Demam Tifoid
DEMAM TIFOID
DEFINISI
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakiut infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Dari demam tifoid dan paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus abdominalis. Demam paratifoid menunjukkan manifestasi yang sama dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan.
ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi. Sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella enteritidis, yaitu S. enteritidis bioserotipe paratyphi A, S. enteritidis bioserotipe paratyphi B, S. enteritidis bioserotipe paratyphi C. kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama S.paratyphi A, S. schottmuelleri, dan S.hirschfeldii.
EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid dan paratifoid endemik di Indonsia. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S.Typhi, yaiut pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering, karier. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupaakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik.
MANISFESTASI KLINIS
Masa tunas 7 – 14 hari (ratap 3 – 30). Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodmal berupa rasa tidak enak badan. Pada kasus khas terdapat demam remitten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat konstipasi, tetapi mungkin normal bahkan diare. Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama , keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksi, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah tifoid (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma, sedangkan reseoloe jarang ditemukan pada orang Indonesia.
PATOGENESIS
S. typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak Peyeri di ileum terminalisyang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfemesenterial, dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus. S. Typhi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. Typhi bersarang di plak Peyeri, limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin S.typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. S.typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam.
DIAGNOSIS
Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid. Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1 : 320 atau titer antibodi H 1 : 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa oasien, uji Widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.
KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalamn :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni dan atau koagulasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sreing terjadi pada keadaaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna
PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :
1. Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
a. Kloramfenikol. Dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 25 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan dkk di RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari golongfan kuinolon.
b. Ampisilin/Amoksisilin. Dosis 50 – 150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu.
c. Kotrimoksazol, 2x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.
d. Sefalosporin generasi II dan III. Di subbagian Penyakit Tropis dan Infeksi FKUI-RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah :
? Ceftriaxone 4 gr / hari selama 3 hari
? Norfloxacin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.
? Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
? Ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari
? Pefloxacin 400 mg/hari selama 7 hari
? Fleroxacin 400 mg/hari selama 7 hari
2. Istirahat dan perawatan profesional, bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Paien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi dengan optimal.
Pada kasus perforasi dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik. Prognosis tidak begitu baiuk pada kedua keadaan di atas.
PENCEGAHAN
Usaha pencegahan tifoid dapat dibagi dalam :
1. Usaha terhadap lingkungan hidup.
a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
b. Pembuangan kotoran manusia yang higienis.
c. Pemberantasan lalat
d. Pengawasan terhadap rumah makan dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a. Imunisasi KOTIPA (perlu diulang setiap 5 tahun)
b. Menemukan dan mengawasi karier tifoid.
c. Pendidikan kesehatan terhadap masyarakat.
PROGNOSIS
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6 % dan pada orang dewasa 7,4 % dengan rata-rata 5,7 %.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar