Sabtu, 18 Mei 2013

FROZEN SHOULDER

FROZEN SHOULDER

Frozen shoulder, atau Adhesive capsulitis, merupakan gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi baik secara aktif maupun pasif yang disebabkan adanya perlekatan pada kapsul sendi bahu. Frozen shoulder menyebabkan kapsul sekitar sendi bahu mengalami pembentukan jaringan fibrotik. (Calliet, 1993)

Frozen shoulder dapat terjadi secara tiba-tiba, dapat pula disebabkan oleh cedera ringan pada bahu. Keadaan ini biasanya melalui tiga fase, dimulai dengan nyeri, lalu keterbatasan luas gerak sendi, dan fase resolusi pada saat nyeri meringan dan pergerakan kembali normal. Proses ini dapat terjadi dalam waktu yang lama. 

Penanganan frozen shoulder dapat mencakup farmakoterapi, rehabilitasi, dan operasi. Antiinflamasi seperti aspirin dan ibuprofen dapat membantu meringankan nyeri dan radang terkait dengan Frozen shoulder.  Injeksi steroid intra-articular dapat meringankan nyeri dalam jangka waktu yang lebih panjang dibanding pemberian oral. Penatalaksanaan rehabilitasi medik bertujuan untuk mengembalikan fleksibilitas sendi bahu.sehingga mencapai luas gerak sendi aktif dan pasif yang normal. Pada kasus frozen shoulder yang berat maka diperlukan operasi untuk membuang jaringan parut dan perlekatan pada sendi bahu

Etiologi
Etiologi dari Frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun fakor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, cedera atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit kardiovaskuler, clinical depression dan Parkinson.  Penggunaan bahu dalam periode yang intensif dapat pula menyebabkan inflamasi. 
Cyriax menyebutkan bahwa adanya riwayat trauma, seperti jatuh dengan bahu atau lengan yang teregang berlebihan dapat memicu onset capsulitis dalam waktu 6 bulan, namun banyak pasien tidak mengingat adanya cedera seperti itu, kemungkinan karena derajat trauma yang sangat ringan (Tanner, 2001). Kebanyakan penulis menganggap bahwa onsetnya terjadi tiba-tiba. Biasanya terjadi pada populasi diatas 40 tahun, mengenai kedua jenis kelamin. Kejadian Adhesive capsulitis lebih sering didapatkan pada pasien hemiparesis, penyakit jantung iskemik, penyakit thyroid, tuberculosis paru, bronkitis kronik, dan diabetes. 

Patomekanisme
Pada dasarnya, adhesive capsulitis merupakan penyakit self-limiting, dengan rerata waktu pemulihan sekitar 2 tahun, akan tetapi beragam dari 1 hingga 4 tahun. Kebanyakan pasien akan mengalami pemulihan fungsi total, namun beberapa lainnya mengalami defisit fungsional ringan. Pasien biasanya akan membutuhkan intervensi medis pada fase nyeri, yang berlangsung sekitar 2 hingga 9 bulan. 
Reeves (1975) menjelaskan dari temuan klinis terdapat 3 fase frozen shoulder yaitu : nyeri, kekakuan, dan pemulihan.  Nyeri mulai sejak onset dan berlangsung 2 hingga 6 bulan, dimana pada saat itu kapsul mulai membentuk jaringan fibrotik. Kekakuan sendi akan terjadi selama 4 hingga 12 bulan. Fase akhir perjalanan penyakit adalah pemulihan spontan yang berlangsung selama 5 hingga 26 bulan, pada fase ini terdapat pemulihan berangsur dari luas gerak sendi bahu, terutama pemulihan gerakan abduksi dan rotasi interna. 
Rotator cuff terletak di bawah arkus korakoakromial, yang terbentuk dari prosesus korakoideus, ligamen korakoakromial, dan akromion. Variasi anatomi dan fisiologi dapat mempersempit ruang antara tuberositas kaput humeri, rotator cuff,  dan arkus korakoakromial sehingga dapat berakibat pada otot-otot rotator cuff. Robekan  rotator cuff paling sering terjadi pada tendon supraspinatus yang diakibatkan oleh disfungsi skapular yang terjadi akibat penyempitan ataupun disfungsi rotator cuff yang terjadi karena pergerakan eksesif dari kaput humerus. (Braddom, 2011)
Neer membuat klasifikasi cedera rotator cuff menjadi 3 stadium, yaitu :
- Stadium I : Cedera ulangan mikroskopik/repetitive microtrauma dengan terbentuknya edema dan peradangan rotator cuff
- Stadium II : Terjadi pembentukan fibrosis dan tendinitis akibat cedera rotator cuff
- Stadium III : Terjadi robekan rotator cuff baik sebagian atau komplet

Diagnosa
Anamnesa
Keluhan utama yang paling sering dirasakan oleh pasien frozen shoulder adalah nyeri pada bahu. Keluhan ini disertai keterbatasan luas gerak sendi / kekakuan baik aktif maupun pasif, terutama pada malam hari. Nyeri akan bertambah bila lengan pada bahu yang sakit digerakkan. Kesulitan berbaring miring ke arah sisi  bahu yang sakit, memakai BH, menyisir rambut, mengambil dompet di saku belakang, atau mengangkat sesuatu dengan tangan yang sakit. Dan jika kondisinya lebih berat, nyeri akan dirasakan menjalar ke lengan bawah, cervical, scapula, dan nyeri ketika istirahat.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Pada fase akut dan nyeri, bahu pasien akan tampak adduksi dan internal rotasi, dapat pula tampak disuse atrophi pada deltoid dan supraspinatus. Kadang-kadang bahu yang sakit terlihat terelevasi akibat pemendekan otot trapezius dan levator scapulae. Adanya kemerahan dan pembengkakan menunjukkan keadaan peradangan akut pada jaringan lunak daerah sendi bahu. 
Palpasi : Pasien merasakan nyeri pada saat palpasi bahu yang merata di daerah sendi glenohumeral dan dapat meluas sampai uppertrapezius dan interscapular. 
Special test : Terdapat beberapa pemeriksaan klinis khusus yang dilakukan untuk mendiagnosis frozen shoulder dan mengeliminasi kemungkinan diagnosis banding lainnya. Pada frozen shoulder terdapat limitasi pada semua arah gerakan baik aktif maupun pasif, namun biasanya gerakan external rotasi yang paling sulit dilakukan. 
Pemeriksaan luas gerak sendi secara cepat bisa dilakukakan dengan Appley’s Scratch Test. 
Pasien diminta untuk menyentuh scapula sisi kontralateral dengan telunjuk. Nyeri akan terjadi ketika terdapat keterbatasan exorotasi dan abduksi. Hasil ini menandakan adanya kelainan rotator cuff. 
Pemeriksaan Drop Arm Test dilakukan untuk mendeteksi adanya defek pada supraspinatus, pada pemeriksaan ini pasien mengabduksikan lengannya hingga 1200 lalu diminta menurunkan dengan perlahan. Pemeriksaan positif ketika lengan pasien jatuh dengan cepat, dengan atau tanpa nyeri.  
Dapat dilakukan pula Coracoid Pain Test sebagai salah satu tanda patogmonis dari frozen shoulder. ( Carbone 2010 ). 
Special test juga bisa dilakukan untuk menyingkirkan gejala nyeri bahu karena penyakit lainnya, misalnya : Compression, Distraction, TOS I,II,III , Yergason Test, Painfull Arch, Drop Arm Test, Empty Can Test, Hawkins dan Neer Impingement Test. 
Dapat pula dilakukan pemeriksaan yang sifatnya invasif yaitu dengan injeksi anestesi lokal (10 ml lidokain 1%) ke dalam ruang subakromial. Bila terjadi peningkatan luas gerak sendi setelah injeksi maka menunjukkan bahwa kekakuan yang terjadi berhubungan dengan nyeri dan bukan karena restriksi dari kapsul sendi ataupun kontraktur dari soft tissue di sekitarnya. ( Buckup, 2004 ; Dias, 2005 ; Magee, 2008 ) 

Pemeriksaan Penunjang
X-Ray Bahu : Foto polos X-Ray bahu hanya memindai jaringan tulang, maka sering kali terlihat normal, namun dapat terlihat periarticuler osteopenia akibat efek disuse. ( Dias, 2005 )
USG : Mampu mendeteksi robekan pada otot rotator cuff, seringkali pada m.supraspinatus, dapat pula tampak gambaran adanya soft tissue yang hypoechoic pada tendon long head biceps dan hyperechoic pada joint fluid  serta peningkatan vaskularisasi disekitar rotator cuff pada pasien frozen shoulder ( Lee, 2005 ).
MRI : Adanya jaringan parut fibrovascular pada rotator cuff dapat dipakai sebagai tanda yang reliable untuk frozen shoulder. Bisa juga tampak adanya penebalan ringan dari kapsul sendi dan ligamen coracohumeral. ( Dias, 2005; Lee, 2005 )
Arthrography :  Tampak volume kapsul sendi yang berkurang secara signifikan.  ( Dias, 2005 )
Arthroscopy :  Merupakan gold standard untuk pemeriksaan frozen shoulder dimana terlihat kapsul sendi berwarna merah dan terjadi inflamasi sinovium.( Lee, 2005 )

Diagnosa Banding (Cailliet, 1993; DeLisa, 2005).
a. Rotator cuff disease
b. Osteoartritis glenohumeral
c. Referred pain
d. Subluksasi sendi glenohumeral
e. Neoplasma

Penatalaksanaan
Pencegahan merupakan terapi yang utama pada frozen shoulder. Menghindari immobilisasi bahu yang lama setelah trauma atau nyeri bahu adalah kuncinya. Meskipun frozen shoulder dinyatakan sebagai self limited disease, namun penyembuhan secara sempurna tanpa adanya disabilitas sangatlah jarang. Sehingga diperlukan terapi yang tepat untuk menanganinya, dengan dua proses yaitu terapi langsung ke bahu yang sakit dan terapi keseluruhan terhadap kondisi pasien.
Tujuan dari terapi adalah 
Menghilangkan nyeri 
Mengembalikan luas gerak sendi
Mengembalikan fungsi bahu
Mengidentifikasi fase frozen shoulder dari pasien adalah penting untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan ( Cailliet, 1993 ).

Non Operatif
Latihan
Pada fase akut atau awal, dapat diberikan latihan luas gerak sendi sesuai dengan toleransi pasien atau pain-free zone, mulai dari yang pasif sampai aktif. Latihan yang biasa diberikan adalah Codman’s pendulum exercise, over head pulley, dan finger ladder exercise. Koreksi postur untuk mengurangi postur kifosis dan posisi humerus kedepan juga perlu dilakukan. (Cailliet 1993; DeLisa, 2010; Braddom, 2011).
Setelah itu dapat diberikan stretching aktif dan pasif dengan tujuan untuk meningkatkan luas gerak sendi. Jika luas gerak sendi fungsional tercapai dan nyeri bahu menurun, dapat dimulai latihan penguatan untuk mengembalikan keseimbangan antara shoulder, scapula, dan spine (Harrast & Rao, 2004).
Medikamentosa
Analgesik seperti NSAIDS, umum digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi pada keluhan nyeri bahu. Menurut Buchbinder dan review Cochrane, steroid oral juga dapat dipakai sebagai manajemen nyeri, luas gerak sendi dan fungsi bahu pada frozen shoulder, namun efeknya tidak dapat dipertahankan jika pemberiannya lebih dari 6 minggu. (DeLisa, 2010; Braddom, 2011).
Injeksi
Umumnya digunakan kortikosteroid intraartikular, untuk mengurangi nyeri dan inflamasi pada fase awal (Cailliet, 1993; Braddom, 2011). 
Pada sebuah penelitian terbaru, botulinum toxin dipakai secara intraartikular untuk mengatasi nyeri (inhibition of neurotransmitter release), inflamasi (inhibition of C-fiber nociceptive transmission), dan fibrosis (inhibition of IL-1 & fibroblast growth) pada frozen shoulder  (Chen et al. 2011).
Modalitas
Icing digunakan pada fase akut untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. TENS sangat efektif untuk mengurangi nyeri akut  pada frozen shoulder, digunakan pada fase 1 dan 3. USD dipakai untuk mengatasi nyeri dan  memfasilitasi stretch pada frozen shoulder. Terapi panas dalam lainnya juga dapat digunakan, misalnya SWD. Efek panas dapat memberikan efek analgetik, merelaksasikan otot dan meningkatkan kapasitas sirkulasi darah. (Khan, 1987 ; Harras & Rao, 2004; DeLisa 2011).
Closed Manipulation Under Anesthesia
Terapi ini sebenarnya tidak disarankan namun bisa diberikan bila terapi nonoperatif tidak berhasil. Indikasinya adalah adanya gejala yang memburuk setelah paling sedikit 4 bulan menjalani terapi nonoperatif secara benar dan teratur  atau tidak ada perbaikan setelah 6 bulan terapi nonoperatif.
Setelah dilakukan manipulasi, dilanjutkan dengan terapi latihan dan kontrol nyeri (Cailliet, 1993; Harras & Rao, 2004; Braddom, 

Operatif
Jika tidak ada perbaikan setelah 6 bulan terapi dapat dipikirkan untuk tindakan atau terapi yang lebih agresif.
Arthroscopic Capsular Releases
Penggunaan terapi ini mempunyai peran besar pada tindakan operatif frozen shoulder. Aplikasi awal bersamaan dengan  manipulasi mempunyai keuntungan yaitu secara akurat menilai kelainan intra-articular lainnya.  Kelebihan lainnya dapat meningkatkan pergerakan dari unit muskulotendinosus tanpa mengganggu integritasnya, nyeri post operatif dan teknik invasi yang minimal, dan dapat segera diberikan terapi latihan (Harras & Rao, 2004).
Open Surgical Capsular Releases
Jika closed manipulation gagal, biasanya ahli bedah menyarankan tindakan ini. Keuntungannya adalah bisa melihat dengan jelas pergerakan humeroscapular, melakukan pemanjangan otot subscapular, eksisi bone spurs, dan bisa melihat dengan jelas struktur yang mengalami adhesi dan kontraktur (Harrast & Rao, 2004)

Tidak ada komentar: