, cairan intravena sebaiknya tidak lebih dari 100 mL/jam.



Senin, 01 Juni 2009

Anamnesis

ANAMNESIS
Terjemahan dari Bates' Guide Physical Examination and History Taking Eight Editiom. Lippincott Williams and Wilkins oleh Husnul Mubarak,S.Ked

I. Pendahuluan
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi keluhan utama, informasi mengenai kelainan yang dialami sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, dan informasi mengenai keadaan tiap sistem tubuh pasien. 

Sebagai seorang dokter, anda akan membutuhkan keterampilan interpersonal yang dibutuhkan seriap hari dengan variasi yang unik dan beragam. Tidak seperti percakapan sosial, dimana anda memaparkan kebutuhan dan minat anda sendiri, anamnesis bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Komunikasi dan menjalin hubungan terapeutik dengan pasien merupakan suatu keterampilan yang sangat berharga dalam perawatan primer. Pada mulanya, anda akan berfokus untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dan secara bersamaan, anda menggunakan teknik untuk mengembangkan kepercayaan pasien terhadap anda. Menciptakan interaksi supportif akan mempercepat pengumpulan informasi dan memicu pasien untuk memberikan penjelasan yang menyeluruh. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dari proses terapeutik.

Sebagai dokter yang memfasilitasi wawancara pada pasien, anda akan menciptakan suatu rangkaian hipotesis mengenai penyebab timbulnya keluhan pasien. Anda kemudian akan membuat beragam dugaan dengan menyakan lebih banyak informasi yang lebih detail. Anda juga akan mengeksplorasi perasaan pasien dan kepercayaan mengenai masalahnya tersebut. Walaupun hanya sedikit yang dapat dilakukan terhadap keadaan pasien, mendiskusikan mengenai pengalaman pasien dengan penyakitnya tersebut dapat bersifat terapeutik. 

Format anamnesis merupakan suatu kerangka terstruktur untuk mengorganisir informasi yang diperoleh dari pasien dalam bentuk tertulis maupun lisan: Format ini mengarahkan dokter pada informasi spesifik yang harus diperoleh dari pasien. Anamnesis yang dapat mengarahkan dokter pada informasi tersebut sebenarnya sangatlah bervariasi. Keterampilan dalam melakukan hal ini membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenai informasi tersebut, kemampuan dalam mendapatkan informasi yang akurat dan mendetail, dan keterampilan interpersonal yang dapat memudahkan anda merespon perasaan pasien.

Jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis sangat beragam dan bergantung pada beberapa faktor. Cakupan dan banyaknya informasi dibutuhkan bergantung dari kebutuhan dan keluhan pasien, keadaan klinis yang ingin dicapai dokter, dan keadaan klinis ( mis. Pasien rawat inap atau rawat jalan, jumlah waktu yang tersedia, praktek umum atau spesialisasi). Untuk pasien baru, anda membutuhkan suatu anamnesis kesehatan komprehensif. Untuk pasien lain dengan kunjungan klinik karena keluhan spesifik seperti batuk atau sakit pada saat kencing, membutuhkan anamnesis yang lebih spesifik berdasar pada keluhan pasien tersebut, anamnesis seperti ini biasa disebut anamnesis berorientasi dari masalah (problem-oriented history. 

I. Melakukan Anamnesis Komprehensif
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jenis pertanyaan yang akan diberikan dalam anamnesis sangat beragam menyesuaikan dengan beberapa faktor. Cakupan dan luas informasi yang ingin diperoleh berdasarkan keluhan utama pasien, tujuan klinis seorang dokter, dan kondisi klinis. Untuk pasien baru, anda perlu melakukan anamnesis komprehensif. Untuk pasien yang mencari penanganan spesifik untuk keluhan tertentu, seperti batuk, wawancara berpola terkait dengan keluhan tersebut diperlukan. Pada pusat kesehatan masyarakat, dokter seringkali menekankan upaya dalam promosi kesehatan, seperti berhenti merokok atau mencegah perilaku seks yang tidak sehat. Pada klinik spesialis, doter perlu melakukan anamnesis mendalam mengenai keluhan yang dialami pasien dan mengaitkannya dengan informasi yang diperlukan dalam cakupan spesialisasi tersebut. 

Mengetahui makna dan relevansi dari tiap komponen anamnesis komprehensif yang dijelaskan berikut ini, akan membantu anda untuk memilih jenis infomasi yang paling berguna untuk mencapai tujuan klinis dokter dan pasien. 

A. Komponen Anamnesis Komprehensif
Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun informasi yang diperoleh dari pasien menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya tidak mendikte rangkaian anamnesis yang akan anda lakukan diklinik, karena biasanya wawancara akan lebih bervariasi dan anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen anamnesis komprehensif mencakup :

1. Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien, terutama dalam keadaan darurat atau pada rumah sakit. 

2. Mengidentifikasi data pribadi pasien
Komponen ini mencakup nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan pekerjaan. Sumber informasi dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga atau teman, atasan, konsultan, atau data rekam medis sebelumnya. 

3. Tingkat Reliabilitas (Dapat dipercaya atau tidak)
Sebaiknya dicatat jika dapat diketahui. Komponen ini penting untuk menentukan kualitas dari informasi yang diberikan oleh pasien dan biasanya ditentukan pada akhir anamnesis. Pasien yang ragu-ragu dalam menjelaskan gejala yang dialami dan tidak dapat menjelaskan secara detail apa yang dirasakan, mencerminkan bahwa informasi yang diperoleh dari anamnesis tidak dapat dipercaya sepenuhnya. Sebaliknya, pasien dengan yang menjelaskan keluhan yang dirasakan secara rinci dan meyakinkan mencerminkan kualitas informasi yang dapat dipercaya. Kedua keadaan tersebut hanyalah contoh, masih banyak keadaan dari pasien yang dapat memperlihatkan tingkat reliabilitas informasi yang diberikan pada anamnesis. 

4. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan klinik. Usahakan untuk mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien, misalnya “sakit perut” atau “badan panas”. Terkadang pasien yang datang tidak memiliki keluhan yang jelas seperti pada pemeriksaan rutin berkala dan pemeriksaan kepegawaian.

5. Anamnesis terpimpin
Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan bersifat kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien. Komponen ini harus mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu terjadinya keluhan, manifestasinya, dan pengobatan yang telah dilakukan. Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik yang menjelaskan (1) lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu terjadinya keluhan; (6) faktor lain yang memperberat atau memperingan gejala; (7) gejala lain yang terkait dengan keluhan utama. Ketujuh poin tersebut sangat penting diperoleh untuk memahami seluruh gejala pasien. Penting pula untuk menelusuri keberadaan gejala lain yang akan dibahas pada ulasan tiap sistem tubuh. Keberadaan atau absennya suatu gejala dapat membantu memikirkan diagnosis differensial, yang merupakan beberapa diagnosis yang paling dapat menjelaskan keadaan pasien. Anamnesis terpimpin harus dapat mengungkap respon pasien terhadap gejala yang ia alami atau dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupannya. Harus diingat, informasi mengalir secara spontan dari pasien, tetapi mengorganisir informasi tersebut merupakan tugas dokter.

Pengobatan yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi, termasuk nama obat, dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Catat pula mengenai vitamin, mineral, atau suplemen herbal, dan obat KB. Meminta pasien membawa seluruh obat yang dikonsumsi merupakan ide yang baik agar anda dapat secara langsung melihat obat apa yang digunakan. Alergi, termasuk reaksi spesifik untuk suatu pengobatan seperti gatal atau mual, harus ditanyakan, begitupula alergi terhadap makanan, serangga, atau faktor lingkungan lainnya. Tanyakan pula mengenai kebiasaan merokok, termasuk jumlah dan jenis rokok yang dikonsumsi. Jika ia telah atau pernah berhenti, tanyakan sejak kapan ia berhenti dan seberapa lama. 

6. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa kecil. Selain itu, informasi mengenai riwayat penyakit pada masa dewasa perlu didapatkan dan mencakup empat hal yaitu sebagai berikut
a. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi, asma, hepatitis, HIV, dan informasi riwayat opname. 
b. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis operasi yang dilakukan
c. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat menstruasi, keluarga berencana, dan fungsi seksual
d. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat opname, dan pengobatan yang dijalani
Selain keempat hal tersebut anda juga perlu memperoleh infomasi mengenai vaksinasi yang telah dilakukan, dan hasil pemeriksaan skrining yang pernah dijalani pasien.

7. Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian, atau penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek, saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang dicantumkan berikut: hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes, gangguan thyroid atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan alergi, serta keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.

8. Kepribadian dan Riwayat Sosial
Hal ini mencakup kepribadian pasien dan minat, sumber dukungan, cara mengatasi masalah, kekuatan, dan ketakutan. Sebaiknya ditanyakan mengenai: pekerjaan dan tingkat pendidikan; sumber stress, baik yang baru muncul atau yang telah kronik; pengalaman hidup penting; kegiatan pengisi waktu, dan aktivitas hidup sehari-hari (activities of daily living/ADL). Fungsi dasar minimal harus ditanyakan, terutama pada pasien lansia dan orang cacat. Kepribadian dan riwayat sosial juga melingkupi kebiasaan hidup yang sehat atau menciptakan resiko, seperti olahraga atau pola makan, tanyakan frekuensi olahraga, pola makan harian, suplemene, konsumsi kopi atau teh. Anda dapat pula menanyakan riwayat pengobatan alternatif yang pernah diikuti pasien. 

9. Ulasan Sistem Tubuh
Memahami dan menggunakan pertanyaan untuk memperoleh informasi dari sistem tubuh pada mulanya sulit dilakukan. Pikirkan mengenai rangkaian pertanyaan dari kepala hingga ujung jari kaki (head to toe) Penting untuk memberitahu pasien bahwa anda akan menanyakan banyak pertanyaan dan hal ini anda butuhkan untuk membuat anamnesis anda menjadi lengkap. 

Mulailah dari pertanyaan umum yang dapat anda berikan untuk tiap sistem tubuh yang berbeda-beda. Hal ini memfokuskan perhatian pasien dan mempermudah anda untuk menanyakan hal yang lebih spesifik. Contoh pertanyaan permulaan : “ada keluhan pada telinga atau pendengaran anda?”, “bagaimana pernapasan anda?”, “Ada masalah dengan pencernaan?”, dsb. Perlu diketahui anda perlu menambahkan beberapa pertanyaan tergantung dari usia pasien, keluhan, keadaan umum, dan keputusan klinis anda. 

Pertanyaan untuk setiap sistem tubuh dapat mengungkap permasalahan yang pasien tidak hiraukan, terutama daerah lain yang tidak terkait dengan keluhan utama. Kejadian medis penting seperti penyakit terdahulu yang bermakna atau kematian orang tua, membutuhkan eksplorasi penuh. Buat teknik pertanyaan anda menjadi lebih fleksibel. Mewawancarai pasien dengan beragam pertanyaan, penting bagi anda untuk mengorganisir menjadi format tertulis yang formal setelah anamnesis dan pemeriksaan diselesaikan.

Beberapa dokter juga melakukan anamnesis ini bersamaan dengan pemeriksaan fisik untuk tiap sistem. Jika pasien hanya memiliki sedikit gejala, kombinasi anamnesis dan pemeriksaan fisik mengefisiensikan waktu. Akan tetapi, jika terdapat banyak gejala, rangkaian pertanyaan dapat mengganggu pemeriksaaan dan pencatatan informasi akan kurang baik.

Dibawah ini merupakan daftar pertanyaan untuk tiap sistem. Jika anda telah berpengalaman, menanyakan hal-hal dibawah ini tidak memerlukan banyak waktu :
a. Keadaan umum, berat badan sebelum keluhan, perubahan berat badan. Kelemahan, kelelahan, demam
b. Kulit, gatal, bercak, benjolan, kering, perubahan warna, perubahan rambut dan kuku
c. Telinga-Hidung-Tenggorok-Mata-Kepala, Kepala: Sakit kepala, cedera kepala, pusing, merasa kepala ringan; Mata: tajam pandangan, penggunaan kaca mata, pemeriksaan terakhir, nyeri, kemerahan, air mata berlebih, penglihatan ganda, penglihatan kabur, katarak, dll; Telinga: pendengaran, suara mendengung, vertigo, nyeri, infeksi, cairan keluar dari telinga; Hidung dan sinus: riwayat flu, sumbatan hidung, hingus, gatal, hidung berdarah, dan masalah sinus;Tenggorok (atau mulut dan faring): keadaan gigi, gusi, riwayat nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan suara parau. 
d. Leher, benjolan, pembesaran kelenjar, gondok, nyeri, atau kekakuan pada leher.
e. Payudara, benjolan, nyeri, cairan puting, riwayat pemeriksaan mandiri (Sadari)
f. Respiratorik, batuk, sputum, batuk darah, sesak napas, mengik. Anda dapat pula menanyakan ada tidaknya riwayat tuberkulosis, pneumonia, emphisema, asma, dan bronkhitis.
g. Kardiovaskuler, permasalahan jantung, tekanan darah tinggi, demam rematik, nyeri dada atau rasa tidak nyaman, palpitasi, sesak pada saat baring, paroxismal nocturnal dispnea, edema, riwayat EKG atau pemeriksaan jantung lainnya.
h. Gastrointestinal, sulit menelan, nyeri perut dan lokasinya, nafsu makan, mual, muntah, warna dan konsistensi feses, perdarahan anus, hemorrhoid, konstipasi, diare. Nyeri perut, intoleransi makanan, sendawa berlebihan.
i. Urinarius, frekuensi berkemih, poliuria, nokturia, urgensi, nyeri pada saat berkemih, batu ginjal, inkontinensi.
j. Genitalia, Pria: hernia, cairan dari penis, nyeri penis atau testis, riwayat penyakit menular seksual, kebiasaan seksual, kepuasan, metode KB, penggunaan kondom. Wanita: usia menarke; keteraturan, frekuensi dan durasi haid; jumlah darah, perdarahan diantara masa haid atau setelah berhubungan seksual; dismenore, gangguan pre-menstruasi; usia menopause, gejala menopause, perdarahan post-menapuse; sekret vagina, gatal, perih, benjolan, riwayat penyakit menular seksual dan pengobatannya; jumlah kehamilan dan kelahiran, metode KB, riwayat keguguran, komplikasi kehamilan; preferensi seksual, fungsi, kepuasan, permasalahan lain seperti dispareunia; terpapar dengan infeksi HIV.
k. Vaskuler perifer, klaudikasio intermitten, keram, varises.
l. Muskuloskeletal, nyeri otot dan sendi, kekakuan, arthritis, riwayat gout, dan nyeri punggung. Jika dirasakan, tanyakan lokasi dari otot atau sendi yang mengalaminya, ada tidaknya bengkak, kemerahan, nyeri, kekakuan, kelemahan, atau pergerakan yang terbatas; termasuk waktu gejala tersebut terjadi, durasi, dan riwayat trauma
m. Neurologik, pingsan, kejang, kelemahan, paralisis, rasa baal, kesemutan, tremor atau pergerakan involunter lainnya.
n. Hematologik, anemia, gusi mudah berdarah, riwayat reaksi post transfusi
o. Endokrin, masalah thyroid, intoleransi panas dan dingin, keringat berlebih, haus dan lapar berlebih, poliuria, perubahan ukuran sepatu yang mendadak
p. Psikiatrik, kecemasan, ketegangan, mood termasuk deresi, gangguan memori, percobaan bunuh diri jika ada. 

B. Persiapan Anamnesis
Mewawancarai pasien untuk memperoleh infomasi kesehatan membutuhkan rencana. Anda sebaiknya mempertimbangkan beberapa poin penting dibawah ini sebelum menjalin hubungan yang baik dengan pasien, poin penting tersebut adalah:

1. Luangkan waktu untuk introspeksi. 
Sebagai seorang dokter, kita akan menghadapi beragam jenis orang, dan masing-masing memiliki keunikan. Mendirikan hubungan yang baik dengan keragaman usia, kelas sosial, ras, etnis, dan keadaan kesehatan atau penyakit merupakan kesempatan yang jarang dan suatu keistimewaan seorang dokter. Menjadi terbuka dan menghargai perbedaan merupakan suatu keterampilan yang cukup sulit. 

2. Membaca Rekam Medis Pasien
Sebelum bertemu pasien, bacalah rekam medisnya. Tujuan dari al tersebut untuk mengumpulkan informasi yang berharga untuk kemudian membantu kita mengembangkan pikiran mengenai apa yang perlu kita dapatkan dari pasien. Perhatikan data identitas, daftar keluhan, daftar medikasi, dan detil lainnya, seperti ada tidaknya alergi. Rekam medik seringkali memberikan informasi berharga mengenai diagnosis terdahulu dan penanganannya.
3. Menetapkan Tujuan Anamnesis
Sebelum memulai anamnesis, penting untuk mengklarfikasikan tujuan dalam wawancara. Sebagai seorang dokter, tujuan utama dapat mencakup hal yang sangat luas mulai untuk mengisi formulir yang dibutuhkan oleh fasilitas kesehatan hingga untuk membentuk hipotesis yang didasari oleh rekam medis yang telah dibaca sebelumnya. Dengan menggunakan sedikit waktu untuk menentukan tujuan anamnesis anda, anda akan merasa mudah untuk memunculkan pertanyaan yang akan megarahkan anda pada tujuan klinis anda.

4. Memperhatikan Perilaku dan Penampilan Diri
Seperti anda memperhatikan pasien anda selama anamnesis, pasien akan memperhatikan anda pula. Secara sadar atau tidak, anda mengirim pesan melalui kata-kata anda dan perilaku anda. Postur tubuh, gestur, kontak mata, dan nada suara dapat mengekspresikan minat, perhatian, penerimaan, dan pemahaman. Seorang pewawancara yang handal terlihat tenang dan tidak terburu-buru, bahkan ketika waktu terbatas. Reaksi yang dapat menunjukkan ketidaksetujuan, memalukan, ketidaksabaran, dan kebosanan seringkali dokter rasakan, dokter harus dapat menyembunyikan reaksi tersebut.

Penampilan anda juga mempengaruhi hubungan klinis anda. Dokter yang berpakaian rapi, bersih, konservatif, dan disertai papan nama dapat meyakinkan pasien. Pertimbangkanlah perspektif pasien. Ingat bahwa anda menginginkan pasien untuk mempercayai anda.

5. Memperbaiki Lingkungan Klinik
Buatlah klinik menjadi senyaman mungkin dan memberikan privasi pada pasien. Walaupun anda harus berbicara dengan pasien anda dalam keadaan yang menyulitkan, lingkungan yang memadai menunjang komunikasi. Jika terdapat tirai, tutuplah tirai tersebut sebelum memulai percakapan. Sebagai seorang “tuan rumah”, bagian dari pekerjaan anda adalah untuk mengatur lokasi “tamu” yang anda akan terima, dalam hal ini pasien yang mengunjungi anda.

6. Mempersiapkan catatan
Sebagai pemula anda mungkin membutuhkan catatan untuk menulis informasi yang anda temukan pada saat anamnesis. Walaupun seorang dokter yang berpengalaman dapat mengingat banyak informasi tanpa catatan, tidak ada seorang pun yan dapat mengingat seluruh detil informasi dari anamnesis komprehensif. Buatlah catatan yang ringkas, padat, dan mudah dipaham, jangan sampai perhatian anda dalam mewawancarai pasien terganggu dengan kesibukan anda dalam mencatat.

C. Proses Anamnesis
Setelah anda menyediakan waktu mempersiapkan wawancara, anda siap untuk mendengarkan pasien, menemukan permasalahannya, dan mempelajari penyakit yang dialaminya. Pada umumnya, anamnesis memiliki beberapa tingkat. Selama proses ini, sebagai dokter, anda haru selalu memahami perasaan pasien, membantu pasien mengungkapkan masalahnya, berespon terhadap isi anamnesis, dan menemukan hal yang bermakna. Berikut ini merupakan rangkaian tahapan dalam anamnesis :

1. Menyalami pasien dan menciptakan hubungan yang bersahabat
Momen awal yang anda miliki bersama pasien merupakan fondasi dari hubungan dokter-pasien selanjutnya. Bagaimana anda menyapa pasien dan pengunjung lain di ruangan anda akan memberikan kenyamanan pasien, dan akan membentuk kesan pertama pasien terhadap anda. 
Anda memulai dengan menya pa pasien anda dengan namanya dan memeperkenalkan nama anda. Jika memungkinkan, berjabat tangan. Jika ini adalah pertemuan pertama, jelaskan peranan anda dan bagaimana anda akan terlibat dalam proses terapeutik.

Ketika ada pengantar pasien di dalam ruangan, pastikan anda menyadarinya dan menyapa mereka menanyakan siapa namanya dan apa hubungannya dengan pasien. Biarkan pasien memutuskan apakah pengantarnya berada dalam ruangan atau diluar ruangan dan minta izin pada pasien untuk menganamnesis didepan pengantar pasien.

Penting untuk memperhatikan kenyamanan pasien. Lihat jika anda melihat tanda ketidaknyamanan seperti mengganti posisi duduk berulang kali atau ekspresi wajah yang menunjukkan perasaan kecemasan atau nyeri. Pikirkan mengenai tata ruang dan sejauh mana anda sebaiknya dengan pasien anda. Ingat bahwa latar belakang budaya dapat mempengaruhi jarak antar individu. Pilihlah jarak yang dapat memfasilitasi percakapan dan kontak mata yang baik. 

Jangan alihkan perhatian anda terhadap hal lain. Coba untuk tidak melihat ke bawah untuk mencatat atau membaca rekam medik, dan luangkan sedikit waktu untuk bercengkrama kepada pasien.

2. Mengundang Cerita Pasien
Setelah menciptakan hubungan yang bersahabat dengan pasien anda siap untuk mengejar alasan pasien untuk melakukan kunjungan klink, atau biasa disebut keluhan utama. Mulailah dengan pertanyaan terbuka yang membebaskan pasien untuk berespon. ”Keluhan apa yang membawa anda kesini hari ini, pak?” atau ”Ada yang bisa saya bantu,pak?”. Pertanyaan seperti diatas memacu pasien untuk mengungkapkan keluhannya dan tidak membatasi pasien pada jawaban yang terbatas dan tidak informatif seperti jawaban ”ya” atau ”tidak”. 

Penting bagi anda untuk berlatih mengikuti kemauan pasien. Teknik wawancara yang baik menggunakan petunjuk verbal dan non-verbal untuk mempersilahkan mereka berkeluh secara spontan. Sebaiknya anda terlihat mendengarkan secara aktif dengan menganggukkan kepala anda atau menggunakan kata seperti ”oh ya?”, ”terus?” dan ”oh begitu..”

Beberapa pasien mungkin hanya melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan tidak memiliki keluhan yang spesifik. Adapul pasien yang langsung menginginkan pemeriksaan fisik karena merasa tidak nyaman mengungkapkan keadaannya. Pada keadaan seperti ini, meminta pasien untuk mulai bercerita tetap penting dilakukan.

3. Menggunakan Waktu Seefektif Mungkin
Dokter biasanya melakukan anamnesis dengan tujuan tertentu dalam pikiran mereka. Pasien juga memiliki pertanyaan dan permasalahan tertentu. Penting untuk mengidentifikasi seluruh permasalahan ini pada saat permulaan. Melakukan hal tersebut memudahkan anda untuk menggunakan waktu yang tersedia secara efektif. Untuk semua dokter, pengaturan waktu selalu penting dilakukan. Sebagai dokter, anda harus memfokuskan wawancara pada permasalahan yang paling mencolok.

4. Memperluas dan Mengklarifikasi Anamnesis
Anda dapat memandu pasien untuk menjelaskan beberapa informasi yang sepertinya paling penting. Bagi seorang dokter, setiap gejala memiliki atribut yang harus diklarifikasikan, termasuk konteks, keterkaitan, dan kronologis, terutama keluhan nyeri. Untuk seluruh gejala, sangat penting untuk memahami karakteristik utamanya. Tujuh atribut untuk tiap gejala harus senantiasa ditanyakan. 


Ketika anda memulai mengeksplorasi atribut tersebut anda harus yakin bahwa anda menggunakan bahwasa yang sesuai dan dapat dimengerti oleh pasien. Bahasa yang teknis membingungkan pasien dan biasanya memperburuk komunikasi. Sedapat mungkin, gunakanlah kata-kata pasien dan pastikan anda mengklarifikasi apa yang diucapkannya

Untuk mengisi detail tertentu, fasilitasi pasien dengan mengarahkan pasien dari pertanyaaan terbuka menuju pertanyaan tertutup dan kemudian kembali ke pertanyaan terbuka lainnya.
Mendapatkan rangkaian waktu dan perjalanan gejala yang dialami pasien sangat penting. Anda dapat mengembangkan kronologis penyakit dengan memberi pertanyaan ”kemudian?” atau ”setelah itu, apa yang terjadi?”

5. Menciptakan dan Mengecek Hipotesis Diagnostik
Ketika anda mendengarkan permasalahan pasien, anda akan memulai ntuk menciptakan dan mengecek hipotesisi diagnostik mengenai proses penyakit apa yang sebenarnya menjadi penyebab. Mengidentifikasi beberapa atribut mengenai gejala pasien dan mengejar detil spesifik merupakan hal fundamental untuk mengetahui pola penyakit dan membedakan satu penyakit dengan penyakit lainnya. Ketika anda lebih mengetahui mengenai pola penyakit, mendengarkan pasien dan mengaitkan informasi dengan pola tersebut akan terasa menjadi lebih otomatis. Sebagai data tamahan yang akan bermanfaat bagi analisa anda gunakan pertanyaan yang relevan pada ulasan tiap sistem tubuh. Dengan cara ini anda akan menyusun bukti klinis dalam menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan diagnosis.

6. Memiliki Pemahaman yang Sama Terhadap Masalah Pasien
Dari beberapa literature terkini telah jelas bahwa memberikan fasilitas kesehatan yang baik membutuhkan pemahaman mendalam mengenai masalah yang ditimbulkan dari gejala yang dialami pasien. Tujuh atribut suatu gejala dapat memberikan detil yang bermanfaat dalam anamnesis pasien, selain itu dibutuhkan pemahaman mengenai perbedaan penyakit dan sakit sehingga dokter dapat memahami sepenuhnya apa yang perlu diketahui.

Penyakit merupakan penjelasan yang dimunculkan seorang klinis dalam menjawab gejala yang dialami pasien. Hal ini berasal dari cara dokter mengolah informasi yang ditemukan dari pasien dan menerjemahkannya menjadi diagnosis klinis dan rencana penatalaksanaan. Sakit dapat didefinisikan sebagai pengalaman yang dialami oleh pasien terhadap suatu gejala. Banyak faktor yang dapat membentuk pengalaman ini, termasuk riwayat kesehatan pribadi atau keluarga, efek dari gejala terhadap keseharian, pandangan individual, dan harapan dari penananganan medis.
Keluhan utama seperti nyeri tenggorokan dapat menggambarkan dua hal yang berbeda ini. Pasien kemungkinan paling memikirkan nyeri dan kesulitan menelan, pengalaman kerabatnya yang pernah diopname akibat tonsilitis, atau  tidak hadir di kantor. Dokter, kemungkinan hanya berpikir pada poin spesifik pada anamnesis yang membedakan antara faringitis streptococcus dengan etiologi lainnya. Untuk mengerti harapan pasien, dokter sebaiknya lebih memahami dari sekedar atribut suatu gejala. Mempelajari persepsi pasien terhadap sakit membutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang menjawab poin dibawah ini :
a. Pemahaman pasien mengenai penyebab permasalahan
b. Perasaan pasien, terutama ketakutan akan permasalahn
c. Hatapan pasien dari dokter dan penanganan 
d. Efek masalah terhadap kehidupan pasien
e. Pengalaman serupa yang pernah dialami keluarga atau kerabat
f. Respon terapeutik yang pernah pasien lakukan.
Pasien kemungkinan mengkhawatirkan bahwa suatu nyeri merupakan gejala dari penyakit yang serius dan ingin penanganan, di lain pihak, pasien mungkin kurang peduli dengan penyebab nyeri tersebut dan hanya ingin pereda nyeri. Anda harus mengerti apa yang diharapkan pasien dari anda

7. Menentukan Rencana Selanjutnya
Mempelajari penyakit dan mengkonseptualisasikan sakit memberikan anda dan pasien suatu kesempatan untuk menemukan gambaran permasalahan. Gambaran ini akan membentuk dasar dalam merencanakan pemeriksaan selanjutnya (pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium, konsul, dll) dan merancang penatalaksanaan. 

8. Menjadwalkan Pertemuan Berikutnya
Anda mungkin merasa mengakhiri suatu wawancara sulit dilakukan. Pasien kemungkinan memiliki banyak pertanyaan dan jika anda telah melakukan pekerjaan anda dengan baik, mereka akan nyaman berbicara terus dengan anda. Yakinkan bahwa pasien mengerti mengenai rencana yang telah anda kembangkan. Pada saat anda menutup pembicaraan, anda perlu menjelaskan kembali rencana ini.

Pasien sebaiknya memiliki kesempatan untuk memberikan pertanyaan terakhir, akan tetapi hal tersebut dapat memakan waktu jika pasien membawa topik baru. Jika hal tersebut terjadi, maka yakinkan pasien anda bahwa anda akan menyelesaikan permasalahan tersebut pada waktu yang akan datang.