APPENDISITIS AKUT
(Original Article "Acute Appendicitis" from Harrison's Principle of Internal Medicine 17th Ed, diterjemahkan oleh Husnul Mubarak, S.Ked )
Dengan lebih dari 250,000 appendectomies dikerjakan tiap tahunnya, appendicitis merupakan kedaruratan bedah abdomen yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat. Insiden appendicitis puncaknya pada decade pertama dan kedua kehidupan; jarang terjadi pada usia sangat muda atau tua. Namun, perforasi sering terjadi pada anak-anak dan umur lanjut, dimana periode ini merupakan angka tertinggi pada mortalitas. Pria dan wanita sama-sama dapat terkena, kecuali pada antara umur pubertas dan umur 25 tahun, dimana pria dominant dengan rasio 3:2. Insiden appendicitis cenderung stabil di Amerika Serikat selama 30 tahun terakhir, sementara insiden appendicitis lebih rendah pada negara berkembang dan negara terbelakang, terutama negara-negara Afrika, dan lebih jarang pada kelompok sosioekonomi rendah. Angka mortalitas di Amerika Serikat menurun delapan kali lipat antara tahun 1941 dan 1970 namun bertahan <1>
Appendicitis diyakini terjadi sebagai akibat adanya obstruksi lumen appendix. Obstruksi paling sering disebabkan oleh fecalith, dimana diakibatkan oleh akumulasi dan pengeringan kandungan feses yang mengandung serat tumbuhan. Pembesaran folikel lymphoid akibat infeksi virus, barium mongering, cacing (cacing pita, Ascaris, dan Taenia), dan tumor dapat pula mengobstruksi lumen ini. Penemuan patologis lainnya yang umum yaitu adanya ulkus appendix. Penyebab ulkus ini tidak diketahui, walaupun etiologi virus telah dipostulatkan. Infeksi Yersinia mungkin dapat menyebabkan penyakit ini karena terlihat peningkatan antibody terhadap infeksi ini pada 30% kasus appendicitis. Bakteri di lumen memperbanyak diri dan menginvasi dinding appendix bersamaan dengan terjadinya pembengkakan vena dan kemudian gangguan arterial akibat tingginya tekanan intralumen. Pada akhirnya, gangrene dan perforasi terjadi. Jika proses ini berjalan perlahan, struktur sekitar seperti terminal ileum, cecum, dan omentum dapat menutupi area ini sehingga abses terlokalisasi akan muncul, dimana perkembangan dari gangguan vaskuler dapat menyebabkan perforasi dengan akses bebas ke kavum peritoneum. Ruptur pada abses appendix dapat menyebabkan adanya fistula antara appendix dan buli-buli, usus halus, sigmoid, atau caecum. Biasanya appendicitis akut merupakan manifestasi klinis pertama Chron’s Disease
Sementara infeksi kronis pada appendix seperti tuberculosis, amebiasis, dan actinomycosis dapat terjadi, suatu pernyataan klinis menyatakan bahwa inflamasi appendix kronik tidak biasanya menjadi penyebab dari nyeri abdominal yang berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Di lain pihak, appendicitis akut rekuren dapat terjadi, biasanya diikuti dengan hilangnya inflamasi dan gejala diantara dua serangan. Appendisitis akut rekuren dapat juga terjadi jika sisa appendix ditinggalkan begitu saja setelah appendectomy.
Rasa tidak nyaman pada abdomen dan anorexia berkepanjangan yang dikaitkan dengan appendicitis merupakan patognomonic. Nyeri dijelaskan terletak pada daerah periumbilikal pada awalnya dan kemudian merambat ke bagian kanan bawah. Pola klasik gejala ini terjadi pada 66% pasien. Namun, pada pasien pria, gejala ini cukup untuk langsung dianjurkan eksplrasi bedah. Differensial diagnosis untuk nyeri periumbilical atau region bawah kanan diperlihatkn pada Tabel 1. Nyeri periumbilical bersifat visceral, diakibatkan adanya distensi dari lumen appendix. Nyeri ini dibawa oleh konduksi lambat C-fiber dan nyeri biasanya tidak dapat dibedakan letaknya antara periumbilical atau daerah epigastric. Pada umumnya, nyeri visceral ringan, kadang-kadang dengan kram dan biasanya berlangsung selama 4 – 6 jam, namun ini mungkin tidak dirasakan pada seseorang yang stoic (tidak mudah mengeluh jika sakit). Ketika inflamasi menyebar hingga ke permukaan peritoneal parietal, nyeri menjadi somatik, jelas, lebih berat dan dapat semakin sakit akibat pergerakan atau batuk. Nervus afferen pada bagian parietal adalah A delta fibers, yang merupakan konduksi cepat dan unilateral. Serat saraf ini melokalisasi nyeri pada quadran kanan bawah. Anorexia sangat umum terjadi; dimana pasien lapar biasanya tidak terkena appendicitis akut. Mual dan muntah terjadi pada 60% – 50% kasus, namun muntah biasanya terbatas. Perubahan pada aktivitas usus memiliki nilai diagnostic yang kecil, karena tidak ada perubahan yang biasa ditemukan, walaupun dapat terjadi diare akibat adanya inflamasi appendix pada daerah perbatasan dengan sigmoid dapat menyebabkan kesulitan dalam penegakkan diagnosis. Poliuria dan dysuria terjadi jika appendix terdapat berdekatan dengan kandung kemih.
Pemeriksaan fisis berbeda-beda tergantung onset penyakit dan tergantung pada lokasi appendix, yang bias saja terletak di bagian dalam pada cul-de-sac pelvis; kuadran kanan bawah terkait dengan lokasi peritoneum, cecum dan usus halus; pada bagian kanan atas (terutama selama kehamilan); atau bahkan pada kuadran kiri bawah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan kecuali rasa perih dapat di provokasi. Sementara keperihan biasanya absent pada stadium visceral dini penyakit, perasaan ini selalu munvul dan ditemukan di lokasi manapun tergantung posisi appendix. Umumnya, nyeri tekan ini pada McBurney’s point, secara anatomis terletak sepertiga dari jarak Spina iliaca anterior dan umbilicus. Rasa nyeri dapat tidak ada sama sekali jika appendix retrocecal atau pelvis ditemukan, dimana pemeriksaan fisis yang ditemukan hanya rasa nyeri pada pinggang atau pada pemeriksaan rectal atau pelvis. Nyeri rebound biasa didapatkan dan seringkali tidak ditemukan pada tahap dini penyakit ini. Hyperesthesia kulit pada kuadran kanan bawah dan tanda psoas atau obturator positif kadang merupakan tanda lanjut dan kurang memiliki nilai diagnostic .
Suhu tubuh biasanya normal atau sedikit meningka [37.2°–38°C (99°–100.5°F)], namun suhu tubuh >38.3°C (101°F) menandakan adanya perforasi. Tachycardia berjalan seiring dengan peningkatan suhu. Rigiditas dan rasa nyeri semakin ditandai jika penyakit semakin mengarah pada perforasi atau peritonitis difus. Distensi jarang ditemukan kecuali peritonitis difus telah dialami. Suatu
Walaupun leukositosis moderat dengan jumlah 10.000 – 18.000 sel/L sering ditemukan , alpanya leukositosis tidak menyingkirkan diagnosis appendicitis akut. Leukositosis >20.000sel/L menandakan adanya kemungkinan perforasi. Anemia dan darah pada feses menunjukkan adanya diagnosis primer karsinoma caecum, terutama pada lanjut usia. Urin mungkin mengandung sedikit sel darah putih atau merah tanpa bacteria jika appendix berdekatan dengan ureter kanan atau kandung kemih. Urinalysis adalah alat paling berguna untuk menyingkirkan diagnosis penyakit genitourinaria yang mirip dengan appendicitis.
Foto polos jarang bermanfaat kecuali terlihatnya fekalith opaque (5% pasien) didapatkan pada kuadran kanan bawah (terutama pada anak-anak). Sehingga, X-ray abdominal tidak rutin dilakukan kecuali terdapat keadaan lain seperti kemungkinan adanya obstruksi usus atau adanya batu ureter. Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan gambaran USG dengan adanya appendix yang membesar atau berdinding tebal. USG juga terbaik untuk menyingkirkan diagnosis adanya kista ovarium, kehamilan ektopik, dan abses tuboovarium. Beberapa penelitian telah membuktikan manfaat dari CT-Scan dengan atau tanpa kontras untuk menegakkan diagnosis appendicitis akut. Penemuan pada CT dapat berupa appendix menebal dengan adanya periappendical stranding dan biasanya dengan keberadaan fecalith (Gambar 1 dan 2). Nilai presisi dari CT-Scan adalah 95-97% an dengan akurasi hingga 90-98%. Sebagai tambahan tidak nampaknya appendix pada gambaran CT-Scan berkaitan dengan penemuan appendix normal pada 98% kasus. Udara bebas peritoneum jarang terlihat, bahkan pada appendicitis dengan perforasi
Gambar 2. Fecolith pada Appendix
Walaupun episode riwayat khas dan penemuan fisis terdapat pada 50-60% kasus, luasnya variasi dari pola atipikal penyakit ini biasa ditemukan, terutama pada umur anak-anak atau lansia dan selama kehamilan. Balita dibawah umur 2 tahun mempunyai 70-80% insiden perforasi dan peritonitis. Ini kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan mendiagnosis. Balita yang mengalami diare, muntah-muntah, dan nyeri perut paling dicurigai. Demam lebih sering terjadi pada kelompok umur ini. Pada orang lansia, nyeri biasanya samar, dan diagnosisnya sering tertunda menyebabkan 30% insiden perforasi pada pasien dengan umur diatas 70 tahun. Pasien lansia sering datang mulanya dengan adanya
Appendicitis terjadi pada 1 diantara 500-2000 kehamilan dan merupakan keadaan extrauterin yang paling sering membutuhkan operasi abdomen. Diagnosis kemungkinan terlewatkan atau terlambat karena kejadian nyeri abdomen dan mual-muntah sering normal terjadi pada kehamilan dank arena adanya perpidahan appendix dari kuadran kanan bawah ke kuadran kanan atas selama trimester kedua dan ketiga kehamilan. Appendicitis cenderung sering terjadi pada trimester kedua. Diagnosis terbaik ditegakkan dengan USG, yang memiliki akurasi 80%, namun, jika perforasi telah terjadi, akurasi menjadi 30%. Intervensi dini harus dilakukan karena insiden kematian janin dengan appendix normal adalah 1,5% dan dengan perforasi insiden menjadi 20-35%
Appendisitis akut telah disebut juga sebagai masquerader dan diagnosis lebih sulit ditegakkan pada wanita muda. Memperoleh anamnese termasuk dari aktivitas seksual dan keberadaan secret vagina, akan membantu membedakan appendicitis dengan Penyakit Radang Panggul (PID/Pelvic Inflammatory Disease). Adanya secret vagina yang berbau dan didapatkannya bakteri gram negative intraseluler merupakan patognomonik untuk PID. Nyeri pada pergerakan serviks juga lebih spesifik untuk PID namun dapat pula terjadi pada appendicitis jika perforasi telah terjadi atau appendix berada dekat dengan uterus atau adnexa. Rupture of graafian follicle (mittelschmerz) tejadi pada pertengahan siklus dan akan menyebabkan nyeri dan perih lebih diffuse dan biasanya derajatnya lebih ringan dibandingkan appendicitis.Ruptur kista korpus luteum mirip secara klinis dengan ruptur folikel graafian namun muncul pada periode menstruasi. Adanya
Lymphadenitis mesenterika akut dan gastroenteritis akut menjadi diagnosis jika nodus limfe terlihat membesar atau kemerahaan pada mesenterika dan appendix normal biasanya terlihat pada operasi pada pasien yang biasanya mengalami keperihan pada kuadran kanan bawah. Sebelumnya pasien ini mungkin memiliki suhu tubuh yang tinggi, diare, nyeri abdomen yang lebih diffuse, dan lymphositosis. Diantara kram, abdomen biasanya relaksaasi secara sempurna. Anak-anak sepertinya lebih sering mendapatkannya dibandingkan pada orang dewasa. Beberapa dari pasien ini terkena infeksi with Y. pseudotuberculosis atau Y. enterocolitica, dimana diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan kultur nodus mesenterika atau dengan pemeriksaan serologic. Pada gastroenteritis akibat Salmonella, penemuan abdominal mirip, walaupun nyeri dapat lebih berat dan terlokalisasi, dan demam sering ditemukan. Keberadaan gejala yang serupa pada keluarga membantu diagnosis. Penyakit Crohn’s biasanya berkaitan dengan riwayat gejala yang lama, sering dengan eksaserbasi sebelumnya yang dinilai sebagai episode gastroenteritis kevuali diagnosis telah ditegakkan sebelumnya. Seringpula
Penatalaksanaan Appendisitis Akut
Jika diagnosis dipertanyakan, observasi selama 4-6 jam dengan beberapa pemeriksaan abdominal seringkali berguna. Antibiotik sebaiknya tidak diberikan jika diagnosis masih belum jelas karena sepertinya obat ini akan menutupi gejala perforasi. Pengobatan dari suspek appendicitis adalah operasi dini dan appendectomy sesegera mungkin. Appendectomy biasanya dilakukan dengan teknik laparoskopi dan berkaitan dengan pemakaian sedikit bahan anastesi dan pasien cepat dipulangkan. Biasanya ditemukan 15-20% insiden appendix normal pada operasi appendectomy namun hal ini diterima karena dapat mencegah perforasi akibat appendicitis yang lama ditangani. Penggunaan laparoskopi dini dibandingkan pemeriksaan klinis yang carmat tidak memberikan manfaat klinis yang berarti pada pasien nyeri abdomen tidak spesifik.
Pendekatan yang berbeda dilakukan jika massa dapat terpalpasi pada 3-5 hari dari onset gejala. Penemuan ini biasanya menandakan adanya phlegmon atau abses dan komplikasi dari exisi bedah sering terjadi. Pasien seperti ini diatasi dengan antibiotic spectrum luas, drainase abses >3cm, cairan parenteral, dan istirahat usus (bowel rest) biasanya memberikan remisi dalam 1 minggu. Appendectomy biasanya dilakukan secara aman pada 6-12 minggu kemudian. Penelitian klinis acak telah menunjukkan bahwa pemakaian antibiotic dapat efektif untuk menangani appendicitis akut dan tidak terperforasi pada 86% pasien pria. Namun pemberian antibiotic saja terkait dengan jumlah rekurensi yang tinggi dibandingkan dengan intervensi bedah. Jika massa membesar dan pasien terlihat menjadi lebih toksik, abses sebaiknya didrainase. Perforasi berkaitan dengan peritonitis umum dan komplikasinya, termasuk abses subphrenic, pelvis, atau abses lainnya dan dapat dihindari dengan diagnosis dini. Angka mortalitas untuk appendicitis tidak terperforasi 0,1%, lebih kecil dibandingkan resiko anastesia total; untuk appendicitis perforasi, mortalitas biasanya 3% (dan dapat mencapai 15% pada orang lanjut usia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar