Jumat, 15 Agustus 2008

Infeksi Telinga dan Obesitas

Infeksi Telinga dapat Meningkatkan Resiko Obesitas

Kerusakan Pada Saraf Perasa Kemungkinan Berperan, Menurut Para Peneliti
By Salynn Boyles
WebMD Health News
Diterjemahkan oleh Husnul Mubarak,S.Ked

Aug. 14, 2008 – Apakah anak dengan infeksi telinga yang rekuren mempunyai peningkatan resiko untuk menjadi gemuk pada masa akan datang ?

Penelitian terkini menyatakan sedemikian, dan kerusakan terhadap saraf yang mengendalikan indra perasa merupakan faktor utama.

Penelitian ini dipresentasikan untuk pertama kalinya pada konvensi tahunan American Psychological Association yang ke-116 di Boston

Peneliti indra perasa ini, Linda M. Bartoshuk, PhD, dari University of Florida College of Dentistry, berkata kepada WebMD bahwa seiring waktu, infeksi telinga yang rekuren dapat merubah persepsi rasa dengan cara meningkatkan keinginan terhadap makanan berlemak tinggi dan dengan kandungan gula yang ringgi, dimana, akan menyebabkan obesitas.

"Infeksi telinga berhubungan dengan indra perasa karena salah satu saraf indra perasa berjalan melalui telinga tengah sebelum masuk menuju ke otak,” lanjutnya.

Saraf perasa lainnya terletak pada tenggorokan, Bartoshuk berkata, dan peneliti juga mempresentasikan penemuan yang menunjukkan peningkatan resiko obesitas pada anak yang memiliki riwayat tonsillektomi.

Infeks Telinga dan Obesitas

Bartoshuk berkata ia pertama kali mencurigai adanya hubungan antara infeksi telinga dan obesitas sekitar 6 tahun yang lalu setelah menganalisa penemuan dari suau survey yang ia lakukan untuk meneliti indra perasa dan kesehatan.

Sekitar 6.600 orang dewasa –kebanyakan merupakan akademisi- menyelesaikan survey tersebut, yang menyangkutkan pertanyaan mengenai riwayat infeksi telinga dan index massa tubuh (IMT) terkini, suatu tolak ukur dalam menilai obesitas.

Individu dengan riwayat infeksi telinga rekuren ternyata 62% lebih sering menjadi obese dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki riwayat infeksi telinga.

"Kami tidak menyangka bahwa infeksi telinga ternyata terkait dengan IMT, namun itulah yang kami temukan,” Ia berkata.

Bartoshuk kemudian melihat data penilitian lainnya yang memasukkan informasi mengenai riwayat infeksi telinga dan berat badan.

Beberapa penilitian ini telah dipresentasikan pada symposium terkini, bersamaan dengan penilitan Bartoshuk's.

Pada suatu penelitian yang melibatkan wanita-wanita dewasa yang diperiksa sensitivitas perasanya, terbukti bahwa wanita dengan riwayat kerusakan pada indra perasa cenderung lebih menyukai makanan berlemak dan berkadar gula tinggi dibandingkan dengan wanita normal tanpa kerusakan indera perasa. Mereka pula cenderung memiliki pinggul yang lebih besar.

Pada penilitan lainnya, anak umur prasekolah dengan riwayat infeksi telinga terbukti cenderung lebih kurang memakan sayur-sayuran dan lebih banyak makanan bergula dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat infeksi telinga. Mereka juga cenderung lebih gemuk.

Epidemiologis, Kathleen Daly, PhD, dari University of Minnesota-Twin Cities, melaporkan penilitannya pada anak dibawah umur 2 tahun, menyatakan bahwa infeksi telinga kronis pada umur ini berkaitan dengan IMT yang lebih tinggi pada ulang tahun ke 2 tahun.

"Semua ini menarik dan misterius, namun kita tidak mengetahui apakah ini bermakna atau tidak,” Kata Daly.

Akhirnya, pemeriksaan ulang dari suatu survey kesehatan nasional yang besar yang dilakukan pada tahun 1960 menemukan adanya peningkatan resiko obesitas sebesar 30% pada anak yang telah menjalani tonsillektomi.

Penelitian yang dipresentasikan di Boston secara luas melibatkan analisis ulang dari database yang telah ada.

Semuanya setuju bahwa penelitian yang secara spesifik menjawab pertanyaan apakah infeksi telinga kronis dan bedah tonsil berperan dalam perkembangan obesitas dibutuhkan untuk membuktikan hipotesis ini.

"Diketahui bahwa epidemic dari obesitas di negara ini dan bukti bahwa anak-anak semakin menjadi lebih gemuk pada umur yang lebih muda, hal ini sebaiknya kita lebih perhatikan dengan seksama,” kata Daly kepada WebMD.

Namun spesialis telinga John W. House, MD, dari House Ear Institute di Los Angeles tidak begitu meyakini penelitian ini.

"Kami melihat ribuan anak dan orang dewasa dengan infeksi telinga kronis tiap tahunnya di klinik kami,” katanya. “Jika hubungan ini benar adanya, kami dapat melihatnya (obesitas) pada pasien-pasien kami, namun pada kenyataannya, kami tidak menemukannya.”

Spesialis THT dari University of Pittsburgh, Hirsch, MD, FACS, mengatakan kepada WebMD bahwa penelitian yang dipresentasikan di symposium Boston kurang cukup membuktikan adanya hubungan antara infeksi telinga, operasi tonsil, dan obesitas.

House dan Hirsch merupakan juru bicara dari American Academy of Otolaryngology -- Head and Neck Surgery.

"Terlalu cepat untuk mempercayai bahwa permasalahan telinga dapat menyebabkan obesitas dari jenis penelitian seperti ini,” lanjutnya..

Tidak ada komentar: