Sabtu, 21 Juni 2008

Ejakulasi Dini

Ejakulasi Dini (Premature Ejaculation)

Original Article Last Updated: Dec 14, 2005 available from www.emedicine.com

Author: Mark Jeffrey Noble, MD, Consulting Staff, Urologic Institute, Cleveland Clinic Foundation

Penerjemah : Husnul Mubarak,S.Ked

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ejakulasi dini merupakan disfungsi seksual yang paling sering terjadi pada pria dengan usia dibawah 40 tahun. Kebanyakan dokter yang menangani ejakulasi dini mendefinisikan keadaan ini sebagai ejakulasi sebelum tercapainya kepuasan sexual yang diharapkan dari kedua pasangan. Definisi yang luas ini kemudian tidak dapat menentukan berapa lama durasi yang tepat untuk mencapai klimax, yang beragam dan bergantung dengan faktor spesifik terhadap pasangan yang memiliki hubungan yang intim. Ejakulasi dini sekali-sekali mungkin bukan merupakan suatu permasalahan, namun jika masalah ini terjadi lebih 50% dari hubungan sex yang dilakukan, suatu pola disfungsi telah terjadi dimana membutuhkan penanganan yang tepat.

Untuk mengklarifikasi, pria dapat mencapai klimaks setelah 8 menit berhubungan seks, namun tidak dikatakan sebagai ejakulasi dini jika partner sexnya sering mencapai klimax dalam 5 menit dan keduanya puas dengan durasi sex. Beberapa pria dapat menunda ejakulasinya hingga 20 menit, namun ia masih menganggapnya sebagai ejakulasi dini jika partnernya, bahkan setelah melakukan foreplay, membutuhkan waktu 35 menit hingga mencapai klimaks. Jika hubungan seks merupakan metode stimulasi sex untuk contoh yang kedua dan pria mencapai klimax setelah 20 menit, kemudian kehilangan ereksinya, tidak mungkin pria ini dapat memuaskan pasangannya (dengan penetrasi), yang membutuhkan waktu 35 menit untuk mencapai klimaks.

Karena banyak wanita tidak mampu mencapai klimaksnya dengan hubungan sex (berapa lamapun durasinya), keadaan ini yang disebut sebagai orgasme tertunda pada pasangan perempuannya bukan ejakulasi dini untuk pria; masalah ini dapat terjadi salah satunya atau keduanya, tergantung dari sudut pandang masing-masing. Ini menekankan pentingnya untuk memperoleh riwayat seks yang lengkap dari pasien (dan lebih baik lagi dari pasangan tersebut).

Respon seksual pada manusia dapat dibagi atas 3 fase : hasrat (libido), terangsang (arousal), dan orgasme. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV) mengklasifikasi gangguan seks dalam 4 kategori, yaitu : (1) primer, (2) akibat kondisi medis umum, (3) akibat zat tertentu, (4) yang tidak tergolongkan. Masing-masing 4 kategori ini memiliki gangguan pada semua 3 fase seksual tersebut.

Ejakulasi dini dapat berupa gangguan primer atau sekunder. Primer terjadi jika seseorang mengalami gangguan ini sejak fungsi seksual mereka mulai aktif (pubertas). ED sekunder mengindikasikan kondisi ini terjadi pada seseorang yang sebelumnya dapat mengendalikan ejakulasinya dan karena alas an yang tidak diketahui, ia mengalami ejakulasi dini dimasa depan. Pada ED sekunder, masalahnya tidak berkaitan dengan gangguan kesehatan secara umum, dan biasanya tidak berkaitan dengan suatu zat pemicu, walaupun, hyperexcitabilitas mungkin berkaitan dengan pemakaian obat psikoterapi dan gejala menghilang dengan dihentikannya obat. Ejakulasi dini cocok dengan kategori yang tidak tergolongkan karena belum ada seorang pun yang mengetahui dengan pasti penyebabnya, walaupun diduga faktor psikologis pada kebanyakan kasus.

Patofisiologi

Ejakulasi dini diyakini merupakan suatu permasalah psikologis dan tidak mewakili adanya penyakit organik yang melibatkan sistem reproduksi pria dan lesi pada otak atau sistem saraf. Sistem organ yang secara langsung dipengaruhi oleh ejakulasi dini adalah saluran reproduksi pria (penis, prostate, vesika seminalis, testis, dan bagian lainnya), bagian sistem saraf pusat dan perifer yang mengendalikan sistem reproduksi pria dan sistem organ reproduksi pasangan pasien (untuk tujuan artikel ini, pasangan adalah seorang wanita) yang kemungkinan tidak dirangsang dengan cukup untuk mencapai orgasme..

Jika ejakulasi dini terjadi sebegitu dini hingga terjadi bahkan sebelum penetrasi dilakukan dan pasangan ini sedang menginginkan kehamilan, sehingga kehamilan tidak dapat terjadi kecuali inseminasi buatan dilakukan. Kemungkinan sistem organ yang paling terpengaruhi adalah perasaan dari pasangan. Kedua anggota pasangan sepertinya secara emosional dan fisik tidak puas akibat masalah ini.

Ejakulasi dini secara historis dianggap sebagai gangguan psikologis. Suatu teori mengatakan pria dianggap mengalami tekanan social untuk mencapai klimaks dalam waktu yang pendek karena rasa takut ketahuan sedang melakukan masturbasi pada waktu remaja atau selama masa pengalaman seks dini “di jok belakang mobil” atau dengan pekerja seks. Pola dari pelepasan nafsu seks ini sulit dirubah hingga masa pernikahan. Fakta bahwa perempuan terangsang dan orgasme membutuhkan waktu yang lebih lama daripada pria semakin diketahui dan menyebabkan ejakulasi dini dianggap dan diyakini sebagai suatu masalah.

Banyak yang mempertanyakan apakah ejakulasi dini murni psikologis. Beberapa penelitian telah menemukan perbedaan antara konduksi saraf/waktu laten dan perbedaan hormonal antara pria yang mengalami ejakulasi dini dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya. Teorinya yaitu bahwa beberapa pria mengalami hyperexcitabilitas atau sensitivitas berlebihan pada genital mereka, sehingga tidak terjadi efek down-regulation (regulasi penurunan) aktivitas simpatis dan penundaan orgasme.

Terdapat pula pemikiran bahwa seseorang yang dapat ejakulasi dengan cepat lebih sukses dalam hubungan seks daripada pria yang membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai ejakulasi. Pemikiran seperti demikian terjadi pada zaman purba; paling tidak, jika benar terjadi, evolusi manusia terjadi sejak 5000 tahun yang lalu. Seorang pria yang terlalu lama ejakulasi akan diusir atau dibunuh oleh pria lain yang berkompetisi dalam suatu hubungan seks dengan perempuan pada zaman tersebut. Terpikirkan bahwa “gen purba” ini diturunkan melalui evolusi manusia.

Frekuensi

Amerika Serikat

Jumlah prevalensi ejakulasi dini pada pria Amerika diperkirakan 30-70%. The National Health and Social Life Survey (NHSLS) mengindikasikan prevalensi 30%, dimana berlaku untuk semua kategori umur dewasa (Berbeda dengan disfungsi ereksi yang prevalensinya meningkat seiring dengan meningkatnya umur). Namun, beberapa survey menunjukkan bahwa banyak pria tidak melaporkan ejakulasi dini kepada dokter mereka. Kemungkinan ini terjadi akibat perasaan malu atau perasaan bahwa tidak ada obat/terapi yang tersedia untuk masalah ini. Beberapa pria bahkan tidak menganggap ejakulasi dini sebagai suatu permasalahan medis. Data survey tersebut menunjukkan bahwa persentasi pria yang pernah mengalami ejakulasi dini pada beberapa masa dikehidupannya hampir dipastikan melebihi 30% pria yang dilaporkan oleh NHSLS.

Internasional

Estimasi untuk Negara-negara eropa dan India memiliki prevalensi yang sama dengan Amreika Serikat. Prevalensi pada bagian Asia, Afrika, Australia, dan lanilla tidak diketahui.

Mortalitas/Morbiditas

Tidak diketahui adanya akibat morbiditas atau mortalitas aibat adanya ejakulasi dini. Secara tidak langsung, ejakulasi dini dapat mempengaruhi kepercayaan diri, menyebabkan gangguan pada pernikahan, dan merupakan suatu faktor depresi dengan konsekuensinya yang jelas..

Ras

Walaupun tidak ada data yang dipublikasikan terhadap perbedaan antara kelompok ras berkaitan dengan insiden atau prevalensi ejakulasi dini, segelintir survey akhir-akhir ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman efek rasial berkaitan dengan masalah ini. Pada suatu survey melalui telepon (Carson and associates) menemukan pada wawancara 1320 pria tanpa disfungsi ereksi dimana 21%nya adalah non-Hispanik African Americans melaporkan adanya ejakulasi dini, sedangkan 29% pada ras Hispanik dan 16% pada non-Hispanik kulit putih. Suatu analisa Laumann et al pada NHSLS menemukan bahwa ejakulasi dini lebih sering terjadi pada pria Africa Amerika (34%) dan kulit putih (29%) dibandingkan dengan pria Hispanic (27%). Namun, membuat kesimpulan yang tegas dari data ini sulit dilakukan karena sedikitnya penelitian seperti itu dan kurangnya control yang sesuai.

Umur

Ejakulasi dini dapat terjadi pada semua umur pada kehidupan pria dewasa. Seperti pada keadaan yang dilaporkan, kecenderungannya terjadi pada pria yang lebih muda (umur 18-30 tahun) namun dapat terjadi bersamaan dengan impotensi sekunder pada pria berumur 45-65 tahun.

KLINIS

Riwayat

Menemukan riwayat ejakulasi dini pada pasien sangat berguna karena memandu terapi yang cocok untuk pasien (dan partnernya). Perlu difokuskan apakah ejakulasi dini terjadi primer atau sekunder dan menilai tingkt keparahan dari masalah ini.

Riwayat medis umum mengenai keadaan medis yang kemungkinan mempengaruhi perlu ditemukan. Sebagai contoh, jika pasien memiliki angina dan ini menyebabkan ketakuran akan infark miokard selama berhubungan badan, ia mungkin datang dengan ejakulasi dini disertai dengan adanya penyakit jantung dan perasaan insekuritas (tidak aman) akibat penyakit jantungnya. Menyembuhnya penyakit jantung biasanya mengembalikan kemampuan ejakulasi, tanpa terapi spesifik untuk ejakulasi dini. Untuk tujuan diskusi ini, pasien diasumsikan sehat secara fisik, dan disfungsi seksual sebagai satu-satunya masalah bermakna.

Jika pasien selalu mengalami ejakulasi dini pada saat pertama kali ia melakukan hubungan seks, maka ia dianggap mengalami ejakulasi dini primer. Jika ia pernah sukses dalam hubungan seks sebelumnya, maka ia mengalami ejakulasi dini sekunder. Pada kebanyakan kasus, ejakulasi sekunder lebih mudah diatasi dan memiliki prognosis yang lebih baik.

  1. Ejakulasi dini primer
    1. Menambahkan riwayat medis umum, tanyakan mengenai adanya permasalah psikologis sebelumnya karena pria dengan ejakulasi dini memiliki insiden gangguan psikiatrik yang lebih tinggi yang didapatkan dari populasi umum.
    2. Riwayat sebaiknya mencakup pertanyaan tentang pengalaman seksual yang dini. Apakah ia pernah mengalami trauma psikis seksual pada masa kecil atau remaja? Contohnya kemungkinan yaitu ketahuan masturbasi oleh orang tua, dengan perasaan bersalah yang mengikutinya. Atau pasien pernah dihukum karena ketahuan bermasturbasi.
    3. Tanyakan mengenai hubungan keluarga pasien pada saat ia tumbuh. Bagaimana ia berhubungan dengan ayahnya, ibunya, atau saudaranya? Apakah keluarganya memiliki riwayat inses atau pelecehan seksual? Pria biasanya dilecehkan oleh pria lain dan jarang terjadi oleh perempuan.
    4. Bagaimana hubungan dengan teman-temannya ? Apakah pasien memiliki teman pria atau wanita? Bagaimana ia menghargai dirinya sendiri terhadap lingkungannya (inferior, superior, atletik, lebih atau kurang pintar)?
    5. Apakah pasien memiliki masalah dengan pekerjaan ?
    6. Bagaimana sikap umum pasien terhadap sex (misalnya apakah ia menganggap sex sebagai tabu dan jorok), dan bagaimana pola preferensi, fantasi, dan rangsangan sex pasien?
    7. Apakah pasien memiliki keterikatan yang kuat dengan suatu ajaran agama? Jika iya, cari tau bagaimana agama tersebut memandang sex.
    8. Jika ejakulasi dini bermula setelah awal hubungan di luar nikah, apakah pasien merasa bersalah tentang hal ini?
    9. Jika ejakulasi dini pada pengalaman pertama hubungan sex dalam suatu perkawinan terjadi, carilah informasi mengenai bagaimana kehidupan sex noncoitus pasangan ini.
    10. Tanyakan mengenai perilaku sex dan respon dari pasangan wanita; jika ia memiliki masalah seperti dyspareunia, apakah berhubungan dengan masalah pada pria ?
    11. Bagaimana hubungan nonsexual pada pasangan ? Apakah terjadi pertengkaran atau mereka sedang dalam masa sulit?
    12. Keterangan dari ini dan pertanyaan yang serupa biasanya secara langsung menuju ke faktor yang dapat diterapi secara spesifik.
  2. Ejakulasi Dini Sekunder
    1. Sebagai tambahan dari riwayat medis umum, sebaiknya ditelusuri hubungan sebelumnya dimana ejakulasi dini belum menjadi masalah bagi pasien dan hubungan sebelumnya dimana tejadi ejakulasi dini transient.
    2. Pada hubungan sekarang, apakah ejakulasi dini selalu menjadi masalah atau apakah hal ini bermulai setelah jangka waktu hubungan sex sebelumnya dapat memuaskan kedua pasangan ?
    3. Telusuri secara spesifik kualitas hubungan yang terkait dengan faktor diluar hubungan sex ? Apakah pasangan bekerja sama dengan baik pada suatu masalah, atau apakah terdapat konflik? Siapa yang dominant dalam hubungan ini atau apakah secara umum setara (tidak ada yang dominant) ?
    4. Jika pasangan wanita tidak bersama dengan pasien ? Jika tidak, tanyakan mengapa. Kemungkinan, wanita menganggap masalah ini hanya masalah pasangan prianya dan tidak menganggap sebagai masalah hubungan mereka, dimana dapat menjadi petunjuk yang penting.
    5. Apakah ia memiliki masalah impotensi ? Apakah Disfungsi Ereksi (DE) juga ada? Jika DE tidak ada, seberapa lama waktu untuk pria mulai dari penetrasi hingga klimax?
    6. Dapatkah penetrasi terjadi, atau apakah ejakulasi dini terjadi sebelumnya sehingga penetrasi tidak terjadi?
    7. Apakah pasien mengalami ejakulasi dini dengan masturbasi, atau rangsangan dari pasangan, atau terjadi setelah penetrasi?
    8. Berapa lama waktu yang dibutuhkan pasangan wanita untuk mencapai klimaks ? Dapatkah ia mencapai klimax dengan penetrasi, atau apakah ia membutuhkan stimulasi klitoral langsung sebelumnya untuk mencapai klimax?
    9. Jika DE ditemukan namun terjadi setelah ejakulasi dini, maka terapi untuk kedua keadaan mungkin dibutuhkan; biasanya DE sembuh ketika pasien mendapatkan kepercayaan diri dalam mengendalikan ejakulasinya. Jika DE terjadi sebelumnya, maka ejakulasi dini kemungkinan merupakan disfungsi seksual sekunder, dimana akan sembuh jika pasien percaya diri bahwa ia mampu menjaga ereksinya.
    10. Penjelasan mengenai hal-hal ini dan faktor lain yang berkaitan biasanya terbukti sangat membantu untuk membuat perencanaan terapi.

Pemeriksaan Fisis

Temuan pemeriksaan fisis biasanya normal pada pria dengan ejakulasi dini sebagai satu-satunya gangguan.

Penyebab

Penyebab ejakulasi dini dianggap sebagai faktor psikologis, walaupun tidak seorang pun tahu penyebab sesungguhnya.

  1. Ejakulasi Dini Primer
    1. Pada ejakulasi dini primer, dimana pria tidak pernah mengalami hubungan seksual sebelumnya juga tidak pernah mengalami ejakulasi dini, gangguan emosional yang sangat kuat kemungkinan terjadi dan penyebabnya dapat beragam.
    2. Terkadang, perilaku ini merupakan respon terkondisi akibat masturbasi pada masa remaja, namun, seringkali pasien mengalami kecemasan yang mendalam mengenai sex atau pengalaman traumatic yang dialami pada masa perkembangan. Contoh dapat berupa inses, pelecehan sexual, konflik dengan orang tua, atau gangguan serius lainnya.
    3. Pada kebanyakan kasus, seorang dokter atau urologist perlu berkonsultasi dengan psikiater, psikolog, atau profesi lain yang terkait dengan penyakit ini.
  2. Ejakulasi dini sekunder
    1. Beberapa tipe kecemasan merupakan faktor utama terjadinya ejakulasi dini sekunder.
    2. Tekanan performa (misal, ketakutan akan kegagalan memuaskan pasangan ) dapat timbul dengan beragam kejadian pemicu. DE merupakan keadaan paling sering memicu. Jika pasien takut ereksinya tidak bertahan, karena adanya DE atau membayangkan kegagalan tersebut, hal demikian dapat memicu ejakulasi dini.
    3. Namun penelusuran riwayat secara seksama diperlukan karena situasinya kemungkinan kompleks
    4. Karena kebanyakan dokter bukan merupakan seorang sex therapist yang terlatih, menemukan konflik pada pasangan kemudian merujuk pasangan ini kepada seorang dokter yang professional dengan pengalaman pada bidang ini. Jika dokter memiliki sedikit pengalaman atau pernah menjalani pelatihan dibidang ini atau merasa percaya diri untuk menangani hal ini, maka dokter dapat memulai penatalaksanaan.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

Pertimbangkan mengenai anorgasmia atau Orgasme sangat tertunda pada pasangan wanita, dimana kata tertunda merupakan relative karena rata-rata waktu bagi wanita untuk mencapai klimaks beragam namun dari penelitian rata-rata dalam 12-25 menit. Jika seorang wanita membutuhkan waktu 3 jam untuk mencapai klimaks, maka ini sangat diluar normal. Pada kasus orgasme tertunda atau kesulitan orgasme pada wanita, hampir semua pria dianggap memiliki ejakulasi dini.

Pertimbangkan mengenai efek samping dari obat psikoterapi. Jika masalah ejakulasi dini bermula dengan pemberian awal suatu obat dan ejakulasi dini berhenti setelah obat dihentikan, dokter perlu mencurigai bahwa kedua hal ini saling berkaitan.

Beberapa pria mungkin dibingungkan dengan cairan yang keluar pada saat perangsangan, yaitu cairan pelumas yang disekresi oleh kelenjar Cowper dan kelenjar lainnya selama fase perangsangan. Riwayat sexual secara teliti dapat mengklarifikasi masalah ini dan dapat memberikan keyakinan terhadap pasien mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

Disfungsi ereksi dapat menjadi gejala klinis dari beberapa pria yang mengalami ejakulasi dini. Membedakan kedua permasalahan ini penting dilakukan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

  1. Pada pria dengan ejakulasi dini dan tanpa permasalahan medis umum lainnya, tidak ada pemeriksaan lab konvensional yang dapat membantu atau mempengaruji pemilihan jenis terapi.
  2. Pemeriksan kadar testosterone dan prolactin serum cocok dilakukan jika ejakulasi dini disertai dengan permasalahan impotensi.

PENATALAKSANAAN

Terdapat beberapa pilihan terapi medis untuk ejakulasi dini. Kondisi medis umum yang berat (seperti angina) sebaiknya diatasi terlebih dahulu; untuk tujuan diskusi ini, pria dianggap tidak memiliki penyakit medis umum dan ejakulasi dini merupakan satu-satunya permasalahnnya. Sebagai tambahan, permasalahan ereksi lainnya yang menyertai dapat ditangani dengan beragam metode dengan keberhasilan yang sempurna

  1. Melibatkan pasangan wanita sebisa mungkin dalam terapi dan sesi konseling penting untuk mencapai hasil yang diinginkan.
  2. Langkah pertama penanganan ejakulasi dini adalah untuk melenyapkan adanya tekanan batin (berupa pikiran takut tidak dapat memuaskan pasangan) pada pria.
    • Jika ejakulasi dini terjadi pada saat penetrasi telah berlangsung, minta kepada pasangan tidak melakukan penetrasi hingga ejakulasi dini telah dapat ditangani. Pria dapat melakukan stimulasi lain tanpa melakukan penetrasi.
    • Jika pria selalu mengalami ejakulasi pada rangsangan awal atau pada permulaan foreplay, ini merupakan masalah serius dan kemungkinan mengindikasikan adanya ejakulasi dini primer, dimana kebanyakan membutuhkan penanganan spesialis jiwa.
  3. Pasangan diminta untuk melakukan terapi seksual, seperti teknik stop-mulai atau tekan-henti yang dipopulerkan oleh Masters dan Johnson. Kebanyakan pasangan merasa teknik ini berhasil. Ini juga dapat membantu pasangan wanita lebih terangsang dan dapat memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mencapai klimaks.
    • Modalitas terapi lainnya yaitu dengan krim desensitasi digunakan oleh pria. Seperti namanya krim ini dapat mengurangi stimulasi pada penis sehingga dapat memperpanjang waktu untuk ejakulasi. Namun krim ini belum diakui oleh FDA.
  4. Jika pria relative muda dan dapat mencapai ereksi kembali setelah beberapa menit terjadinya ejakulasi dini, biasanya ia memiliki pengendalian waktu yang lebih baik pada hubungan sex berikutnya.
    • Beberapa ahli menyarankan pria muda untuk melakukan masturbasi 1-2 jam sebelum hubungan seksual direncanakan.
    • Interval waktu untuk mencapai klimaks kedua biasanya memiliki masa laten lebih panjang dan pria kebanyakan dapat mengendalikan lebih baik ejakulasinya pada keadaan seperti ini.
    • Pada orang yang lebih tua, strategi ini mungkin kurang efektif karena mereka sulit untuk mendapatkan ereksi kedua setelah ejakulasi dini. Jika ini terjadi maka hal tersebut dapat merusak rasa percaya diri dan mengakibatkan impotensi sekunder.
  5. Modalitas farmakologik yang dapat membantu pria dengan ejakulasi dini adalah obat dari golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) class, obat yang biasanya digunakan di klinik sebagai antidepressant.
    • Beberapa antidepressant tricyclic yang mempunyai aktivitas seperti SSRI dapat mencapai hasil yang sama.
    • Kebanyakan obat ini memiliki efek samping yang menyebabkan kedua pasangan wanita dan pria mengalami penundaan bermakna dalam mencapai orgasme.
    • Untuk alasan ini, pengobatan dengan efek samping SSRI ini telah digunakan untuk pria yang mengalami ejakulasi dini.

      FARMAKOTERAPI

      Tidak ada obat yang diakui oleh FDA sebagai terapi ejakulasi dini. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan obat dengan efek samping serupa dengan SSRI, aman dan efektif digunakan untuk tujuan ini. SSRIs merupakan obat yang paling berhasil menunda respon yang terlalu cepat pada pria dengan ejakulasi dini. Krim desensitasi yang mengandung agen anastesi lokal dapat berguna pada beberapa pria, namun diyakini tidak memiliki efektifitas yang baik.

      Ejakulasi dini yang berkaitan dengan disfunsi ereksi (DE) dapat sembuh setelah DE dapat berhasil ditangani. Obat untuk penanganan DE termasuk sildenafil (Viagra), vardenafil (Levitra), tadalafil (Cialis), alprostadil (Caverject, Muse), dan, kemungkinan juga SSRI (jika DE disebabkan oleh depresi).

      Selective serotonin reuptake inhibitors

      Mekanisme kerjanya dihubungkan dengan hambatan terhadap uptake neuronal dari serotonin pada sistem saraf pusat. Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan bahwa SSRI memiliki efek pada reuptake neuronal dopamine dan norepinephrine.

      SSRIs telah diteliti memiliki efek samping sexual, yang paling sering adalah penundaan klimaks pada pria dan wanita. Sertraline (Zoloft), paroxetine (Paxil), dan fluoxetine (Prozac) merupakan contoh SSRI yang berhasil menangani ejakulasi dini.

      Terapi optimal untuk ejakulasi dini belum diketahui, namun dari pengalaman peneliti, dosis tunggal sebelum hubungan intim dilakukan dapat bekerja dengan baik pada beberapa pria. Jika dosis tunggal berhasil maka terapi jelas lebih mudah dilakukan dan memiliki efek samping lebih kecil. Pada dosis multiple, dosis ditingkatkan secara bertahap hingga efek terapeutik atau dosis maksmial harian telah tercapai.

      KOMPLIKASI

      1. Ejakulasi dini yang berat dapat menyebabkan stress dalam perkawinan, dimana dapat berperan dalam suatu pertengkaran rumah tangga bahkan dapat berujung perceraian pada beberapa kasus..
      2. Konsepsi juga sulit terjadi pada kasus ejakulasi dini sebelum penetrasi terjadi.

      PENCEGAHAN.

      Penelitian di masa depan mungkin menilai apakah insiden ejakulasi dini pada pria muda dapat menurun dengan edukasi seks yang lebih baik selama masa remaja. Terapi dini disfungsi ereksi kemungkinan dapat mencegah ejakulasi dini sekunder pada pria lebih tua.

      PROGNOSIS

      1. Master dan Johnson mengklaim bahwa kebanyakan pria (>85%) dengan ejakulasi dini dapat diatasi dengan teknik tekan-henti. Pada kebanyakan kasus, mereka mengklaim bahwa teknik ini sukses dalam waktu 3 bulan setelah dimulainya teknik ini.
      2. Walaupun Masters dan Johnson melaporkan hasil yang baik, namun beberapa peneliti menemukan hasil yang lebih buruk dengan teknik tekan-henti ini.
      3. Dengan kombinasi beberapa metode, termasuk pengobatan SSRI, memperoleh tingkat perbaikan atau penyembuhan paling baik pada kebanyakan kasus, ketika pasangan berkomitmen untuk bekerjasama menangani masalah ini.
      4. Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan juga mengindikaskan bahwa konseling dan terapi medikamentosa dapat mencapai keberhasilan hingga 85%.
      5. Masalah dari terapi yaitu bahwa angka relaps mencapai 20-50%. Beberapa pria memerlukan komitmen jangka panjang dalam menjalani teknik terapi behavioral (kebiasan jangka panjang mungkin sulit dimodifikasi). Pasien yang berhasil dengan terapi medikamentosa (misal SSRIs) mungkin membutuhkan pengobatan seumur hidupnya, sama seperti pasien depresi yang memerlukan obat ini seumur hidupnya untuk menghindari depresi rekuren. Angka kegagalan jangka panjang yang tepat belum didapatkan dan tergantung durasi dari tindak lanjut untuk pasien tertentu.

Tidak ada komentar: