Sabtu, 10 Mei 2008

GERD

GERD

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD/Penyakit Refluks Gastroesofageal) adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk melindungi mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparan yang berulang.

Refluks asam sendiri merupakan suatu pergerakan dari isi lambung dari lambung ke esophagus. Refluks ini sendiri bukan merupakan suatu penyakit, bahkan keadan ini merupakan keadaan fisiologis. Refluks ini terjadi pada semua orang, khususnya pada saat makan banyak, tanpa menghasilkan gejala atau tanda rusaknya mukosa esophagus.

Pada GERD sendiri merupakan suatu spectrum dari penyakit yang menghasilkan gejala heartburn dan regurgitasi asam. Telah diketahui bahwa refluks kandungan asam lambung ke esophagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esophagus, seperti esofagitis, striktur peptik, dan Barret’s esophagus dan gejala ekstraesophagus, seperti nyeri dada, gejala pulmoner, dan batuk.

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) umum ditemukan pada populasi di Negara-negara barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Negara-negara Asia-Afrika. Di Indonesia sendiri belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di Divisi Gastroenterohepatologi Departemen IPD FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dyspepsia.

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan atau aliran retrograde yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3mmhg).

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, meningkatnya tekanan intra abdomen.

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Faktor defensif dari esofagus yaitu pemisah antirefluks berupa tonus LES. Menurunnya tonus LES menyebabkan menurunnya kecepatan klirens asam sehingga apabila terjadi aliran retrograde transient akan ada cukup waktu untuk asam mengiritasi mukosa esofagus. Faktor defensif lainnya dari esofagus adalah ketahanan dari epitelial esofagus.

Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak pada epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang ada gejala disfagia, mual, atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Odinofagia ditemukan pada keadaan yang sudah berat. Batuk-batuk adalah gejala pernapasan umum yang muncul akibat aspirasi dari isi lambung ke dalam tracheobronchial atau dari refleks vagal yang mengakibatkan bronchokonstriksi. Gejala GERD biasanya perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang dapat mengancam nyawa pasien.

Pemeriksaan Endoskopi UGI (Upper Gastrointestinal) merupakan golden standard untuk diagnosis GERD dengan ditemukan adanya mukosal break di esofagus. Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi dari pasien GERD, yaitu Grade A ditandai dengan adanya erosi dengan diameter <5mm,>5mm tapi tidak saling berhubungan, Grade C apabila lesi sudah konfluen namun tidak mengelilingi seluruh lumen, dan Grade D apabila lesi sudah mengelilingi mukosa esofagus. Pemeriksaan lainnya namun jarang dipakai yaitu esofagografi dengan barium, pemantauan pH 24 jam, Tes Bernstein, Manometri esofagus, Sintiagrafi gastroesofageal, dan tes penggunaan Proton Pump Inhibitor (PPI).

Target penatalaksanaan GERD adalah, menyembuhkan lesi esofagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.

Jenis jenis obat yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD yaitu pertama adalah antasid yang berfungsi sebagai buffer terhadap HCl, obat ini juga dapat memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Yang kedua adalah Antagonis H2 Reseptor (H2RA), yang bekerja menghambat reseptor H2 pada sel parietal yang akan menekan sekresi asam, contoh obat dari golongan ini yaitu Ranitidine, Cimetidine, dan Famotidine. Obat pilihan lainya yaitu Sukralfat, yang bekerja meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCL di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Pilihan lain dan yang merupakan drug of choice yaitu Proton Pump Inhibitor (PPI).PPI bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H K-ATPase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. PPI ini dianggap lebih efektif dibandingkan H2RA karena H2RA hanya menghambat sekresi asam basal dan sekresi yang distimulasi oleh makanan, sedangkan PPI menghambat sekresi asam basal, sekresi terstimulasi makanan, dan sekresi asam puasa (fasting acid secretion).

Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yang diberikan benar pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade D dapat masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barret’s Esofagus dan pada akhirnya Ca Esofagus.

Referensi
  1. American Society of Health-System Pharmacists. Ezomeprazole. Medline Plus Drug Information. 2007. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/medmaster/a699054.html
  2. Goyal RK. Diseases of the Esophagus, in Harrison's Principles of Internal Medicine 15th Edition Volume 2, Braunwald. McGraw-Hill Professional. 2003. page 1642.
  3. Katzung, Betram (ed). Drug Used in The Treatment of Gastroenterintestinal Diseases, in Basic & Clinical Pharmacology 9th Edition. McGraw-Hill Professional; 2004.E-book. Page 1469
  4. Makmun, Dadang. Penyakit Refluks Gastroesofageal dalam buku Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV, Sudoyo, Aru. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006. hal 317
  5. P Marco Fisichella, MD. Gastroesophageal Reflux Diseases. Emedicine.com. Feb 2007. http://www.emedicine.com/med/topic857.htm
  6. Richter JE. Gastroesophageal Reflux Disease, in Yamada's Textbook of Gastroenterology 4th Ed, Yamada. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2003. page 1196


Tidak ada komentar: